TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan siap memenuhi panggilan Komisi III DPR RI untuk membahas pernyataannya terkait transaksi mencurigakan Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Masalah ini memang lebih fair dibuka di DPR. Saya tidak bercanda tentang ini," kata Mahfud Md dalam akun Twitternya @mohmahfudmd, dilihat Sabtu (18/3/2023).
Mahfud mengatakan dirinya sudah kembali ke Indonesia usai mengadakan pertemuan bilateral dan multilateral di Melbourne, Australia.
Ditegaskan Mahfud, dirinya dan PPATK tidak pernah mengubah pernyataan terkait persoalan pencucian uang Rp 300 triliun di Kemenkeu.
"Saya dan PPATK tidak mengubah statement bahwa sejak tahun 2009 PPATK telah menyampaikan info intelijen keuangan ke Kemenkeu tentang dugaan pencucian uang sekitar Rp 300 T. Saya siap dengan data otentik yang akan ditunjukkan kepada DPR," ucap dia.
“Karena itu, Senin besok saya menunggu undangan. Saya juga sudah mengagendakan pertemuan dengan PPATK dan Kemenkeu untuk membuat terang masalah ini agar publik paham apa yang terjadi," sambungnya.
Dia juga menyarankan agar semua pihak melihat kembali pernyataan PPATK di Kemenkeu.
"Pak Ivan tidak bilang info itu 'bukan pencucian uang'. Sama dengan yang saya katakan, beliau bilang itu bukan korupsi tapi laporan dugaan pencucian uang yang harus ditindaklanjuti oleh penyidik/Kemenkeu," tandasnya.
Diketahui, Komisi III DPR RI berencana memanggil Menkopolhukam Mahfud MD dan juga PPATK, untuk meminta penjelasan terkait dugaan transaksi janggal seniliai Rp300 Triliun di lingkungan pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Hal itu disampaikannya dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan Tema "Akibat Gaya Hedon, LHKPN Pejabat Kemenkeu Jadi Sorotan" di Media Center DPR/DPD/MPR, Senayan, Jakarta, Kamis (16/3/2023).
"Makanya di awal sidang ini, kami di awal persidangan ini kami akan memanggil PPATK dan Menkopolhukam untuk meminta keterangan atau menjelaskan terkait dengan standing yang saat ini berkembang di publik, paling sederhana adalah sekarang kalau bicara TPPU," kata Didik.
Sebelumnya, dugaan TPPU senilai Rp 300 T di Kementerian Keuangan tersebut diungkap Mahfud.
Namun, Didik mengatakan yang harus dipahami dalam TPPU tindak pidana yang tidak berdiri sendiri.
Dijelaskan Didik, TPPU harus ada predikat tindak pidana asalnya dan TPPU ini kan bukan hanya korupsi, pencucian uang, dari narkoba dari kejahatan ekonomi yang lain, kemudian kejahatan keuangan yang lainnya.
"Jika melihat bahwa apa yang ada di Rafael maupun temukan Rp 300 M ini ada potensi TPPU ya besar, potensi pencucian uangnya dari tindak pidana, tapi kan sekarang penegak hukum, ketika melihat bahwa ini ada sebuah fenomena tindak pidana pencucian uang, aparat hukum harus menemukan predikat menemukan tidak pidana asalnya dulu, karena itu hukum kita," tandasnya.
Sebelumnya Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap temuan transaksi janggal Rp300 triliun yang melibatkan 460 pegawai Kemenkeu. Ia menyebut mayoritas transaksi terjadi di Ditjen Pajak dan Bea Cukai.
Usai bertemu dengan jajaran petinggi Kemenkeu di Kantor Polhukam, Jumat malam, telah diketahui transaksi janggal tersebut merupakan tindak pencucian uang.
"Saya katakan transaksi yang mencurigakan sebagai tindakan atau tindak pidana pencucian uang," kata Mahfud di konferensi persnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, tindakan pencucian uang ini bukanlah sebuah tindak korupsi.
"Tindakan pidana pencucian uang itu bukan korupsi itu sendiri. Misalnya saya contoh yang paling gampang itu, tidak pidana pencucian uang itu yang baru dibongkar di PPATK sehari dua hari ini," jelas Mahfud.
Baca juga: Mahfud MD Janji Jelaskan Detail Soal Transaksi Mencurigakan Rp 300 T Bersama Menkeu Sri Mulyani
Sehingga melalui pernyataan ini pun Mahfud langsung turut menegaskan tidak ada korupsi yang terjadi di dalam Kemenkeu terkait dana RP300 triliun tersebut.
"Jadi tidak benar kalau kemudian isu berkembang di Kemenkeu ada korupsi 300 triliun," jelasnya.
Ada empat pejabat yang datang ke Kemenkopolhukam sore ini, mereka ialah Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dan Sekretaris Jenderal Kemenkeu Heru Pambudi.
Kemudian Inspektur Jenderal Awan Nurmawan dan dan (Plt) Kepala Biro Komunikasi dan Informasi (KLI) Kemenkeu Yustinus Prastowo.