TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dan Inggris belum mencapai kata sepakat terkait penanganan perkara dugaan korupsi di Garuda Indonesia.
Diketahui, saat ini lembaga antikorupsi Inggris yaitu Serious Fraud Office (SFO) sedang menangani dugaan suap yang dilakukan produsen pesawat Bombardier di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Sementara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sendiri telah menangani kasus dugaan suap dan pencucian uang terkait pengadaan pesawat di Garuda Indonesia, termasuk pesawat Bombardier.
"Sejauh ini masih dalam tahap pembahasan bersama beberapa hal persoalan teknis kerja sama," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Selasa (28/2/2023).
Baca juga: Bikin Rugi, Garuda Kembalikan Pesawat Bombardier CRJ1000, Ini Spesifikasinya
Berdasar informasi, Indonesia dan Inggris belum sepakat mengenai pembagian kompensasi atau denda atas perkara suap yang dilakukan Bombardier.
SFO telah meminta bantuan Indonesia dalam penyelidikan dugaan suap Bombardier.
Namun, Indonesia belum menyerahkan kepada SFO terkait bukti yang dikumpulkan saat menangani dugaan korupsi di Garuda Indonesia dalam pengadaan pesawat Bombardier.
Hal ini lantaran Indonesia berharap adanya pembagian kompensasi atas denda yang nantinya bakal dijatuhkaan kepada produsen pesawat asal Kanada tersebut.
Permintaan Indonesia berkaca pada penanganan dugaan suap yang dilakukan Airbus di sejumlah negara termasuk Indonesia.
Dari perjanjian penangguhan penuntutan senilai 3,6 miliar Euro yang ditandatangani Airbus dengan otoritas Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat pada 2020, Indonesia tidak mendapatkan bagian kompensasi.
Padahal, Indonesia membantu terungkapnya kasus suap tersebut.
"Perlu ada kejelasan beberapa poin kerja sama dimaksud," jelas Ali.
Baca juga: KPK Pegang Banyak Data untuk Bantu Lembaga Antirasuah Inggris Usut Suap Pesawat Bombardier-Garuda
Pada prinsipnya, Ali menekankan, KPK dan pemerintah Indonesia siap bekerja sama dengan otoritas negara lain dalam pengungkapan kasus korupsi.
Namun, kerja sama itu harus didasarkan pada prinsip masing-masing negara.
Termasuk prinsip saling bertukar informasi yang menguntungkan kedua belah pihak.
"Saat ini baik Indonesia dan Inggris akan menyelesaikannya secara pararel yang didasari kepada semangat kerja sama dan persahabatan," ujar Ali.
"Terlebih Indonesia dalam posisi sebagai korban kejahatan yang diduga melibatkan perusahaan asing dimaksud," imbuhnya.
Baca juga: Garuda Dukung Upaya Penegakan Hukum Lembaga Anti Korupsi Inggris Terkait Dugaan Suap Bombardier
Diketahui, KPK telah menangani kasus korupsi di Garuda sejak awal 2017 silam.
Terdapat tiga orang yang dijerat KPK atas kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia dan pencucian uang.
Ketiga orang itu, yakni mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar; pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus Beneficial Owner Connaught International Pte ltd Soetikno Soedarjo; dan mantan Direktur Teknik PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno.
KPK telah mengeksekusi Emirsyah ke Lapas Sukamiskin pada 3 Februari 2021 silam setelah kasasi yang diajukannya ditolak Mahkamah Agung (MA).
Di Lapas Sukamiskin, Emirsyah bakal menjalani hukuman delapan tahun pidana penjara dikurangi masa tahanan sebagaimana putusan Pengadilan Tipikor Jakarta yang dikuatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI dan MA.
Selain dihukum delapan tahun pidana penjara, Emirsyah Satar juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan serta kewajiban membayar uang pengganti sejumlah 2.117.315,27 dolar Singapura selama dua tahun.
Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Emirsyah terbukti menerima suap senilai Rp49,3 miliar dan pencucian uang senilai sekitar Rp87,464 miliar.
Emirsyah terbukti menerima suap dari sejumlah produsen pesawat, yakni Airbus SAS, Rolls-Royce PLC, Avions de Transport Regional (ATR), dan Bombardier Inc.
Untuk pemberian dari Airbus, Rolls-Royce, dan ATR diterima Emirsyah melalui Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo.
Sedangkan dari Bombardier disebut melalui Hollingsworld Management International Ltd Hong Kong dan Summerville Pacific Inc.
Uang yang diterima Emirsyah dari Rolls-Royce Plc melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa dan Connaught International terkait TCP mesin RR Trent 700 untuk enam unit pesawat Airbus A330-300 PT Garuda Indonesia yang dibeli tahun 1989 dan empat unit pesawat yang disewa dari AerCAP dan International Lease Finance Corporation (ILFC).
Untuk uang dari Airbus terkait pengadaan pesawat Airbus A330-300/200 dan pengadaan pesawat Airbus A320 Family.
Kemudian uang dari Bombardier melalui Hollingworth Management International (HMI) dan Summerville Pasific Inc terkait pengadaan pesawat Sub-100 seater Canadian Regional Jet 1.000 Next Generation (CRJ1.000NG).
Sedangkan uang dari ATR melalui Connnaught International terkait pengadaan 21 pesawat ATR 72 seri 600.
Selain Emirsyah, Soetikno Soedarjo juga telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman enam tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan.
Sementara, mantan Direktur Teknik PT Garuda Indonesia, Hadinoto Soedigno divonis delapan tahun pidana penjara dan denda Rp1 miliar subsider tiga bulan kurungan serta uang pengganti sejumlah 2.302.974,08 dolar AS dan sejumlah 477.560 Euro atau setara dengan 3.771.637,58 dolar Singapura subsider empat tahun pidana.
Namun, Hadinoto meninggal dunia saat perkaranya masih berproses di tingkat kasasi.