TRIBUNNEWS.COM - Direktur Indonesia Politican Review (IPR), Ujang Komarudin, menilai diungkitnya kembali terkait perjanjian antara Anies Baswedan dengan Prabowo Subianto serta utang Rp 50 miliar kepada Sandiaga Uno adalah upaya mendegradasi citra eks Gubernur DKI Jakarta tersebut seusai diusung menjadi bakal calon presiden (bacapres) 2024.
"Saya melihatnya upaya bukan hanya penjegalan tetapi mendegradasi soal track record Anies, soal citra Anies. Citra Anies ini yang dianggap banyak positif oleh publik ini, perlu didegradasi, perlu dihancurkan integritasnya itu," ujar Ujang ketika dikonfirmasi, Minggu (5/2/2023).
Selain itu, Ujang menganggap pengungkitan masa lalu politik Anies oleh lawan politiknya juga ingin menunjukan bahwa mantan Menteri Pendidikan tersebut memiliki kelemahan sebagai bacapres.
Hal ini, lanjutnya, perlu dilakukan untuk semakin menggerus citra positif Anies di mata publik.
Kendati demikian, Ujang menilai upaya semacam ini merupakan hal biasa dalam dunia politik.
Menurutnya, hanya ada dua hal yang pasti dilakukan oleh politisi dalam berpolitik, yaitu membangun pencitraan dan menjelek-jelekan lawan politiknya.
Baca juga: Anies Baswedan Disebut Utang Rp 50 Miliar ke Sandiaga Uno, Demokrat: Buktikan, Jangan Jadi Isu Liar
Dua hal tersebut, kata Ujang, terlihat dalam pengungkitan politik masa lalu dari Anies oleh lawan politiknya.
"Dalam politik hal yang biasa, bahwa di politik hanya ada dua. Pertama, membangun pencitraan, semua tokoh, semua figur membangun pencitraan untuk figur itu."
"Kedua, membusuk-busuki lawan. Dalam konteks ini, dalam politik Anies ini, dari Sandiaga Uno, Golkar yang bukan bloknya Anies dalam konteks ingin membusuk-busuki lawan politik (Anies)," jelasnya.
Sebelumnya, masa lalu politik Anies diungkit kembali oleh dua tokoh yaitu Sandiaga Uno dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Erwin Aksa.
Pertama, Sandiaga mengungkapkan adanya perjanjian rahasia yang dibuat antara Anies dan Prabowo Subianto.
Perjanjian tersebut, kata Sandiaga, terkait kesepakatan antara Anies dan Prabowo soal Pilpres.
Detailnya, Anies disebut tidak akan maju ketika Prabowo ikut dalam pilpres.
Janji tersebut, terbentuk lantaran Anies ketika Pilkada DKI Jakarta tahun 2017 diusung oleh Gerindra dan PKS.
Baca juga: Anies Baswedan Duduk Bareng AHY saat Nonton Konser Dewa 19, Pakai Baju Baladewa Jaksel
Fakta lain pun diungkap Sandiaga, bahwa dokumen perjanjian itu dipegang oleh Ketua Harian DPP Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad.
“Saya rasa lebih etis untuk disampaikan oleh mungkin bisa ditanyakan ke Pak Fadli atau Pak Dasco,” kata Sandiaga usai rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, (30/1/2023).
Sementara penekenan janji itu ditandatangani oleh tiga orang yaitu Anies, Prabowo, dan Sandiaga sendiri.
Selain itu, ia menegaskan perjanjian tersebut masih berlaku hingga saat ini.
Anies Punya Utang Rp 50 Miliar ke Sandiaga Uno
Masa lalu politik Anies pun juga disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Bidang Penggalangan Strategis Partai Golkar, Erwin Aska.
Erwin mengatakan, Anies memiliki utang ke Sandiaga sebesar Rp 50 miliar saat keduanya berduet dalam Pilgub DKI Jakarta 2017.
Hal ini dikatakannya dalam siniar di kanal YouTube Akbar Faizal Uncensored yang ditayangkan Sabtu (4/2/2023).
Baca juga: Profil Rikrik Rizkiyana, Advokat yang Disebut Tahu Perjanjian Utang Anies Baswedan-Sandiaga Uno
Erwin juga mengatakan utang tersebut belum dilunasi oleh Anies Baswedan hingga sekarang.
"Saya kira belum (lunas) barangkali yah," katanya.
Lebih lanjut, Erwin menuturkan jika draft perjanjian tersebut dibuat oleh pengacara Sandiaga Uno dan disaksikan mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK).
"Pak JK sendiri yang menasehati kita kok," tuturnya.
Demokrat dan NasDem Enggan Berkomentar soal Utang Anies
Menanggapi pernyataan tersebut, Partai Demokrat enggan untuk berkomentar.
Juru bicara Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra, menegaskan pihaknya lebih fokus kepada ide dan program bermanfaat untuk rakyat.
"Tidak ada yang perlu ditanggapi (terkait utang Anies ke Sandiaga). Kami fokus dengan ide, gagasan besar untuk negeri, dan program-program yang bermanfaat untuk rakyat, seperti yang selalu ditekankan oleh Ketum AHY," kata Herzaky saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (5/2/2023).
Herzaky menilai pernyataan seperti yang disampaikan Erwin adalah bentuk ketakutan dan upaya pendegradasian Koalisi Perubahan serta Anies Baswedan selaku bakal calon presiden (bacapres) dari koalisi yang beranggotakan Partai NasDem, Demokrat, dan PKS tersebut.
"Arus perubahan semakin deras mengalir. Semakin banyak rakyat yang menginginkan perubahan dan perbaikan. Wajar saja kalau kemudian banyak yang ketakutan dan bolak-balik ingin mendegradasi Koalisi perubahan maupun bacapres Koalisi Perubahan, Anies Baswedan," katanya.
Baca juga: Waketum Golkar Sebut Anies Baswedan Punya Utang Rp50 M pada Sandiaga Uno saat Pilkada DKI 2017
Lebih lanjut, Herzaky menganggap banyak partai politik (parpol) lain tidak menduga bahwa Koalisi Perubahan adalah koalisi pertama yang mengumumkan bacapres untuk Pilpres 2024.
"Banyak yang tak menduga, koalisi perubahan ternyata menjadi koalisi pertama yang memiliki bacapres di saat yang lain masih galau," tuturnya.
Senada dengan Demokrat, Partai NasDem pun enggan untuk mencampuri urusan tersebut.
Wasekjen DPP Partai NasDem, Herwami Taslim mengatakan hal tersebut merupakan urusan yang bersifat personal.
"Kita enggak ngurus dan enggak perlu tahu hal-hal yang bersifat personal," kata Hermawi.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Chaerul Umam)
Artikel lain terkait Pilpres 2024