TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Umum Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) Nasyirul Falah Amru mendesak aparat kepolisian menindak pelaku pembubaran ibadah jemaat Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) di Kelurahan Rajabasa Jaya, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung.
Pria yang akrab disapa Gus Falah ini menegaskan, tindakan intoleran yang dilakukan segelintir warga itu merupakan pelanggaran hukum.
"Tindakan pembubaran ibadah oleh oknum warga itu telah melanggar hukum, khususnya Undang-undang (UU) Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Azasi Manusia," tegas Gus Falah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (21/2/2023).
Seperti diketahui, beredar video pembubaran ibadah jemaat Kristen di Gereja Kristen Kemah Daud di Jalan Soekarno Hatta Gang Anggrek RT 12 Kelurahan Rajabasa Jaya, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung.
Gus Falah melanjutkan, Polisi berhak menindak para pelaku intoleransi di manapun, termasuk pelaku pembubaran ibadah jemaat GKKD di Bandar Lampung, dengan berpedoman pada UU Pengadilan HAM tersebut.
Terkait persoalan perizinan, Gus Falah menegaskan hal itu tetap tak bisa menjadi pembenaran untuk membubarkan ibadah.
Justru, lanjutnya, apabila para pelaku pembubaran itu mengaku sebagai umat Rasulullah SAW, seharusnya mereka melindungi jemaat GKKD untuk tetap beribadah sesuai agamanya.
"Islam itu agama Rahmatan lil ‘Alamin atau agama yang menjadi rahmat bagi semesta alam, jadi kita sebagai Muslim seharusnya mewujudkan ajaran Islam yang demikian," ujar Gus Falah.
“Kita seharusnya meneladani Rasulullah SAW yang dengan Piagam Madinahnya mengamanatkan perlindungan mutlak bagi umat-umat beragama lain, ini yang harus kita pegang teguh, bukannya terpaku pada persoalan perizinan yang lebih rendah levelnya dari ajaran Rasulullah, ” ucap Ketua Tanfidziyah PBNU itu.
Viral di Media Sosial
Viral video diduga pembubaran ibadah di Gereja Kristen Kemah Daud yang berada di Jalan Soekarno Hatta, Gang Anggrek, Rajabasa, Bandar Lampung, Minggu (19/2/2023).
Seseorang yang diduga membubarkan ibadah tersebut merupakan Ketua RT setempat.
Ketua RT 12, Kelurahan Rajabasa Jaya, Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung, Wawan Kurniawan mengaku dirinya tidak membubarkan ibadah.
Wawan Kurniawan mengatakan kedatangannya ke Gereja Kemah Daud guna mengingatkan terkait perizinan.
Baca juga: Viral Ketua RT Bubarkan Ibadah di Gereja Bandar Lampung, Ternyata Permasalahan Terjadi Sejak 2014
Pasalnya, menurut Wawan, gereja tersebut tak memiliki izin.
"Tidak ada perizinan, makanya kami datang untuk mengingatkan," kata Wawan.
Wawan juga mengungkapkan, kemarin ia datang hanya bersama linmas dan juga lurah setempat.
"Kami datang untuk mengingatkan, karena memang ini tidak ada izinnya," paparnya.
Awal Izin Gereja untuk Pilpres
Lurah Rajabasa Jaya, Rajabasa, Bandar Lampung, Sumarno menyebut, Gereja Kemah Dauh Bandar Lampung tak memiliki izin.
Lantaran tak memiliki izin itulah, Sumarno beserta Linmas dan Ketua RT setempat, datang memberi imbauan kepada pihak Gereja Daud, pada Minggu (20/2/2023).
Sumarno mengatakan, gedung yang digunakan Gereja Kemah Daud awalnya mengajukan izin pada tahun 2014 sebagai gedung yang digunakan untuk Pilpres.
Akan tetapi setelahnya, tempat tersebut digunakan tempat beribadah.
Kemudian pada surat pernyataan yang tertulis pada 10 Desember 2016 dan ditandatangani pihak gereja yakni Naik Siregar, dituliskan tiga point antara lain:
1. Gedung GKKD belum memiliki izin sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Mendagri No 8 Tahun 2006/No 9 tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadat.
2. Adanya penolakan dari warga Kelurahan Rajabasa Jaya.
3. Dengan ini menyatakan tidak akan menggunakan gedung tersebut untuk kegiatan peribadatan dalam bentuk apapun, sebelum ada izin pemerintah berdasarkan SKB Mendagri dan Menag.
Dalam surat pernyataan tersebut ditandatangani RT 12, tokoh agama, Bhabinkamtibmas, Naik Sirergar, dan beberapa tokoh lain.
Akar Masalah Menurut Polisi
Polisi buka suara soal kasus viralnya sejumlah massa yang melarang umat Kristen beribadah di Gereja Kristen Kemah Daud di Jalan Soekarno-Hatta, Gang Anggrek, Rajabasa, Bandar Lampung.
Kapolresta Bandar Lampung Kombes Pol Ino Harianto menyebut persoalan tersebut sudah terjadi sejak 2014 silam.
"Sudah dari 2014, enggak seketika terjadi," kata Ino saat dihubungi, Senin (20/2/2023).
Ino mengatakan insiden yang sebenarnya bukan pelarangan umat Kristen untuk beribadah, melainkan masyarakat hanya mempertanyakan soal izin kegiatan tersebut.
Karena, ibadah itu digelar di sebuah rumah tinggal, bukan di sebuah tempat ibadah. Rumah itu, lanjut Ino, kemudian diubah untuk dijadikan sebagai tempat ibadah.
"Masyarakat itu intinya tidak melarang, tapi ada aturan yang harus dipenuhi, itu kan mau beribah, masyarakat tanya izinnya mana," ungkapnya.
Lebih lanjut, Ino menyampaikan saat ini Forkopimda Kota Bandar Lampung tengah melakukan pembahasan untuk mencari solusi atas permasalahan ini.
"Kami serap apa aspirasinya, maunya apa, sudah bertemu dengan pihak gereja, dari informasi-informasi itu sore ini kami rapatkan di tingkat pemerintah kota, apapun keputusannya yang terbaik lah," tutur Ino.