TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satgas Pangan Polda Banten meringkus tujuh orang tersangka penyelewengan beras Bulog sebesar 350 ton di wilayah Banten, Jum'at (10/2/2023).
Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Didik Hariyanto mengatakan, para tersangka melancarkan aksinya dengan melakukan enam modus.
Hal itu dia sampaikan dalam Konferensi Pers bersama Direktur Utama Perum Bulog dan Kapolda Banten, pada Jumat (10/2/2023).
Kata dia, modus utama yang dilakukan ialah mengemas ulang beras Bulog menjadi beras premium melalui beberapa merek yakni, Dewi Sri, PS, Badak, Rojo Lele, Karawang, dan SB.
"Mengoplos beras Bulog dengan beras lokal, menjual beras diatas harga HET, memanipulasi DO dari distributor maupun mitra BULOG, dan masuk ke tempat penggilingan padi seolah-olah merek sendiri dan memonopoli sistem dagang," papar dia.
Didik memaparkan, pihaknya juga mengamankan sejumlah barang bukti berupa timbangan digital, mesin jahit karung, bukti transfer, nota penjualan, bukti catatan pengiriman dan distributor.
"Barang bukti 350 ton beras Bulog direpackaging timbangan digital, 8000 karung bekas bulog, alat-alat jahit karung, 10.000 karung beras premium merk rojolele, SP, Dewi Sri dan lain-lain, 50 bendel surat dan DO," ungkapnya.
Para tersangka itu diancam dengan pasal 62 ayat 1 junto pasal 8 ayat 1 huruf a dan b UU No 8 1999 tentang perlindungan konsumen dengan ancam pidana paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.
"Selain itu dikenakan juga pasal 382 KUHP dengan pidana maksimal 1 tahun 4 bulan," kata Didik.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengatakan, hasil beras oplosan ini dijual melebihi harga eceran tertinggi (HET).
Padahal, dia sudah memasifkan operasi pasar untuk menekan harga beras di pasar.
"Ini seperti yang saya lakukan saat pendistribusian beras untuk intervensi pasar. Harga beras mahal sampai Rp 12.000, tugas Bulog harus operasi pasar, intervensi supaya harganya murah," tegasnya.(Tribunnews.com/Nitis Hawaroh)