News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Tembak Polisi

Usai Divonis 1 Tahun 6 Bulan Penjara, Kini Sidang Kode Etik Menanti Bharada E

Penulis: Theresia Felisiani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara kepada Richard Eliezer atau Bharada E. Putusan ini jauh lebih rendah dari pada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yakni selama 12 tahun. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menimbang hal-hal yang memberatkan dan meringankan vonis pidana terhadap Richard Eliezer. Kolase foto Bharada E. Setelah jalani sidang vonis, kini sidang kode etik menanti Bharada E, dalam waktu dekat terdakwa perkara pembunuhan Brigadir J itu bakal disidang di internal Polri, termasuk diputuskan nasibnya. TRIBUNNEWS

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang kode etik terhadap Bharada E, terdakwa perkara pembunuhan berencana pada Brigadir J telah dijadwalkan.

Mabes Polri memastikan dalam waktu dekat Bharada E bakal menjalani sidang kode etik di internal Polri.

Melalui sidang kode etik ini nantinya bakal diputuskan juga bagaimana nasib Bharada E di institusi Polri.

Usai dijatuhi vonis 1 tahun 6 bulan, Bharada E mengungkapkan ingin tetap berkarir ke Polri dan kembali berdinas di Satuan Brimob.

Diketahui sidang vonis Bharada E baru saja digelar pada Rabu (15/2/2023) kemarin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Polri Sudah Jadwalkan Sidang Etik Bharada Richard Eliezer

Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo, menyebut sidang etik terhadap terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E telah dijadwalkan.

Namun, Dedi tidak menjelaskan lebih lanjut terkait detail tanggal diselenggarakannya sidang kode etik terhadap Richard Eliezer.

"Sudah saya tanyakan, memang sudah dijadwalkan. Insya Allah dalam waktu tidak terlalu lama akan digelar."

"Dan apabila sudah ada jadwal sidang dan hasilnya, tentunya akan saya sampaikan ke teman-teman media," ujarnya dalam program Satu Meja di YouTube Kompas TV, Rabu (15/2/2023).

Pertimbangan Hakim Jadi Acuan Hakim Sidang Etik untuk Tentukan Nasib Bharada E di Polri

Dedi juga menjelaskan, tidak perlu untuk menunggu putusan vonis Bharada Richard Eliezer agar berkekuatan hukum tetap.

Hal itu lantaran putusan yang dijatuhkan hakim kepada Richard Eliezer sudah jelas dan bisa menjadi pertimbangan dari Divisi Propam Polri untuk segera menggelar sidang kode etik.

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat, Richard Eliezer alias Bharada E bersama kuasa hukumnya sebelum menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Sidang hari ini mendengarkan pembacaan vonis yang disampaikan oleh Majelis Hakim. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Lebih lanjut, Dedi mengatakan, ada beberapa pertimbangan yang akan dijadikan acuan oleh hakim sidang etik untuk menentukan nasib Bharada Richard Eliezer sebagai anggota Polri.

Pertimbangan pertama adalah status Bharada Richard Eliezer sebagai justice collaborator (JC) dalam kasus ini.

Kedua, Dedi mengatakan hakim sidang kode etik juga akan mendengarkan saran dari saksi ahli dan masyarakat.

Terkait saran dari masyarakat, dirinya mengatakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah menegaskan hal itu.

"Ini Bapak Kapolri menekan kepada kita semuanya. Polri harus betul-betul mendengarkan apa yang menjadi suara masyarakat guna dapat memenuhi keadilan bagi masyarakat."

"Sehingga nanti Komisi Kode Etik itu betul-betul dapat memutuskan berbagai macam pertimbangan secara arif dan bijaksana," jelas Dedi.

Bagaimana Status Polisi Richard Eliezer Usai Divonis 1 Tahun 6 Bulan Penjara? Ini Jawaban Polri

Kepolisian RI enggan menjelaskan nasib status keanggotaan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E seusai vonis 1 tahun 6 bulan penjara dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menyatakan bahwa pihaknya kini masih fokus untuk melihat putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan terlebih dahulu.

"Fokus ke putusan hakim PN dulu," ujar Dedi saat dikonfirmasi, Rabu (15/2/2023).

Nantinya, kata Dedi, pihaknya akan menunggu informasi dari Propam Polri terlebih dahulu soal pelaksanaan sidang komisi kode etik dan profesi Polri.

Sebaliknya, Dedi meminta semua pihak untuk menghormati keputusan terhadap Bharada E yang telah dijatuhkan oleh pengadilan.

"Semua pihak harus menghormati putusan hakim PN dalam proses peradilan pidana," tukasnya.

Kompolnas soal Karier Richard Eliezer di Polri: KKEP Pasti Pertimbangkan Pangkat dan Peran Bharada E

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti angkat bicara soal karier Richard Eliezer di institusi Polri.

Poengky meyakini bahwa Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) Polri akan mempertimbangkan pangkat dan peran Richard dalam membongkar kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J ini.

Kendati demikian, ia menegaskan tetap menyerahkan seluruh proses sidang etik ini kepada pihak Polri.

