Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Demokrat Herman Khaeron meminta Ketua Umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) I Gede Pasek Suardika tak membuat bluffing alias gertakan terhadap partainya.
Hal itu terkait mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang disebut akan buka-bukaan terkait kasus yang menjeratnya seusai bebas penjara.
Herman mengatakan kasus yang menimpa Anas hingga dijebloskan ke penjara melalui proses hukum.
"Ya semuanya kan sudah melalui proses hukum dan menurut saya enggak usahlah Ketua PKN (Gede Pasek) bluffing-bluffing," kata Herman di kantor DPP Partai Demokrat, Menteng, Jakarta, Kamis (2/3/2023).
Baca juga: Surat Anas Urbaningrum dari Balik Jeruji Besi Jelang Bebas, Bahas soal Kezaliman dan Kriminalisasi
Dia mengajak Anas dan PKN agar berkontetasi secara sehat dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024 mendatang.
"Marilah berkontestasi secara sehat secara baik supaya betul-betul masyarakat merasakan bahwa Pemilu ataupun kontestasi politik ini adalah pesta demokrasinya rakyat," ujar Herman.
Dalam Pemilu 2024, Herman meyakini partai berlambang mercy tersebut kembali mendulang suara seperti 2009.
"Oleh karena itu kami tetap optimis Demokrat dapat mendulang kembali suara lebih banyak dan tentu bisa mendulang sukses seperti 2009," ucapnya.
Sebelumnya, Pasek mengatakan Anas akan mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi terkait kasusnya setelah bebas dari penjara.
"Yang pasti beliau setelah keluar baru mendapatkan ruang untuk menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi," kata Pasek pada Rabu (1/3/2023).
Pasek merasa janggal ketika Anas ditersangkakan menerima gratifikasi Toyota Harrier, sementara dalam sidang peninjauan kembali (PK) tidak terbukti.
"Ditersangkakan menerima gratifikasi mobil Harrier hingga akhirnya berhenti jadi Ketum tapi di putusan PK itu tidak terbukti," ujarnya.
Selain itu, dia juga menilai hingga kini belum jelas kasus yang menjerat Anas terjadi di kementerian atau lembaga mana.
"Malah dihukum dengan gratifikasi berbagai proyek lain yang bersumber dari APBN tetapi sampai saat ini tidak dijelaskan di lembaga atau kementerian mana kasusnya," ujar Pasek.
Pasek juga menyinggung surat perintah penyidikan (sprindik) Anas yang dinilainya ada kejanggalan.
"Hanya ada satu kasus sprindik dengan tambahan dan proyek proyek lainnya. Sampai sekarang tidak pernah ada lagi di kasus mana pun. Itulah salah satu contohnya," imbuhnya.