TRIBUNNEWS.COM - Jonathan Latumahina, ayah Cristalino David Ozora (17) menarik ucapannya soal pemberian maaf kepada para tersangka penganiayaan, Mario Dandy Satriyo Cs.
Jonathan tak mau jika pemberian maaf kepada Mario Dandy Cs justru dimanfaatkan untuk meringankan hukuman.
Hal tersebut disampaikan Jonathan melalui cuitan Twitter @seeksixsuck pada Rabu (23/3/2023).
"Di hari ke 30 ini, ular beludak itu mau pake permaafan saya saat itu untuk meringankan mereka kelak. Saya tarik ucapan itu," tegas ayah David dalam cuitannya itu.
Cuitan tersebut, kata Jonathan, sengaja ditulis di depan anaknya yang kini masih terbaring di tempat tidur rumah sakit.
"Saya tulis disini, didepan anak saya yang detik ini belum sadar, masih berjuang karena kerusakan berat pada syaraf otaknya, bernafas melalui trakestomi dengan luka lubang di kerongkongannya dan ditanam infus vena besar di bahu kirinya, menggunakan selang NGT untuk makan dan minumnya," tulis Jonathan.
Baca juga: Kubu David Sebut Mario Dandy Sengaja Kirim Video Penganiayaan untuk Membanggakan Diri
Dengan mempertimbangkan kondisi David yang harus menjalani perawatan intensif ini, Jonathan berubah pikiran dan enggan memberikan maaf kepada Mario Dandy Cs.
Pasalnya Mario Dandy Cs secara brutal melakukan penganiayaan terhadap anaknya.
"Catat ini ya, saya tidak rela dan tidak ada ampunan apapun. Mintalah pada Tuhan kalian pengampunan itu," lanjut Jonathan.
Diketahui sebelumnya, Jonathan sempat memberikan maaf kepada Mario lantaran keluarganya sempat datang untuk menengok David di rumah sakit, pada 21 Februari 2023 lalu.
Bahkan keluarga Mario memintakan maaf atas perbuatan Mario terhadap David.
Meski telah memaafkan, Jonathan menegaskan proses hukum tetap harus dilaksanakan.
"Keluarga pelaku semalam datang minta maaf, saya maafkan. Saya hanya meniru anak saya yang sangat pemaaf dan mohon maaf juga, proses hukum sudah bergulir. Kita punya tanggung jawab masing-masing, mohon doanya sampai saat ini David belum siuman," tulis Jonathan pada 22 Februari 2023.
Baca juga: Keluarga David Ozora Beri Tanggapan soal Berkas AG Dinyatakan Lengkap dan Siap Disidangkan
Keluarga Tutup Rapat Pintu Damai
Tak hanya kepada Mario, keluarga David juga menolak adanya mediasi atau dialog dengan kekasih Mario, AG (15).
Pasalnya sebagai anak yang berkonflik dengan hukum, AG disebut terlibat langsung dalam penganiayaan David.
Hal itu disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Syarief Sulaeman Nahdi di kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2023).
Dengan ditolaknya mediasi dari kubu David ini, kata Syarief, tak ada diversi untuk AG.
"Soal diversi dalam hal ini korban sudah memberikan surat yang menyatakan pihaknya menolak penyelesaian perkara anak di luar pengadilan."
"Sehingga (peluang diversi) sudah tertutup, dan kita nyatakan tak ada diversi," kata Syarief diikutip dari Kompas Tv.
Dengan demikian tak akan ada peluang damai atau mediasi antara keluarga David dan AG.
Baca juga: Tak Ada Diversi untuk AG, Keluarga David Tutup Rapat Pintu Damai, Proses Hukum Tetap Jalan
Diversi Dinilai Tak Adil
Menurut pengamat hukum pidana dari Universita Trisakit, Abdul Fickar, diversi untuk AG justru bisa dianggap hal yang tak adil khususnya bagi pihak korban.
Pasalnya dalam peradilan anak, kata Fickar, AG sudah mendapat keistimewaan dalam hal proses hukum yang nantinya akan dia jalani.
"Menurut saya ini menjadi tidak adil, karena untuk anak-anak pun itu banyak forumnya, yakni peradilan anak."
"Peradilan anak itu banyak perlindungannya, umpanya persidangannya tertutup, kemudian hukumannya hanya separuh, jadi dia banyak privilegenya," jelas Fickar, Minggu (19/3/2023).
Kendati demikian, keputusan penerapan diversi, kata Fickar juga tergantung kepada pihak keluarga apakah menyetujui atau tidak pemberian diversi kepada AG.
"Tapi mestinya diversi tak usah digunakan, karena untuk perhatian untuk anak-anak muda kedepan agar tidak seenaknya, harus sampai ke pengadilan supaya tidak melakukan tindakan sembarangan."
"Bahwa ada hukum yang mengawasi, supaya mereka ada kesadaran itu. Diversi itu pilihan tapi dalam kasus ini harus diselesaikan ke pengadilan," jelas Fickar.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Fahmi Ramadhan)