News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Diperas Polisi

Ungkap Dugaan Pemerasan, Serangan Balik untuk Bripka Madih: Tuduhan Pasang Setrum hingga Teror Warga

Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bripka Madih di Polda Metro Jaya, Minggu (5/2/2023).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus Bripka Madih, anggota polisi yang melapor sebagai korban dugaan pemerasan sesama anggota polisi lainnya menjadi perhatian.

Anggota Provost Polsek Jatinegara itu disebut arogan hingga kerap meresahkan warga.

Ketua RW 03 Jatiwarna, Bekasi, Nur Asiah membongkar sikap hingga perilaku Bripka Madih, dalam konferensi pers kasus sengketa lahan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Minggu (5/2/2023). 

Menurut Nur Asiah, pada 31 Januari 2023 sekitar jam 14.00 WIB, warga mengadu karena Bripka Madih membawa rombongan sekitar sepuluh orang.

Rombongan tersebut memasang patok di depan rumah para warga di RT04/RW03. 

"Patoknya satu, banner ada dua. Di depan rumah warga kami ini, Ibu Soraya, Bapak Bripka Madih ini memasang pos ditunggui beberapa orang yang kami tidak kenal sampai 04.00 WIB," jelasnya dalam konferensi pers.

Asiah menyatakan para warga merasa resah dengan tindakan yang dilakukan oleh Bripka Madih. Pasalnya, warga merasa tak pernah bersengketa perihal tanah dengan Bripka Madih. 

"Dalam arti bukan haknya dari Bapak Bripka Madih memasang patok di depan rumah warga kami. Kecuali, mungkin itu sudah ada putusan pengadilan," lanjutnya. 

Asiah mengatakan warga juga merasa terganggu karena selama proses Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di wilayah RT 04/RW 03, yang menurut Bripka Madih belum pernah dijual, dengan girik 191 dan selisih luas, delapan warga tidak bisa mengikuti PTSL.

"Padahal warga kami ini sudah menyerahkan bukti-buktinya. Itu salah satu yang bikin warga kami resah, karena patok ini dipasang persis di depan rumah mereka. Begitu juga pos," lanjutnya.

Hal tersebut membuat warga ketakutan, tetapi mereka tak bisa melakukan apa-apa karena menghormati posisi Bripka Madih yang merupakan polisi.

"Warga kami merasa ketakutan, warga kami diam saja, karena mohon maaf beliau ini polisi, kami hormati. Tetapi warga kami merasa terganggu secara psikis," lanjut Asiah.

Asiah juga mengatakan Bripka Madih pernah membakar sesuatu saat rapat sedang digelar sehingga menyebabkan asap.

"Ketika kami sedang rapat, rapat dengan tim kami di RW 03 tiba-tiba kami ditabuni, karena posisi rapat kita di sebelah rumah beliau," jelasnya. 

"Kita lagi rapat dibakarin asap, kemudian kami pernah juga mengalami bau yang sangat anyir nggak tahu dari mana."

Selain itu, Bripka Madih disebut pernah melakukan teror pada guru-guru yang mengajar di dekat rumah anggota polisi itu.

Asiah juga mengatakan Bripka Madih pernah memasang setrum pada tiang listrik dan itu bisa dikonfirmasi kepada warga RW 03.

Baca juga: Bantah Tuduhan Negatif dari Ketua RW, Bripka Madih: Ya Allah Ane Dizalimi

"Belum lagi teror kepada guru-guru yang mengajar di sebelah rumah beliau, itu salah satunya," lanjutnya.

"Kemudian kasus, mungkin sudah lama juga, pernah beliau ini tiang listrik dikasih setrum, bapak bisa tanya ke warga RW 03 dan beliau sempat waktu itu bermasalah juga dengan salah satu warga kami gara-gara masang lampu di jalan hampir dia digebukin oleh orang kalau kita nggak ngelindungi," kata Asiah.

Disebut lakukan KDRT hingga dihukum langgar disiplin

Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, Bripka Madih adalah polisi bermasalah.

