Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa koneksitas mendakwa perkara dugaan korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) kontrak sewa satelit Artemis Avanti di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI tahun 2015, telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp 453.094.059.540,68 atau Rp 453 miliar.
Jaksa koneksitas dalam perkara ini terdiri dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dan Oditur dari pihak militer.
Pasalnya, terdakwa dalam perkara ini meliputi pihak sipil dan pihak militer.
Adapun kerugian negara itu dituangkan dalam surat dakwaan terhadap terdakwa Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemenhan periode Desember 2013-Agustus 2016, Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto; terdakwa Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma, Arifin Wiguna; serta terdakwa Direktur Utama PT Dini Nusa Kusuma, Surya Cipta Witoelar;
Dakwaan dibacakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada hari ini, Kamis (2/3/2023).
“Para terdakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu telah memperkaya korporasi Avanti Communications Limited sebesar Rp 453.094.059.540,68 yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, yaitu merugikan keuangan negara yang keseluruhannya sebesar Rp 453.094.059.540,68,” bunyi surat dakwaan.
Baca juga: Tersangka Kasus Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Kementerian Pertahanan Segera Disidang
Tim jaksa mengungkapkan, dugaan kerugian negara itu berdasar laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT pada Kemenhan tahun 2012-2021 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor: PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022.
Dijelaskan, mulanya, Agus Purwoto diminta oleh Arifin Wiguna dan Surya Cipta Witoelar untuk menandatangani kontrak sewa satelit floater, yakni Satelit Artemis antara Kemenhan RI dengan Avanti Communication Limited.
Padahal, menyewa Satelit Artemis tidak diperlukan.
Terlebih, menurut jaksa, ketika itu Agus Purwoto tidak berkedudukan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan satelit tersebut.
Baca juga: BREAKING NEWS: Kejaksaan Agung Tahan Empat Tersangka Kasus Korupsi Satelit Kementerian Pertahanan
Sehingga, tindakannya tidak sesuai dengan tugas pokok dan tidak punya kewenangan untuk menandatangani kontrak.
“Karena tidak pernah mendapat penunjukan sebagai PPK dari Pengguna Anggaran (PA), dalam penandatanganan kontrak tersebut,” kata tim jaksa.
Jaksa lebih jauh juga menegaskan, anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) di Kemenhan tentang pengadaan satelit tersebut belum tersedia.
Selain itu, pengadaan satelit ini juga belum dibuat Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa dan belum ada Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of Reference (TOR) serta belum ada Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
“Tidak ada proses pemilihan penyedia barang/jasa, dan wilayah cakupan layanan Satelit Artemis tidak sesuai dengan filing Satelit di Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT),” kata jaksa.
Jaksa mengatakan, satelit Artemis memiliki spesifikasi yang berbeda dengan satelit sebelumnya yaitu Satelit Garuda-1.
Atas perbuatannya, Agus, Arifin Wiguna, dan Surya Cipta Witoelar dijerat karena melanggar Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.