News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Rekening Pejabat Pajak

Pemblokiran Rekening Rafael Alun Dianggap Melanggar Hukum

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo akhirnya muncul di hadapan publik setelah kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan anaknya, Mario Dandy Satriyo, kepada Cristalino David Ozora, putra dari pengurus pusat GP Ansor, viral dua pekan lalu.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Pahrur Dalimunthe menilai pemblokiran rekening mantan pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo melanggar hukum.

Menurut dia, tidak ada aturan yang mengatur soal pemblokiran rekening berdasarkan dugaan TPPU seseorang.

"Di Indonesia, perbuatan Rafael bukan pidana, jadi enggak boleh ada upaya paksa blokir-blokir. Hanya bisa blokir kalau sudah penyidikan. Tidak ada aturan mana pun dalam UU kita yang bisa lakukan upaya paksa tanpa pro justitia," kata dia kepada awak media, Selasa (14/3/2023).

Menurut Managing Partner Firma Hukum Dalimunthe & Tampubolon (DNT) Lawyers itu, kasus ini juga belum masuk tahap penyidikan dan penyelidikan.

"Sekarang yang menangani kasus Rafael di KPK hanya Kedeputian Pencegahan. Jadi, no case. Enggak ada sprindik, enggak ada sprinlidik. Jadi, tidak ada dasar blokir rekening," tambahnya.

Dia menilai KPK harus menemukan pidana asal baru melakukan pengusutan TPPU terhadap Rafael. 

Menurutnya, TPPU merupakan pengembangan dari pidana pokok. 

"Ngawur kalau orang bilang kasus ini TPPU kalau belum ada pidana asalnya," kata dia.

Di sisi lain, lanjut Pahrur, di berbagai negara tindakan Rafael bisa dipidana penjara dengan aturan Illicit Enrichment atau peningkatan kekayaan secara tidak sah.

Sejumlah negara sudah menerapkannya, antara lain Argentina, China, dan India. 

Menurutnya, sudah lebih dari 40 negara di dunia yang menggunakan aturan Illicit Enrichment.

"China termasuk negara yang gencar mempidanakan pejabat yang memiliki harta tidak wajar atau tidak sah," kata dia.

Lebih lanjut kata Pahrur, sebenarnya sejak 2003 Indonesia sudah direkomendasikan untuk mempidanakan penyelenggara negara dengan aturan Illicit Enrichment berdasarkan ratifikasi UNCAC di bawah PBB atau Konvensi Antikorupsi.

Dalam Pasal 20 UNCAC disebut tentang pemidanaan Illicit Enrichment, tetapi Indonesia sampai sekarang belum melakukan ratifikasi.

Baca juga: Apa Itu Safe Deposit Box? Tempat Rafael Alun Simpan Uang Rp 37 Miliar

"Prinsipnya, pejabat hang punya harta tidak wajar, terus tidak dapat dipertanggungjawabkan asal usulnya, maka bisa dipidana. Illicit Enrichment juga jadi pidana asal pencucian uang," kata dia.

Dia juga menilai PPATK tidak bisa melakukan pemblokiran paksa. 

PPATK berdasarkan Pasal 44 Ayat (1) Huruf i dan Pasal 65 UU tentang TPPU hanya memiliki kewenangan menghentikan transaksi maksimal 20 hari.

"PPATK berwenang menghentikan sementara transaksi jika ditemukan transaksi mencurigakan. Penghentian ini dilakukan selama pemeriksaan. Waktunya lima hari dan bisa diperpanjang 15 hari tambahan," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini