TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti-Teror Polda Bali Inspektur Jenderal Polisi (Purn) Yovianes Mahar resmi bergabung dengan Partai Golkar, pada Kamis (16/3/2023).
Bergabungnya Yovianes Mahar ditandai dengan penyerahan kartu tanda anggota (KTA) Partai oleh Ketua DPD Golkar Jawa Barat Ace Hasan Syadzily dan Ketua Ketua Pemenangan Pemilu Jawa Satu (DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten) Partai Golkar, MQ Iswara.
Dalam kesempatan tersebut, Yovianes, menyampaikan alasan dirinya bergabung dengan Partai Golkar.
Mantan Wakapolda Jawa Barat itu, dipilihnya Partai Golkar sebagai pelabuhan baru untuk bertarung di dunia politik. Karena dirinya meyakini partai pimpinan Airlangga itu merupakan partai yang moderat.
"Satu partai moderat yang akan membentuk masyarakat adil dan makmur dan masyarakat yang benar-benar nyaman dalam kehidupannya," ucap dia.
"Itulah yang membuat kami, mendorong kami, kami lihat memang salah satu partai juga yang soft, salah satu partai yang sangat bisa dilihat oleh masyarakat itu yang mengundang kami untuk memilih Golkar," terangnya.
Kini, Yovianes kini mengaku siap menjalankan visi misi partai berlambang pohon beringin tersebut.
"Kami lihat yang pada akhirnya dengan mengucap bismillah saya pilih Golkar sebagai bagaimana saya berpolitik nanti kedepan, bagaimana memajukan partai, dan bagaimana supaya visi misi daripada Golkar itu bisa tercapai," ucapnya.
Lebih jauh, Yovianes mengungkapkan alasan yang khusus mau terjun ke politik.
Pasalnya, dia menilai bahwa mengalamannya sebagai anggota Polri melihat langsung proses politik yang terjadi di Tanah Air.
Maka, berbekal pengalaman menjabat sejumlah jabatan strategis itu, dia ingin menciptakan politik yang baik dan benar untuk memperjuangkan rakyat.
"Setelah saya pensiun, saya berpikir dan belajar dan kemudian mencoba untuk menikmati, mencoba bagaimana terjun di dunia politik jauh hari sebelumnya tapi belum saya utarakan, belum saya sampaikan," bebernya.
"Saat-saat inilah saya kebetulan banyak bicara dengan Pak Iswara, dikasih pandangan, baru saya memutuskan memilih salah satu partai, yang sebelumnya partai-partai lain juga banyak yang baik, tapi menurut kami inilah partai terbaik," jelasnya.
Yovianes pun menepis jika keputusannya bergabung dengan Golkar atas bujukan dari internal partai.
"Saya rasa saya bukan orang yg gampang dipengaruhi," tukasnya.
Sebagai informasi, Irjen Pol. (Purn.) Yovianes Mahar adalah mantan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Bengkulu.
Irjen Yovi tercatat menjabat sebagai Kapolda Bengkulu sejak Oktober 2016 hingga April 2017.
Adapun jabatan terakhir jenderal bintang dua ini adalah Sahlijimen Kapolri.
Selain itu, Irjen Yovi juga pernah menjabat sebagai Kapolda Kepulauan Bangka Belitung (Babel).
Irjen Yovianes Mahar lahir di Jakarta pada tanggal 19 November 1959. Purnawirawan perwira tinggi (pati) adalah lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 1984.
Karier Irjen Yovi telah malang melintang di dalam kepolisian tanah air. Berbagai jabatan strategis di Korps Bhayangkara sudah pernah ia emban.
Ia tercatat pernah menjabat sebagai Kapolres Pacitan (2000), Kapolres Ngawi (2001), Kapolres Mojokerto (2003), dan Wakapolrestabes Denpasar (2005).
Yovianes Mahar juga sempat menduduki posisi sebagai Kaden 88/Antiteror Polda Bali (2006), Kapolrestabes Denpasar (2007), Dirreskrim Polda D.Y. (2008), Kasubdit V Dit I/Kamtrannas Bareskrim Polri, dan Dir III/ Kor dan WCC Bareskrim Polri (2009).
Baca juga: Mantan Kadensus 88 Anti Teror Gabung Partai Golkar, Ace Hasan: Siap Nyaleg di 2024
Pada tahun 2010, Irjen Yovi diangkat menjadi Wakapolda Jawa Barat. Kemudian pada tahun 2011 ia didapuk menjadi Irwil II Itwasum Polri.
Lalu, pada tahun 2016 Yovi diangkat menjadi Kapolda Kep. Babel. Pada tahun yang sama, ia dimutasi menjadi Kapolda Bengkulu. Ketika memasuki masa pensiunnya, Irjen Yovianes Mahar dimutasi menjadi Sahlijemen Kapolri.
Irjen Yovianes Mahar mempunyai rekam jejak yang panjang saat masih berdinas sebagai anggota Polri.
Putra Minang ini sudah pernah menangani sejumlah kasus besar di tanah air.
Ia pernah menjadi ketua tim penyidik di dalam Bareskrim Polri saat menahan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kala itu Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah. Adapun dalam kasus itu Bibit dan Chandra diduga melakukan penyalahgunaan wewenang.