TRIBUNNEWS.COM - Mantan Kadiv Propam Polri sekaligus terdakwa kasus pembunuhan Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo, harus menelan pil pahit empat hari setelah peringatan hari kelahirannya yang ke-50.
Diketahui, Ferdy Sambo lahir di Barru, Sulawesi Selatan, pada 9 Februari 1973.
Memasuki usianya yang kepala lima, Ferdy Sambo dijatuhi vonis hukuman mati oleh Ketua Majelis Hakim, Wahyu Iman Santoso.
Tentu kabar ini menjadi luka yang sangat menyakitkan bagi Ferdy Sambo.
Bak menelan pil pahit, Ferdy Sambo harus rela mempertanggungjawabkan perbuatannya melawan hukum, yakni telah menghilangkan nyawa ajudannya, Brigadir J.
Hakim menyatakan Ferdy Sambo terbukti bersalah telah menghilangkan nyawa Brigadir J.
Baca juga: Breaking News: Vonis Ferdy Sambo, Dijatuhi Hukuman Mati
"Menjatuhkan hukuman mati kepada Ferdy Sambo," kata Wahyu Iman Santoso saat membacakan vonis pada sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (13/2/2023), dikutip dari tayangan YouTube KompasTV.
Merespons putusan tersebut, Ferdy Sambo terlihat menundukan kepala.
Dalam menjatuhkan vonis ini, Majelis Hakim telah mempertimbangkan berbagai hal.
"Unsur barangsiapa telah terpenuhi, (termasuk) unsur dengan sengaja."
"Terhadap unsur kedua ini Majelis Hakim mempertimbangkan menginsyafi tindakan (Ferdy Sambo) tersebut."
"Ferdy Sambo bersalah melanggar Pasal 340 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer."
"Dan melanggar Pasal 49 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," urai Wahyu.
Baca juga: Kejagung Hormati Keputusan Majelis Hakim Vonis Mati Ferdy Sambo, Belum Putuskan Terima atau Banding
Vonis ini lebih berati dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya meminta hukuman seumur hidup.
Jaksa menyatakan Ferdy Sambo terbukti bersalah dalam tindak pidana secara berencana menghilangkan nyawa Brigadir J.
Ia menjadi otak dalam pembunuhan berencana Brigadir J.
Selain menghilangkan nyawa Brigadir J, hal yang memberatkan tuntutan Ferdy Sambo adalah karena dinilai berbelit.
Baca juga: Hakim: Ferdy Sambo Tembak Brigadir J Gunakan Glock Austria sambil Pakai Sarung Tangan Hitam
Ia bahkan tak mengakui perbuatannya dalam memberikan keterangan selama proses persidangan.
Akibat perbuatannya, membuat duka mendalam bagi keluarga Brigadir J.
"Perbuatan terdakwa mengakibatkan hilangnya nyawa korban Nofriansyah Yosua Hutabarat, dan duka yang mendalam bagi keluarganya."
"Terdakwa berbelit dan tidak mengakui perbuatannya dalam memberikan keterangan di persidangan," kata jaksa membaca surat tuntutan, Selasa (17/1/2023).
Perbuatan Ferdy Sambo juga menimbulkan keresahan dan kegaduhan di tengah masyarakat.
Apalagi dirinya merupakan seorang aparatur penegak hukum dan petinggi kepolisian.
Ini tentunya dipandang mencoreng institusi Polri.
"Akibat perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan dan kegaduhan di masyarakat. Perbuatan terdakwa tidak sepantasnya dilakukan dalam kedudukannya sebagai aparatur penegak hukum dan petinggi Polri."
"Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional. Perbuatan terdakwa telah menyebabkan anggota Polri lainnya turut terlibat," lanjut jaksa.
Sedangkan hal-hal yang meringankan hukum dinilai tidak ada.
Baca juga: Hakim Sebut Ferdy Sambo Tembak Joshua dengan Senjata Jenis Glock
Tak Siap Dihukum Mati
Sebelumnya, dikatakan kuasa hukum Ferdy Sambo, Arman Hanis, sebenarnya sudah siap menerima risiko hukuman paling tinggi atas kasus tersebut.
Pihaknya akan bertanggungjawab atas tindakannya yang melawan hukum, yakni melakukan pembunuhan kepada Brigadir J.
"Pak Ferdy Sambo tadi sudah siap dengan risiko (hukuman) yang paling tinggi, itu yang saya harus sampaikan."
"Karena dari persidangan Pak Ferdy Sambo juga sependapat sama kami," kata Arman Hanis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
Meski begitu, Arman Hanis mengatakan Ferdy Sambo tidak ikhlas dan tidak siap jika dirinya harus menerima hukuman mati dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"(Untuk hukuman mati) nggak, nggak (siap)," jawab Arman sambil menggelengkan kepala.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Danang Triatmojo/Abdi Ryanda Shakti)