News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Gangguan Ginjal

Korban Gagal Ginjal Akut pada Anak yang Masih Dirawat Disebut Butuh Banyak Biaya

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tim kuasa hukum korban Gagal Ginjal Akut Pada Anak (GGAPA) Tegar Putu Hena

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim kuasa hukum korban Gagal Ginjal Akut Pada Anak (GGAPA) Tegar Putu Hena menyebutkan bahwa korban GGAPA yang masih dirawat butuhkan banyak biaya.

"Semua korban baik yang anaknya meninggal ataupun masih kondisi berjuang, rawat jalan apapun istilahnya, itu membutuhkan perhatian dari kita semua," kata Tegar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (28/3/2023).

Tegar melanjutkan anak korban GGAPA yang meninggal mungkin itu tidak bisa tergantikan dengan berapa rupiah pun yang diberikan.

"Tapi paling tidak dengan adanya santunan itu menunjukkan ada empati ada tanggungjawab dari para pihak. Sementara bagi korban-korban yang masih berjuang untuk bisa normal kembali justru membutuhkan lebih banyak lagi bantuan dan uluran tangan," jelasnya.

Hal itu menurut Tegar dikarenakan biayanya lainnya selain rumah sakit ditanggung sendiri oleh para korban.

"Karena selain biaya pengobatan yang ditanggung BPJS. Ada biaya lain-lain, misalnya ongkosnya, kemudian ada dari orang tua yang harus berhenti bekerja karena 24 jam menjaga anaknya. Ada dampak kemudian secara ekonomi bisa dirasakan langsung oleh keluarga itu juga harus dipikirkan," kata Tegar.

Baca juga: Kuasa Hukum Korban Gagal Ginjal Akut pada Anak Sindir Menkes dan Mensos Tak Pahami Perasaan Korban

Tegar menegaskan para korban GGAPA yang sudah meninggal maupun masih dirawat butuh perhatian terlebih dari pemerintah.

"Menurut saya seluruh korban baik yang sudah meninggal maupun yang masih berjuang itu berhak mendapatkan perhatian dari semua pihak apalagi pemerintah," tegasnya

Adapun diberitakan sebelumnya Nurasiah seorang ibu yang anaknya jadi korban gagal ginjal akut berharap apa yang telah ia alami tidak dirasakan oleh orang lain.

"Harapannya dengan adanya gugatan ini masalah seperti ini tidak terulang kembali. Karena anak kita bukan hanya satu di lingkungan juga banyak anak-anak yang lain," kata Nurasiah kepada Tribunnews.com di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (9/3/2023).

Nurasiah berharap apa yang ia rasakan tidak dirasakan oleh orang lainnya kehilangan anak tercintanya.

"Biar saja saya saja yang merasakan yang lain tidak perlu merasakan apa yang saya rasakan," jelasnya.

Kemudian Nurasiah juga berharap pemerintah bertanggungjawab kepada anak-anak korban gagal ginjal akut yang saat ini masih dirawat.

"Saya juga berharap pemerintah pertanggungjawaban kepada pemerintah terhadap anak-anak korban yang masih dirawat karena buruh biaya. Kalau obat serta perawatan di rumah sakit ditanggung kepada BPJS. Tetapi kalau seperti ongkos, makan dan pempers dan lainnya ditanggung sendiri membutuhkan biaya yang tidak sedikit," tegasnya.

Nurasiah kemudian bercerita awalnya anaknya jadi korban GGAPA.

Mulanya suhu badan anak tercintanya panasnya tinggi sampai 39,6. Kemudian ia berinisiatif membawa anaknya ke klinik tetapi ditolak karena terlalu panas. Maka dari itu ia langsung bawa anaknya ke Instalasi Gawat Darurat (IGD).

"Di IGD hanya dikasih obat penurun panas lewat dubur terus pulang diberikan paracetamol dari Afi Farma. Terus saya minumkan makin lama semakin lemas, saya bawa ke IGD rumah sakit kemudian dirawat dua hari lalu boleh pulang," cerita Nurasiah.

Nurasiah melanjutkan lalu pulang besoknya anaknya panas lagi. Kemudian ia bawa lagi ke IGD dikasih Paracetamol Afi Farma lalu pulang.

"Saat di rumah suhu tubuh anak saya turun dan naik lagi. Selanjutnya saya bawa ke kontrol rawat inap disitu lapnya juga masih bagus. Lalu saya tanya mengapa panas anak saya masih turun naik stuck di angka 38,5," kata Nurasiah.

Kemudian diceritakan Nurasiah anaknya diminta cek urin. Disitulah diketahui anaknya tidak bisa buang air kecil. Lalu ia bawa pulang tapi anak tercintanya semakin gelisah.

"Ada muntah juga. Pas malamnya buang air besar ada darahnya. Lalu saya bawa lagi ke IGD kemudian masuk langsung cek darah darah lagi, lalu diindikasikan gagal ginjal akut," lanjutnya.

Kemudian tiga hari di RSUD Pasar Rebo anak ketiga dari Nurasiah dirujuk ke RSCM untuk cuci darah karena memang di RSUD tidak bisa buang air kecil.

"Tadinya di RSCM hanya untuk cuci darah saja lalu dirawat. Selanjutnya setelah dua Minggu dirawat empat hari sebelum meninggal itu anak saya sudah koma," tutupnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini