Ketiga, lanjut dia, adalah membentuk perusahaan untuk mengelola hasil kejahatan sebagai upaya agar keuntungan dari operasional perusahaan itu seolah-olah adalah sah.
Baca juga: Legislator PDI Perjuangan Sebut Mahfud Sok Serius di Rapat Bahas Transaksi Janggal Rp 349 Triliun
Ia mencontohkan seseorang yang membangun hotel.
"Hotelnya tidak ada yang beli, tapi asetnya besar sekali. Hotelnya nggak ada orang masuk, hanya hotel melati, tapi uangnya ratusan miliar. Itu bisa dicurigai sebagai pencucian uang," kata dia.
Keempat, lanjut dia, adalah penerimaan hibah barang tidak bergerak hasil kejahatan tanpa dilengkapi degan akta hibah.
"Ini misalnya, menyogok. Saya disuap Rp 5 miliar. Lalu bagaimana caranya ini, dikirim ke ayah saya. Lalu ayah saya disuruh bikin hibah. Oh ini dari ayahnya. Itu bisa," kata Mahfud.
"Ada juga yang rekening saudara. Saya buka rekening Rp10 miliar atas nama saya. Lalu ATM-nya diserahkan ke Pal Sahroni, Pak ambil uangnya sesuka-suka kamu. Namanya saya, tapi anda yang ambil setiap kau butuh sampai habis. Itu pencucian uang. Yang dikerjakan dari data ini adalah kerja-kerja seperti itu," sambung dia.
Modus kelima, lanjut dia, adalah menggunakan rekening atas nama orang lain untuk menyimpan hasil kejahatan.
Modus keenam, kata Mahfud, dengan melakukan transaksi pembelian barang fiktif, dilakukan pembayaran namun barang tidak perah dikirimkan.
Ketujuh, menyimpan harta hasil kejahatan dalam safe deposit box atau tempat lainnya.
"(Itu) Termasuk," kata Mahfud.