TRIBUNNEWS.COM - Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel mengaku heran terkait pernyataan Polda Metro Jaya yang justru mengekspos kasus dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) alih-alih berfokus pada pelaporan kasus sengketa tanah oleh Bripka Madih.
"Kenapa PMJ (Polda Metro Jaya) tiba-tiba mengekspos kasus KDRT tersebut ke publik?" tanya Reza dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com, Senin (6/2/2023).
Reza mengungkapkan, ada dua persoalan yang harus diurai dan diutamakan dalam kasus sengketa tanah Bripka Madih ini.
Pertama, soal keberadaan tanah milik Bripka Madih yang diklaim telah diserobot oleh agen perumahan dan makelar tanah.
Reza pun meminta agar Polda Metro Jaya mengecek dokumen tanah yang dimiliki Bripka Madih untuk pembuktian klaim anggota Provost Polsek Jatinegara, Jakarta Timur tersebut.
"Cek saja dokumen tanah dimaksud dan keabsahannya," tuturnya.
Baca juga: Ungkap Dugaan Pemerasan, Serangan Balik untuk Bripka Madih: Tuduhan Pasang Setrum hingga Teror Warga
Kedua, pernyataan Bripka Madih yang menyebut diperas oleh penyidik Polda Metro Jaya saat melaporkan kasus sengketa tanah.
Seperti diketahui, Bripka Madih mengatakan dirinya harus memberikan 'uang pelicin' sebesar Rp 100 juta dan hadiah tanah seluas 1.000 meter persegi agar kasus yang dilaporkannya ditindaklanjuti.
"Dalami kabar tentang dugaan pungli tersebut. Jika benar demikian, maka Madih melakukan whistleblowing," tuturnya.
Kasus Bripka Madih ini pun mengingatkan Reza akan tindakan Aipda HR yang menuliskan 'Sarang Korupsi dan Pungli' di tembok gedung Polres Luwu, Sulawesi Selatan.
Sebagai informasi, tindakan Aipda HR tersebut adalah bentuk kritik atas dugaan korupsi dan pungli di Kabupaten Luwu termasuk di instansi kepolisian tempatnya bekerja.
Namun, pihak Polres Luwu mengungkapkan bahwa Aipda HR mengalami gangguan jiwa dan pernah dirawat secara intensif dikutip dari Tribun Luwu.
"Aipda HR tiba-tiba disebut punya gangguan jiwa. Lha, kalau memang punya gangguan jiwa, mengapa dibiarkan bekerja?" ujar Reza.
Baca juga: Bripka Madih Disebut Kerap Mematok Lahan Milik Warga dan Diklaim Sebagai Lahan Orang Tuanya
Berkaca dari dua kasus tersebut, Reza mengatakan telah sesuai dengan studi bahwa seorang whistleblower kerap mendapat serangan balik.
"Dua situasi di atas mirip dengan studi yang menemukan bahwa whistleblower kerap mendapat serangan balik. Dari sesama sejawat yang 'dirugikan', bahkan dari kantor tempatnya bekerja," tuturnya.
Sebagai informasi, Mahkamah Agung melalui Surat Edaran Mahkamah RI Nomor 4 Tahun 2011 memberikan terjemahan whistleblower, yakni sebagai pelapor tindak pidana yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya, dikutip dari situs Pemerintah Kota Balikpapan.
Sebelumnya, Bripka Madih viral di media sosial melalui sebuah rekaman yang memperlihatkan dirinya marah-marah lantaran diduga tanah miliknya diserobot pihak lain.
Selain itu, ia juga mengaku kesal lantaran ketika melapor ke Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan penyerobotan tanah itu, dirinya justru diperas oleh penyidik.
Bripka Madih mengaku dimintai uang oleh penyidik sebesar Rp 100 juta dan lahan seluar 1.000 meter persegi.
"Dia berucap minta Rp 100 juta dan hadiah tanah 1.000 meter. Tidak cukup sampai disitu, oknum penyidik itu juga menghina keluarga saya, katanya tidak berpendidikan," ceritanya
Bripka Madih mengungkapkan tanah berdokumen girik nomor C815 seluas 2.954 meter persegi diserobot oleh sebuah perusahaan pengembang perumahan.
Baca juga: Anggota Komisi III DPR Respons Kasus Bripka Madih: Praktik Memeras Oknum Polisi Memang Masih Ada
Sementara tanah berdokumen girik C.191 seluas 3.600 meter persegi diduga diserobot makelar tanah.
"Penyerobotan tanah ini terjadi sebelum saya jadi anggota polisi. Tapi ternyata makin menjadi setelah saya masuk satuan bhayangkara dan ditugaskan di Kalimantan Barat," kata dia.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)(Tribun Luwu/Chalik Mawardi)
Artikel lain terkait Polisi Diperas Polisi