"Nantinya Eliezer pasti akan diproses kode etik di internal Polri. Kami tidak ingin mendahului, tetapi kami percaya bahwa sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri dalam menjatuhkan putusan pasti juga akan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk pangkat terendah Eliezer serta peranannya dalam membongkar kasus ini," ujarnya kepada Tribunnews.com, Rabu (15/2/2023).

Baca juga: Kesaksian Biarawati yang Biasa Dampingi Bharada E Ditahanan: Anak Ini Memang Luar Biasa

Lebih lanjut, Poengky juga menghormati keputusan majelis hakim kepada Bharada E.

Menurutnya majelis hakim juga mempertimbangkan fakta-fakta dan seluruh alat bukti yang ada.

"Sebagai seorang tamtama yang merupakan posisi terendah di Kepolisian, dengan pangkat Bharada yang merupakan pangkat terendah di Tamtama, apalagi berdinas di Brimob yang rantai komandonya sangat tegas, tentu saja Eliezer tidak akan bisa menolak perintah atasannya yang seorang jenderal," katanya.

Kendati demikian, Poengky mengatakan pihaknya meyakini kasus ini akan terbuka ketika Richard mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) dan berjanji akan mengungkap fakta sebenarnya.

Hal itu, lanjutnya, terbukti ketika Richard jujur selama persidangan dan memohon maaf kepada orang tua Brigadir J.

"Hal tersebut menjadikan dukungan masyarakat yang luar biasa kepada Eliezer," tukasnya.

Divonis 1 Tahun 6 Bulan Penjara, Bharada E Dimungkinkan Bebas pada Februari 2024

Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah menjatuhkan vonis pidana 1 tahun 6 bulan penjara atau 1,5 tahun atas perkara dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.

Dengan putusan tersebut, maka dimungkinkan mantan ajudan Ferdy Sambo itu akan menghirup udara bebas pada Februari 2024 semenjak ditahan atas kasus ini pada 3 Agustus 2022 silam.

Perhitungan jatah masa tahanan terhadap Bharada E itu dapat diterapkan jika putusan atas majelis hakim PN Jakarta Selatan sebagai peradilan tingkat I berkekuatan hukum tetap atau inkracht.

Dalam artian lain, tidak ada kedua belah pihak yang mengajukan banding atas putusan ini, baik dari jaksa penuntut umum (JPU) atau dari tim kuasa hukum Bharada E.

Namun, sejauh ini, Kuasa Hukum Bharada E, Ronny Talapessy telah menyatakan, pihaknya enggan untuk mengajukan banding.

Sebab putusan tersebut kata Ronny sudah sesuai target dari yang diharapkan oleh pihaknya.

"Bahwa kami penasihat hukum sudah sesuai (dengan putusan hakim, red), bahwa targetan kami dari awal bahwa kami sampaikan bahwa ini adalah putusan adalah putusan untuk Richard, apapun keputusan hari ini, kita akan ikhlas kita akan terima," kata Ronny.

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat, Richard Eliezer alias Bharada E bersiap menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Sidang hari ini mendengarkan pembacaan vonis yang disampaikan oleh Majelis Hakim. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Sedangkan dari kubu jaksa penuntut umum (JPU) pada Kejaksaan Agung RI (Kejagung) menyatakan belum memutuskan apakah mengajukan banding atau tidak, meski putusan itu jauh lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa.

Di mana, jaksa menuntut Bharada E dengan pidana 12 tahun penjara.

"Akan mempelajari lebih lanjut terhadap seluruh pertimbangan hukum dan alasan-alasan hukum yang disampaikan dalam putusan a quo untuk menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan lebih lanjut," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangannya pada Rabu (15/2/2023)

Tak hanya mempelajari putusan Majelis Hakim secara utuh, Kejaksaan juga akan mempertimbangkan pemberian maaf dari keluarga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

"Mempertimbangkan secara mendalam rasa keadilan yang berkembang dalam masyarakat dan pemberian maaf dari keluarga korban kepada terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu," ujarnya.

Jadwal bebasnya Bharada E pada Februari 2024 itu juga belum dihitung jika yang bersangkutan mendapatkan remisi potongan masa hukuman yang diterima Bharada E.

Nasib Bharada E Sebagai Anggota Polri

Dua analisis terkait nasib Bharada E sebagai anggota Polri disampaikan oleh pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto dan peneliti ASA Indonesia Institute, Reza Indragiri Amriel.

Menurut Bambang, status Bharada E sebagai anggota kepolisian sudah tertutup lantaran telah divonis bersalah dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J.

Pernyataannya itu merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Bambang menilai, meski ada Peraturan Kapolri (Perkap) yang juga mengatur pemberhentian anggota Polri, PP Nomor 1 Tahun 2003 itu wajib menjadi rujukan.

Sehingga, saat pasal di Perkap bertentangan dengan PP, maka otomatis pasal dalam Perkap akan gugur dengan sendirinya.

"Ukuran kurang atau lebih lima tahun (vonis hukuman penjara) ini ada dalam Peraturan Kapolri. Yang menjadi pertanyaan adalah, ukuran lima tahun itu merujuk atau mempertimbangkan aturan di atasnya yang mana?"

