Akan tetapi, semua itu hanyalah akal tipudaya Belanda agar masyarakat Indonesia bersimpati dan memiliki tujuan untuk memperkuat kedudukannya di Hindia Belanda.
Dengan adanya Nahdhatut Tujjar, menggerakkan semangat agar umat Islam tidak selalu menggantungkan perekonomiannya di bawah tekanan kekuasaan kaum Kolonialisme.
Selain itu, umat Islam diajarkan agar bisa menjadi mandiri dalam hal perekonomian.
Baca juga: Jokowi Apresiasi Kontribusi NU Cegah Radikalisme dan Ekstremisme
Hal tersebut dilakukan lantaran kekayaan alam Nusantara yang harus dinikmati dengan sepenuhnya.
Sebelum Belanda masuk ke Nusantara pada abad 17, rakyat pribumi sudah mengenal adanya perdagangan, pertanian, dan perkebunan.
Nusantara dulu dikuasai oleh saudagar muslim dan berikut ini adalah jalur perdagangan
yang digunakan oleh saudagar muslim :
1. Jalur Malaka digunakan oleh saudagar muslim untuk menuju Aceh, Jambi, Banten, dan Gresik.
2. Pelabuhan Pantura di Jawa.
3. Kota pelabuhan Banten menjadi tempat pertemuan antar pedagang asing dari Arab, Cina, Gujarat, Malabar, dan Bengali yang datang untuk mencari lada.
Para kolonialisme Belanda datang ke Nusantara bukan hanya menggeser para pedagang saudagar muslim, tetapi mereka juga mengubah orientasi jalur perdagangan dari laut ke pertanian.
Dalam hal ini keadaan Nusantara sangatlah memprihatinkan, rakyat pribumi diperbudak secara halus oleh kaum kolonialis.
Para pengusaha yang berasal dari pribumi hanya dijadikan sebagai alat untuk memenuhi ambisi kaum kolonialisme.
Mengetahui kondisi tersebut, para pedagang desa di daerah Cukir Jombang
yang tinggal di sekitar pabrik gula memprakasai didirikannya Nahdlatut Tujjar.
Pendirian Nahdlatut Tujjar didaerah tersebut didasari karena pada saat itu di Pulau Jawa sangat didominasi oleh hasil-hasil pertanian yaitu tebu, kopi dan nila.
Baca juga: Jadwal Acara Resepsi Puncak Harlah 1 Abad NU 2023 di Stadion Gelora Delta Sidoarjo, Hari Ini