Polda Metro Jaya menggelar konferensi pers mengenai polemik yang terjadi pada anggota Polsek Jatinegara Bripka Madih terkait persoalan tanah dan dugaan pemerasan oleh oknum polisi yang sempat beredar viral di sosial media, Minggu (5/2/2023). (Tribunnews.com/Fahmi)

Bripka Madih sudah tiga kali diadukan masyarakat ke Propam Polda Metro Jaya.

Dua diantaranya soal kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Laporan pertama dilayangkan SK, istri Bripka Madih terkait KDRT pada tahun 2014.

Laporan tersebut diproses hingga berujung pada putusan pelanggaran disiplin dalam sidang Kode Etik Profesi Polri pada tahun 2022.

"Istri sahnya atas nama SK sudah cerai pertama, terkait KDRT ini 2014 dan putusanya melalui hukuman putusan pelanggaran disiplin," ujar Trunoyudo, Jumat (3/2/2023), dikutip dari Kompas.TV.

Bripka Madih kembali menikah untuk yang kedua kalinya dengan seorang wanita berinisial SS.

SS kemudian melaporkan Madih dengan kasus yang sama yakni KDRT pada Agustus 2022.

Laporan tersebut diterima Polsek Pondok Gede dengan nomor laporan LP B/661/VIII/2022 soal pelanggaran kode etik.

SS juga mempertanyakan tunjangan istri secara kedinasan.

Diketahui Bripka Madih tidak melaporkan pernikahan yang kedua kalinya ke Korps Bhayangkara.

"Pada 22 agustus 2022 dilaporkan lagi oleh istrinya yang kedua yang tidak dimasukkan atau dilaporkan secara kedinasan. Artinya mengadukan tidak mendapat tunjangan secara kedinasan," ujar Kombes Trunoyudo.

Baca juga: Dituding Arogan oleh Ketua RW, Bripka Madih: Itu Enggak Bener, Lihat Keadaan di Lapangan

Laporan ketiga datang dari Viktor Edward Haloho, pada 1 Februari 2023.

Madih dilaporkan lantaran diduga melakukan pendudukan lahan dan pengerahan massa yang meresahkan orang lain.

Kombes Trunoyudo menjelaskan Bripka Madih yang menggunakan pakaian dinas Polri membawa beberapa kelompok massa sehingga menimbulkan keresahan di Perumahan Premier Estate 2.

Bripka Madih juga mendirikan pos dan pelang, yang mengganggu aktivitas para pengguna jalan lainnya untuk menduduki lahan tersebut.

"Ini tidak dibenarkan soal anggota polisi, dan dia bukan sebagai eksekutorial, tidak punya otoritas seperti itu, tentu ini akan didalami Kabid Propam," ujar Trunoyudo.

Kasus sengketa tanah

Lebih lanjut Kabid Humas juga mendalami kasus sengketa tanah orang tua Madih serta dugaan pemerasan oleh oknum penyidik Polda Metro Jaya.

Hasil penelusuran ada tiga tiga laporan terkait sengketa tanah yang dilakukan oleh orang tua Bripka Madih.

Salah satunya pada tahun 2011 dengan pelapor Halimah, ibu Madih.

Kemudian terdapat bukti bahwa ayah Madih, Tonge telah menjual tanah miliknya pada rentang tahun 1979-1992.

Hal tersebut, berdasarkan pemeriksaan Inafis terkait cap jempol dalam akta jual beli (AJB). Cap jempol pada AJB tersebut identik dengan Tonge, ayah Madih.

"Jadi pada saat penjualan orang tuanya atau ayahnya, yang bersangkutan (Madih) kelahiran 1978, berarti (Madih) masih kecil (saat itu)," ujar Trunoyudo.

Selanjutnya laporan tahun 2011 penyidik sudah melakukan langkah dan belum ditemukan suatu perbuatan melawan hukum.

