TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Fahri Hamzah tidak sepakat jika Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang merosot dianggap sebagai kesalahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ada pihak yang lebih bertanggung jawab dalam perbaikan IPK Indonesia ini, tegas Fahri, yakni Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“IPK itu adalah prestasi negara semuanya. Tidak bisa keberhasilannya diklaim KPK atau ketika ada penurunan IPK lantas kesalahannya dibebankan ke KPK kalau IPK-nya turun,” kata Fahri Hamzah dalam keterangannya, Senin (6/2/2023).
“Kemana tanggung jawab presiden? Apakah Anda mengabaikan kekuasaan yang besar ini," tambahnya.
Atas dasar alasan itu, mantan Wakil Ketua DPR Periode 2014-2029 ini menilai publik tidak perlu muluk-muluk memberi beban KPK sebagai pihak yang melakukan pemberantasan korupsi.
Sebab, lanjut Fahri, Jokowi lah yang lebih cocok disebut sebagai pahlawan dalam hal pemberantasan korupsi karena pemilihannya menghabiskan anggaran hingga Rp100 Triliun.
"Sementara memilih ketua KPK ongkosnya kurang dari Rp1 Miliar. Mengerti enggak beda antara miliar dan triliun?" tanya Fahri.
Jika memang publik serius dengan pemberantasan korupsi, lanjut Fahri, maka Jokowi harus dituntut untuk konsentrasi melakukan pembenahan.
Baca juga: KPK Bantah Salah Satu Faktor Penyebab Anjloknya IPK Indonesia 2022 karena TWK 2020
Diketahui sebelumnya, laporan Transparansi Internasional Indonesia menyebut IPK Indonesia turun drastis. Penurunan IPK Indonesia dari peringkat ke-38 menjadi 34.
Selama pemerintahan Jokowi IPK Indonesia memang turun naik. Pada 2014 di awal menjabat, Jokowi mewarisi skor 34. Setahun kemudian, skor naik menjadi 36.
Lalu, kembali naik menjadi 37 dan sempat mencapai posisi tertinggi di 2019 dengan 40. Sayang setahun kemudian turun ke 37, dan bahkan tahun 2022 kembali ke peringkat ke-34.