"Sepengetahuan saya dalam tata perundangan, PP tentu lebih tinggi dari Perkap. Kalau Perkap bertentangan dengan PP, otomatis pasal dalam Perkap itu gugur dengan sendirinya," ujarnya ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (15/2/2023).

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat, Richard Eliezer alias Bharada E bersiap menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Sidang hari ini mendengarkan pembacaan vonis yang disampaikan oleh Majelis Hakim. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Bambang menilai jika tidak ada sanksi berupa Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) bagi Bharada E, maka akan memunculkan preseden buruk di tubuh Polri.

Hal itu, lanjutnya, lantaran Eliezer melakukan tindak pidana karena menerima perintah atasannya yaitu Ferdy Sambo.

Selain itu, Bambang juga menganggap jika Eliezer tetap menjadi anggota Polri meski divonis pidana, maka akan melunturkan semangat membangun Korps Bhayangkara yang profesional.

"Kita ingin membangun polisi yang profesional atau tidak? Kalau taat pada pimpinan untuk melakukan hal yang salah diampuni, artinya kita permisif pada pelanggaran dan jauh dari semangat membangun polisi profesional," katanya.

Bambang menilai, vonis yang dijatuhkan kepada Eliezer juga bukan akibat situasi genting seperti perang atau operasi keamanan.

"Artinya, (Bharada E) dalam kondisi normal menjalankan perintah atasan tanpa berpikir pada aturan tetap tak bisa dibenarkan pada anggota Brimob sekalipun," tuturnya.

Richard Tetap Bisa Jadi Anggota Polisi karena Dihukum Di Bawah 2 Tahun Penjara

Sementara menurut Reza, Bharada E tetap bisa menjadi anggota Polri meski telah dijatuhi vonis.

Hal tersebut karena Bharada E dihukum di bawah dua tahun penjara.

Reza menilai hal ini selaras dengan pernyataan Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang menetapkan batas hukuman pidana maksimal bagi anggota Polri yang patut untuk disanksi PTDH.

"Kapolri Listyo Sigit Prabowo sebenarnya sudah menetapkan batas hukuman pidana maksimal yang akan berlanjut dengan pemecatan personel Polri secara tidak hormat. Yaitu, bagi Brotoseno jika dia dihukum di atas dua tahun penjara, dia akan dikeluarkan dari Polri."

"Nah kalau itu dijadikan acuan, maka hukuman bagi Eliezer maksimal dua tahun saja. Itulah batas hukuman jika hakim ingin menyelamatkan masa depan Eliezer sebagai anggota Polri," tuturnya dalam keterangan tertulis.

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat, Richard Eliezer alias Bharada E bersiap menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Sidang hari ini mendengarkan pembacaan vonis yang disampaikan oleh Majelis Hakim. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Bharada E Divonis 1 Tahun 6 Bulan Penjara

Seperti diketahui, Bharada E divonis 1 tahun enam bulan penjara oleh hakim dalam kasus ini.

Adapun vonis ini lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yaitu meminta dijatuhi hukuman 12 tahun penjara.

Mendengar vonis tersebut, Bharada E langsung menangis sembari mengatupkan kedua tangannya di depan wajahnya.

Pada amar putusan vonis ini, hakim mengungkapkan hal-hal yang memberatkan bagi Bharada E yaitu hubungan dengan Brigadir J tidak dihargai Bharada E.

Sementara untuk hal yang meringankan, hakim mengatakan ada enam poin, yaitu Richard adalah saksi pelaku dalam persidangan, sopan selama persidangan, belum pernah dihukum, masih berusia muda.

Serta, terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

Ditambah keluarga Brigadir J telah memaafkan Richard.

Pada kesempatan yang sama, hakim juga mengungkapkan pertimbangan lain yaitu Richard sebagai justice collaborator (JC) dalam kasus ini.

Tak hanya itu, pertimbangan eksternal lainnya, yaitu permohonan Amicus Curiae oleh pengamat hukum hingga aliansi-aliansi hukum di Indonesia juga menjadi bahan hakim menjatuhkan vonis kepada Bharada E.

Sejumlah pendukung Richard Eliezer bersorak usai mendengarkan vonis majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (15/2/2023). Suasana persidangan sempat ricuh usai majelis hakim menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan akibat dari pihak pengadilan menghalangi wartawan untuk meliput. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

Sebagai informasi, selain Bharada E, vonis juga telah diumumkan terhadap empat terdakwa lain, yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.

Untuk Ferdy Sambo, dirinya dijatuhi hukuman mati yang mana lebih berat dari tuntutan JPU, yaitu penjara seumur hidup.

Sementara Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara yang juga lebih berat daripada tuntutan JPU, yakni penjara delapan tahun.

Lalu, Ricky dihukum 13 tahun penjara dan Kuat Maruf divonis lebih berat dari RR yaitu 15 tahun penjara.

Adapun mereka didakwa melanggar pasal 340 subsidair pasal 338 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, atau paling lama 20 tahun penjara. (tribun network/thf/Tribunnews.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini