TRIBUNNEWS.COM - Petisi berjudul 'Kami Bersama Ferdy Sambo' muncul dan berisi penolakan vonis hukuman mati bagi terpidana kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Ferdy Sambo.
Adapun petisi tersebut, muncul di laman change.org dan telah dibuat sejak Selasa (21/2/2023).
Hingga hari ini, Jumat (24/2/2023) pukul 11.36 WIB, ada 1.540 orang yang telah menandatangani petisi tersebut.
Pada deskripsi petisi itu, tertulis bahwa vonis mati terhadap Ferdy Sambo dinilai berlebihan dan dianggap hanya untuk memenuhi desakan publik.
"Kami menolak hukuman mati Ferdy Sambo, beliau memang bersalah tapi hukuman mati sangatlah berlebihan. Banyak pertimbangan yang tidak dipakai hakim karena desakan publik dan kemauan dari beberapa pihak," demikian tertulis dalam deksripsi petisi tersebut.
Selain itu, menurut pembuat petisi, diakui bahwa korban yaitu Brigadir J memang membutuhkan keadilan.
Baca juga: Pihak Brigadir J Minta Rumah Dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga Jadi Museum, sebagai Pengingat Polri
Namun, Ferdy Sambo juga dianggap membutuhkan keadilan karena dirinya hanya manusia biasa yang tidak bisa luput dari kesalahan.
"Berkali-kali beliau mengaku salah, meminta maaf, dan bertanggung jawab tapi seolah-olah tidak ada ampunan tidak diberikan kesempatan untuk bertobat dan memperbaiki diri," lanjut deskripsi dalam petisi itu.
"Terimakasih sudah berani melawan arus dunia, berani bersuara tentang ketidakadilan di negeri ini," akhir deskripsi petisi tersebut.
Beragam komentar juga muncul dari beberapa warganet terkait vonis mati yang dijatuhkan kepada eks Kadiv Propam Polri itu.
"Beliau Hanya Membela Harkat dan Martabat istrinya. Beliau sudah meminta maaf dan mengau salah kenapa tidak diberi kesempatan untuk bertobat dan memperbaiki diri, mengabdi 28 tahun bukan waktu sebentar, jangan krna hanya tekanan publik melupakan fakta persidangan bahkan motif pun masih abu2 #RipKeadilan #KamiBersamaFerdySambo," komentar akun bernama Suci Wulan.
Bahkan, ada komentar yang menyinggung Menko Polhukam, Mahfud MD lantaran dianggap ikut mengintervensi keputusan hakim dalam memvonis Ferdy Sambo.
"Mahfud MD ikut ikutan mengintervensi hukum, sehingga membuat hakim ikut arus opini publik," tulis akun bernama Tien Hulu.
Baca juga: Hendardi: Anggota Polri yang Tak Tahu, Tapi Jadi Korban Prank Ferdy Sambo, Layak Dipulihkan Haknya
Tak sampai di situ, ada pula warganet yang menganggap vonis hakim kepada Bharada Richard Eliezer atau Bharada E yaitu hukuman penjara 1,5 tahun tidaklah adil.
"saya tidak setuju beliau di hukum mati krn beliau hanya membela harkat dan martabat keluarganya. hukum di negeri ini sungguh aneh, org yg menembak berkali2 (Bharada E) hanya d hukum 1.5 th dan tidak di ptdh. RIP Keadilan di Indonesia," tulis akun Nathan Gerald.
Baca juga: Hakim Sebut Arif Rahman Arifin Sejatinya Punya Daya Kesempatan Tolak Perintah Ferdy Sambo
Seperti diketahui sebelumnya, Ferdy Sambo adalah terpidana yang vonisnya paling berat, yaitu dijatuhi hukuman mati.
Adapun vonis tersebut lebih berat ketimbang tuntutan jaksa yaitu hukuman penjara seumur hidup.
Selain itu, hakim ketua, Wahyu Iman Santoso juga menyebut, tidak ada hal yang meringankan dalam vonis Ferdy Sambo.
Sementara ada beberapa hal yang memberatkan dalam vonis terhadap Ferdy Sambo, yaitu telah menghilangkan nyawa Brigadir J dan membuat duka bagi keluarga korban.
Lalu, tindakan Ferdy Sambo dianggap menimbulkan kegaduhan di masyarakat serta tidak pantas dilakukan oleh aparat penegakan hukum dan petinggi Polri.
Kemudian, perbuatan Ferdy Sambo disebut telah mencoreng institusi Polri dan menyebabkan banyak anggota Korps Bhayangkara terlibat.
"Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata dunia dan internasional."
"Perbuatan terdakwa telah menyebabkan banyaknya anggota Polri yang lainnya yang turut terlibat," terang Hakim Wahyu.
Baca juga: Pakar Usul Polisi yang Terlibat Kasus Brigadir J Buat Paguyuban Korban Manipulasi Sambo
Terakhir, Ferdy Sambo dianggap berbelit-belit selama persidangan.
Selain Ferdy Sambo, empat terdakwa lain juga telah mendengarkan vonisnya yaitu Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Untuk Putri Candrawathi, ia divonis 20 tahun penjara dan lebih berat dari tuntutan jaksa yaitu dihukum delapan tahun penjara.
Senada dengan Putri, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf juga divonis lebih berat dari tuntutan jaksa yaitu masing-masing 13 tahun penjara dan 15 tahun penjara.
Sementara Bharada E menjadi satu-satunya terdakwa yang divonis lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu 1,5 tahun.
Mereka terbukti melanggar pasal 340 subsidair pasal 338 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, atau paling lama 20 tahun penjara.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Polisi Tembak Polisi