Hal ini didasarkan pada alasan Pemilu harus dilaksanakan secara luber dan jurdil setiap 5 tahun sekali sebagaimana tertuang pada Pasal 22E ayat 1 UUD 1945, tidak dikenalnya penundaan pemilu pada UU 7 Tahun 2017 melainkan hanya pemilu susulan serta lanjutan.
Ketiga, adanya putusan yang saling bersinggungan pasca Putusan PN Jakarta Pusat dimana Bawaslu ditempat yang lain juga memerintahkan KPU untuk melakukan verifikasi administrasi perbaikan kepada Prima.
“Di sisi lain berdasarkan Putusan PN Jakarta Pusat KPU diperintahkan menunda tahapan pemilu dengan serta merta yang juga di maknai termasuk pula juga menunda tahapan verifikasi perbaikan sebagaimana amar putusan Bawaslu dimaksud,” ujarnya.
Hal lain yang juga disampaikan perihal kewenangan PN Jakarta Pusat yang tidak berwenang mengadili perkara sengketa pemilu (eksepsi kewenangan absolut).
Tindakan KPU menetapkan Prima tidak memenuhi syarat administrasi parpol merupakan substansi yang diatur dalam UU.
Keempat, KPU meminta Pengadilan Tinggi mengoreksi kekliruan pendapat majelis hakim tentang unsur perbuatan melawan hukum.
KPU, menurut Afif, telah melaksanakan kewajibannya dengan menjalankan putusan Bawaslu yaitu memberikan kesempatan perbaikan berkas.