TRIBUNNEWS.COM - Terdakwa kasus peredaran narkoba, Teddy Minahasa dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023).
Saat mendengarkan tuntutan tersebut, terlihat mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa tidak memperlihatkan reaksi apapun.
Sedangkan penasihat hukum terdakwa, Hotman paris setelah JPU membacakan tuntutan, ia mengatakan permohonan kepada hakim ketua mengenai hak yang diberikan untuk mengajukan pembelaan.
"Mohon agar hak yang sama diberikan kepada kami untuk mengajukan pembelaan dalam dua minggu lagi," ungkap Hotman Paris dalam sidang tuntutan terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, dikutip dari YouTube Kompas TV.
Ketika sidang dinyatakan selesai, Teddy terlihat melakukan jabat tangan dengan para penasihat hukum.
Teddy juga terlihat membuka masker dan tidak menampakkan wajahnya yang sedih.
Baca juga: Daftar Tuntutan Terdakwa Kasus Peredaran Narkoba Teddy Minahasa, Paling Berat Dituntut Hukuman Mati
Diketahui sebelumnya, Irjen Teddy Minahasa merupakan satu di antara tujuh terdakwa dalam perkara peredaran narkoba tersebut.
Para terdakwa dalam perkara ini ialah: Mantan Kapolda Sumatra Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa; Mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara; Mantan Kapolsek Kalibaru, Kompol Kasranto; Mantan Anggota Satresnarkoba Polres Jakarta Barat, Aiptu Janto Parluhutan Situmorang; Linda Pujiastuti alias Anita Cepu; Syamsul Maarif alias Arif; dan Muhamad Nasir alias Daeng.
Dalam perkara ini, para terdakwa dijerat Pasal 114 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana subsidair Pasal 112 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Jeratan pasal itu karena perbuatan mengedarkan narkoba berupa lima kilogram sabu.
Lima kilogram sabu itu berasal dari barang bukti pengungkapan kasus oleh Polres Bukittinggi dengan berat kotor 41,3 kilogram.
Irjen Teddy Minahasa yang kala itu menjabat Kapolda Sumatra Barat diduga meminta AKBP Dody Prawiranegara, Kapolres Bukittinggi untuk menyisihkan sebagian barang bukti tersebut.
Pada 20 Mei 2022 saat dia dan Dody menghadiri acara jamuan makan malam di Hotel Santika Bukittinggi, Tedy meminta agar Dody menukar 10 kilogram barang bukti sabu dengan tawas.
Meski sempat ditolak, pada akhirnya permintaan Teddy disanggupi Dody.
Sebelumnya, enam terdakwa kasus peredaran narkoba jenis sabu yang dikendalikan Mantan Kapolda Sumatera Barat Teddy Minahasa telah menjalani sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Senin (27/3/2023).
Linda Pujiastuti alias Mami Linda dituntut 18 tahun penjara dan membayar denda Rp 2 miliar.
Sedangkan mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara dituntut hukuman 20 tahun penjara serta denda sebesar Rp 2 miliar.
Adapun eks Kapolsek Kalibaru Kompol Kasranto dituntut penjara selama 17 tahun dengan denda Rp 2 miliar oleh JPU.
Terdakwa berikutnya, yakni Syamsul Ma'arif dituntut dengan pidana penjara selama 17 tahun dan denda Rp 2 miliar.
Muhammad Nasir alias Daeng dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp 2 miliar.
Mantan Anggota Satresnarkoba Polres Jakarta Barat Aiptu Janto Parluhutan Situmorang dituntut 15 tahun penjara serta denda Rp 2 miliar.
Hotman Paris Ungkapkan Strateginya untuk Bela Irjen Pol Teddy Minahasa
Setelah Teddy Minahasa dituntut hukuman mati oleh JPU dalam sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Hotjman paris mengungkapkan strategi untuk membela Teddy dalam kasus peredaran narkoba.
Sebagai pengacara kondang, Hotman mengaku memiliki dua strategi.
"Yang saya terapkan sebagai pengacara senior ada dua strategi pembelaan. Dari segi hukum acara, yaitu hukum formal. Satu lagi dari segi hukum materil substansi perkara," katanya saat ditemui awak media di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023).
Namun khusus dalam perkara ini, Hotman lebih mengedepankan strategi dari aspek hukum formal.
Sebab, Hotman menilai ada banyak pelanggaran hukum acara dalam perkara ini.
"Sangat banyak pelanggaran hukum acara dalam kasus ini, sehingga saya menyerangnya dari aspek formal," ujar Hotman.
Dia mencontohkan, adanya tuduhan penukaran sebagian barang bukti sabu dengan tawas bagi kliennya, Teddy Minahasa.
Akan tetapi tak ada satu pun saksi pemusnahan barang bukti yang dimintai keterangan mengenai penukaran tersebut.
"Semua saksi, satupun tidak ditanya seluruh polisi Bukittinggi, tidak ada pertanyaan melihat ada penukaran sabu dengan tawas," kata Hotman.
Padahal keterangan saksi terkait penukaran itu bersifat penting untuk dibuatkan berita acara penyidikan (BAP).
"Tapi yang paling fatal adalah dari segi pembuatan BAP berdasarkan chat," terangnya.
(Tribunnews.com/Ifan/Ashri Fadilla/Theresia Felisiani)