Trunoyudo menambahkan akan memanggil Madih untuk dikonfrontir dengan oknum penyidik yang meminta sejumlah uang.

Diketahui oknum penyidik tersebut sudah purna tugas dari Kepolisian RI.

"Akan melakukan konfrontasi antara Bripka M dan penyidik berinisial TG yang saat ini sudah purna tugas," ujar Trunoyudo.

Penjelasan Bripka Madih

Bripka Madih terang-terangan menuding penyidik Polda Metro Jaya yang memerasnya.

Penyidik polisi dengan inisial TG dengan level Perwira AKP (Ajun Komisaris Polisi) disebut Bripka Madih telah memeras dan minta pelicin uang sebesar Rp100 juta.

Tapi, Bripka Madih yang merupakan anggota Provos Polres Jatinegara menolak keras.

Dia melaporkan atas dugaan penyerobotan tanah milik keluarganya, malah kena peras polisi, padahal ia juga anggota Polri dan dilakukan peristiwa itu terjadi di markas Polda Metro Jaya.

Bahkan, AKP TG disebut Madih juga sempat mengancam tidak akan proses laporan Bripka Madih jika tidak memberi uang pelicin.

Uang pelicin itu disebut untuk pengurusan sengketa tanah warisan keluarganya yang memiiliki luas 3.600 meter persegi.

"Ya menolak lah, masa anggota polisi mau dioknumi polisi," tuturnya, Jumat (3/1/2023) di Sapa Petang Kompas TV.

Bripka Madih lantas menyebut, laporan yang ia buat di Polda Metro sampai kini tidak ada perkembangan sampai ia buat video dan lantas viral.

"Dia menjanjikan kalau kita memberikan hadiah 1.000 meter persegi dan Rp100 juta, dia akan memproses (laporan). Jika tidak diberikan, dia mengancam tidak akan diproses, dan ternyata nyata nih, sampai 2023 tidak berproses," ungkap Bripka Madih.

Meski begitu, ia mengaku tidak punya bukti rekaman dugaan pemerasan tersebut karena ketika masuk ruangan, oleh penyidik dilarang bawa alat komunikasi.

Padahal, dalam penuturannya, Bripka Madih dipanggil langsung ke Polda Metro terkait laporannya terhadap tanah yang disebutnya diserobot pengembang.

"Saat saya diminta masuk ke ruangan itu saya enggak boleh bawa HP. Padahal di awal 'Dih bisa gak ke Polda', 'Tujuannya apa?', 'untuk pemeriksaan berkas'," cerita Bripka Madih.

Baca juga: Apa Alasan Bripka Madih Baru Buka Kasus Dugaan Pemerasan oleh Oknum Penyidik yang Sudah Pensiun?

Kata Madih, ia curiga memang sengaja mau diperas, makanya tidak boleh masuk ke ruangan penyidikan Polda Metro dengan membawa ponsel miliknya.

"Mungkin tujuan dia seperti itu, pada saat dia minta kita enggak boleh ngerekam," lanjutnya.

Atas usaha laporannya dan dugaan pemerasan, Bripka Madih sudah lapor sampai ke Mabes Polri, tapi nihil. Ia pun kecewa.

Merasa dizalimi

Menanggapi tudingan Ketua RW, Bripka Madih membantah kerap bersikap arogan dan berujung membuat resah warga di sekitar tempat tinggalnya itu.

"Ya Allah Astagfirullah sekarang kita netral. Madih harus bilang apa coba, ane dizalimi dizalimi," keluh Madih kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Minggu (5/2/2023).

Ia pun menyebut tak membuat-buat cerita mengenai pengakuaannya ini.

Pria lulusan bintara kepolisian itu pun bahkan meminta agar informasi mengenai dirinya dibuat sesuai dengan kejadian yang telah ia alami selama ini.

"Gak ada Madih sombong, gak ada Madih arogan segala macem," ucap Madih yang kala itu didampingi sang istri. (KompasTV/Tribunnews)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini