Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa diduga menggunakan beberapa sandi atau istilah khusus dalam pengedaran narkoba melalui anak buahnya, AKBP Dody Prawiranegara.
Sandi-sandi itu digunakan dalam perintahnya sejak Dody meminta petunjuk waktu press release pengungkapan kasus 41,3 kilogram sabu di Polres Bukittinggi.
Istilah pertama yang digunakan Teddy ialah "Cepu."
Baca juga: Ahli Bahasa Sebut Perintah Irjen Teddy Minahasa Musnahkan Sabu Tak Main-Main
Saat itu, Teddy memerintahkan agar Dody menghubungi Anita Cepu yang belakangan diketahui bernama lengkap Linda Pujiastuti.
Menurut Ahli Bahasa spesialisasi Linguistik Forensik dari Universitas Negeri Jakarta Krisanjaya, Cepu merupakan istilah yang tak ada di dalam kamus.
Oleh sebab itu, maknanya bergantung pada kesepakatan di lingkungan tersebut.
"Itu tergolong dalam slang yaitu ungkapan yang belum masuk dalam kamus, maka maknanya belum diketahui oleh umum," ujarnya dalam sidang lanjutan kasus peredaran narkoba atas terdakwa AKBP Dody Prawiranegara, Kompol Kasranto, dan Linda Pujiastuti alias Mami Linda di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (8/3/2023).
Baca juga: Sempat Dituding Salah Pasal, Jaksa Pede Dakwaan Irjen Teddy Minahasa dkk Terbukti
Kemudian ada istilah "Carikan lawan" yang pernah digunakan Teddy Minahasa kepada Dody.
Menurur Krisanjaya, kata "Carikan" sudah jelas bermakna perintah untuk mencari.
Sementara kata "Lawan," disebut Krisanjaya bergantung pada konteks pembicaraan pada saat itu.
"Yang dimaksud 'Lawan' harus hadir dalam konteks," katanya.
Kemudian ada pula istilah 'Sembako dari Padang' yang juga muncul dalam perkara ini.
Sama seperti "Lawan," kata "Sembako" dalam frasa ini disebut Krisanjaya juga memiliki makna yang bergantung pada konteksnya.
"Sembako harus perlu teks sebelum dan sesudahnya, apakah istilah sembako itu kata umum sembilan bahan pokok atau seperti sebuah sandi yang dipahami oleh para pihak saja," ujarnya.
Baca juga: Ahli Bahasa Ungkap Makna Surat Irjen Teddy Minahasa untuk AKBP Dody Prawiranegara: Kalimat Perintah
Sebagai informasi, perkara ini telah menyeret tujuh terdakwa yang sedang menjalani proses persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Ketujuh terdakwa itu ialah: Mantan Kapolda Sumatra Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa; Mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara; Mantan Kapolsek Kalibaru, Kompol Kasranto; Mantan Anggota Satresnarkoba Polres Jakarta Barat, Aiptu Janto Parluhutan Situmorang; Linda Pujiastuti alias Anita Cepu; Syamsul Maarif alias Arif; dan Muhamad Nasir alias Daeng.
Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU) membeberkan peran masing-masing terdakwa dalam perkara ini.
Irjen Teddy Minahasa diduga meminta AKBP Dody Prawiranegara sebagai Kapolres Bukittinggi untuk menyisihkan sebagian barang bukti sabu dengan berat kotor 41,3 kilogram.
Pada 20 Mei 2022 saat dia dan Dody menghadiri acara jamuan makan malam di Hotel Santika Bukittinggi, Tedy meminta agar Dody menukar 10 kilogram barang bukti sabu dengan tawas.
Meski sempat ditolak, pada akhirnya permintaan Teddy disanggupi Dody.
Pada akhirnya ada 5 kilogram sabu yang ditukar tawas oleh Dody dengan menyuruh orang kepercayaannya, Syamsul Maarif alias Arif.
Kemudian Teddy Minahasa sempat meminta dicarikan lawan saat hendak menjual barang bukti narkotika berupa sabu.
Permintaan itu disampaikannya kepada Linda Pujiastuti alias Anita Cepu sebagai bandar narkoba.
Dari komunikasi itu, diperoleh kesepakatan bahwa transaksi sabu akan dilakukan di Jakarta.
Kemudian Teddy meminta mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara untuk bertransaksi dengan Linda.
Linda pun menyerahkan sabu tersebut ke mantan Kapolsek Kali Baru, Tanjung Priok Kompol Kasranto.
Lalu Kompol Kasranto menyerahkan ke Aiptu Janto Parluhutan Situmorang yang juga berperan menyerahkan narkotika tersebut ke Muhamad Nasir sebagai pengedar.
"28 Oktober terdakwa bertemu saksi Janto P Situmorang di Kampung Bahari. Saksi Janto P Situmorang memberikan rekening BCA atas nama Lutfi Alhamdan. Kemudian saksi Janto P Situmorang langsung menyerahkan narkotika jenis sabu kepada terdakwa," ujar JPU saat membacakan dakwaan Muhamad Nasir dalam persidangan Rabu (1/2/2023).
Akibat perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana subsidair Pasal 112 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.