TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Arief Mulyadi mengungkap jumlah nasabah semakin bertambah banyak pada pandemi Covid-19.
"Ini tuntutan buat kami di saat pandemi sektor formal tutup kami harus turun lebih agresif membantu."
"Kebetulan pemimpin nasional kita Presiden Joko Widodo cukup intens turun minimal dua minggu sekali," ujar Arief Mulyadi kantor Tribun Network, Jakarta, Kamis (2/2/2023).
Ia pun menceritakan pandemi Covid-19 menjadi tantangan untuk membantu kelompok terpinggir.
Menurutnya, kesulitan tersebut dirasakan insan PNM tetapi bisa dilewati.
“Justru di dalam kesulitan itu kami banyak merasakan kenikmatan supaya bagaimana kami bisa berperan terhadap orang lain,” kata Arief.
PNM, lanjut dia, mendorong kelompok terpinggir untuk melakukan usaha subsistensi melalui pendampingan.
“Rupanya itu menjadi kunci kemudahan bagi kami juga melakukan peneterasi menumbuhkan jumlah nasabah kami sampai saat ini,” urainya.
Berikut petikan wawancara khusus Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra dengan Dirut PNM Arief Mulyadi:
Konon saya mendengar jumlah nasabah PNM meningkat faktor pandemi Covid-19, bisa diceritakan?
Pertama ini tuntutan buat kami di saat pandemi sektor formal tutup kami harus turun lebih agresif membantu. Kebetulan pemimpin nasional kita Presiden Joko Widodo cukup intens turun minimal dua minggu sekali.
Salah satu bentuk dukungan beliau adalah memberikan bantuan presiden untuk usaha mikro (BPUM). Itu lebih dari 4 juta nasabah kami dapat bantuan.
Kalau sering-sering dihubungi bapak Presiden apa tidak ada rasa tertekan?
Kalau itu pasti lah tetapi secara entitas ini menjadi kebanggaan juga buat teman-teman. Karena kan nggak mungkin hanya Arief Mulyadi yang dipanggil tetapi saya mewakili insan PNM.
Namun saya pastikan Bapak Presiden sangat serius membantu ultra mikro, beliau mendalami, menengok nasabah juga sering.
Sampai di G20 saat serah terima Presidensi dari Italia ke Indonesia, speech di side event Pak Presiden mengenai PNM Mekaar. Itu membanggakan untuk teman-teman.
Beliau menyanpaikan agar PNM terus memperluas penyaluran kredit dan pendampingan ultra mikro agar masyarakat bisa mengaktualisasikan kemampuan produktivitas.
Bisa diceritakan ketika pandemi terjadi apa yang dilakukan PNM untuk tetap survive?
Salah satunya bentuk kepedulian pemerintah melalui BPUM. Lalu selama satu tahun kita juga ada program subsidi bunga jadi ada skema yang membantu.
Kedua justru pertumbuhan kami tinggi di selama pandemi karena banyak muncul kegiatan subsistens yang selama pandemi malahan ibunya aktif bekerja.
Kalau pandemi kan tidak bisa bertemu secara langsung sedangkan dalam usaha ultra mikro pertemuan langsung menjadi kunci sukses, bagaimana tanggapan Anda?
Jadi satu kelompok 372 ribu itu anggotanya 1-10 nasabah kalau sampai 10 nasabah kita buat sub kelompok. Apabila sampai 40 nasabah kita buat sub kelompok lagi.
Ini jadi seperyi MLM. Jadi masing-masing ketua kelompok bertemu dengan ketua kelompok lain. Semua pesan dan arahan kami hanya melalui itu.
Persoalannya nasabah kami ini belum punya hanphone. Kalau punya justru menjadi pertanyaan jangan-jangan pembiayaan dipakai untuk beli handphone.
Apakah PNM sempat merumahkan karyawan saat masa pandemi untuk tetap bisa survive?
Pada 2020 di tengah turbulance pandemi nambah 14 ribu karyawan sebab yang didampingi jumlahnya juga terus bertambah.
Dan memang menjadi kesepakatan internal kita harus menumbuhkan kapasitas di masa pandemi Covid-19 kemarin.
Apakah ada cerita dalam menyalurkan pembiayaan dan mendampingi kelompok terpinggir?
Saya agak susah kalau menjawab itu karena tingkat kesulitan di kami insan PNM itu di level sempurna. Jadi saking sempurnanya ya harus dihadapi dan dijalani.
Justru di dalam kesulitan itu kami banyak merasakan kenikmatan supaya bagaimana kami bisa berperan terhadap orang lain. Dan bagaimana kami bisa membantu apalagi kemarin tiga tahun pandemi Covid-19.
Tadi sudah disinggung mengenai kelompok terpinggir, kami punya 300 ribu kelompok yang saat ini menjadi nasabah aktif mendapatkan pembiayaan dan pendampingan. Itu tersebar hampir 650 kecamatan dan desa di 34 Provinsi Indonesia.
Nah siapa saja mereka, mereka adalah orang-orang pinggiran yang buat makan pun masih harus berhitung. Apalagi untuk sekolah anak, rekreasi, dan lain-lain.
Sebenarnya sekolah sudah dibiayai oleh pemerintah tetapi kalau anak itu tidak dibelikan tas bagus dan sepatu bagus maka tidak mau berangkat sekolah.
Dan bagaimana orang tua bisa membelikan kebutuhan anak itu kalau untuk makan saja susah ditambah pandemi. Ini balik lagi ke ciri khas masyarakat kita karena hampir tidak ada anak yang dilahirkan kemudian punya mimpi jadi pengusaha.
Ciri khas itu yang kami manfaatkan untuk mendorong kelompok terpinggir untuk melakukan usaha subsistensi. Kami dorong untuk tumbuh dan berkembang.
Rupanya itu menjadi kunci kemudahan bagi kami juga melakukan peneterasi menumbuhkan jumlah nasabah kami sampai saat ini.
Bisa diceritakan progres PNM hingga sekarang memiliki 16,9 juta nasabah?
Ini kan bukan hasil kerja Arief Mulyadi. Kami punya keluarga besar PNM sebanyak 67 ribu karyawan di seluruh Indonesia.
Ada 59 ribu usianya di bawah 25 tahun. Dan 29 ribu lebih usianya di bawah 20 tahun. Saya jadi bapak nggak direktur utama di PNM.
Jadi kunci sukses PNM ini karena keterlibatan anak-anak muda?
Saya prediksi itu, kami banyak didukung oleh gen z. Satu lagi dari 59 ribu karyawan mungkin 98 persen memang kita ambil dari keluarga yang ekonominya tidak terlalu baik.
Kami ambil dari putra putri lokal yang lulusan SMA bahkan kadang-kadang yang akreditasinya cukup terdengar.
Ini jadi strategi kami sebab yang kami layani adalah para ibu pra sejahtera dan para ibu yang masih belum bisa baca tulis serta rumahnya masih sederhana.
Minimal seminggu sekali para pendamping kami atau Account Officer bertemu. Ada komunikasi gestur yang menjadi perhatian sebaliknya karyawan yang kami rekrut ini mereka mimpi saja nggak berani kuliah di kampus negeri hingga kerja di sektor formal seperti BUMN.
Kami juga mendorong AO untuk saatnya membantu keluarga agar memiliki kehidupan yang lebih baik.(Tribun Network/Reynas Abdila)