News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Koalisi Partai Politik

Wacana KIB dan KKIR Gabung, PPP: Kalau Jadi Alhamdulillah, Kalau Nggak Juga Alhamdulillah

Penulis: Wahyu Gilang Putranto
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi wacana koalisi KIB dan KKIR - Juru Bicara PPP, Achmad Baidowi angkat bicara terkait wacana bergabungnya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).

TRIBUNNEWS.COM - Juru Bicara PPP, Achmad Baidowi angkat bicara terkait wacana bergabungnya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).

Diketahui KIB terdiri dari Golkar, PPP, dan PAN.

Sementara KKIR terdiri dari Geridra dan PKB.

Achmad Baidowi mengatakan, KIB sejak awal pembentukan bersifat terbuka bagi partai politik (parpol) yang ingin bergabung.

Termasuk wacana bergabungnya KIB dan KKIR, pria yang akrab disapa Awi itu menilai hal tersebut bagus.

"Alhamdulillah minggu lalu ada pertemuan lima partai dengan presiden, meskipun belum memutuskan untuk koalisi, tetapi kan arah kerja sama dua blok koalisi ini hal yang bagus," ungkapnya saat menjadi narasumber talkshow Overview Tribunnews, Kamis (8/4/2023).

Baca juga: Sambut Positif Wacana Gabungnya KIB-KKIR, Demokrat Singgung Upaya PK dari Moeldoko

Menurutnya, semakin banyak partai yang bergabung akan semakin bagus.

"Karena persoalan di bangsa ini sangat besar, tidak cukup dipikirkan PPP saja, tidak hanya cukup dipikirkan KIB saja, begitu pun tidak cukup dipikirkan KIR saja," ujarnya.

Juru Bicara PPP, Achmad Baidowi angkat bicara terkait wacana bergabungnya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). (Overview Tribunnews)

Namun, Awi mengatakan PPP akan menerima apapun ujung dari wacana ini.

"Kita fleksibel, kalau jadi alhamdulillah, kalau nggak jadi alhamdulillah juga, kan sama-sama bisa berangkat (mengusung Capres-Cawapres)," ungkapnya.

Diketahui, baik KIB maupun KKIR sama-sama sudah mencukupi ambang batas presidential treshold 20 persen untuk bisa mengusung Capres dan Cawapres pada Pilpres 2024 mendatang.

"Tinggal nanti setelah hasil Pilpres, kita bisa bersama-sama lagi membangun negara ini," katanya.

Baca juga: Soal Pertemuan KIB-KKIR, Gerindra: Bukan untuk Jegal Anies Jadi Capres 2024

Pengamat Sebut Koalisi Besar Ancaman Demokrasi

Di sisi lain, Pengamat Politik sekaligus Direktur Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai wacana pembentukan koalisi besar merupakan ancaman bagi demokrasi.

Bila koalisi besar ini terbentuk dan PDI Perjuangan bergabung, maka ada potensi hanya akan ada dua pasang Capres-Cawapres yang bertarung di Pilpres 2024.

"Koalisi besar itu bukan angin segar, bagi saya malah ancaman demokrasi," ungkap Pangi dalam kesempatan yang sama.

"Kalau realistis, ini realistis aja, tapi ini ada kecenderungan, ada arsitek, ada desain, seolah-olah pengkondisian dua blok saja, koalisi Pak Jokowi dan Pak Anies dengan Surya Paloh," ungkapnya.

Baca juga: Golkar Siap Pimpin dan Koordinasi Koalisi Besar untuk Atasi Ketegangan Politik

Menurut Pangi, partai politik semestinya belajar dari Pilpres 2014 dan 2019 yang berdampak pada keterbelahan atau polarisasi di masyarakat.

"Ini yang saya khawatirkan, jangan kita seperti politisi keledai, politisi yang tidak belajar dari peristiwa masa lalu."

"Di mana adanya bipolar, head to head, kemudian rematch Pilpres dua kali pemilu, yang korbannya seperti Ade Armando," ujarnya.

Bahkan Pangi berpandangan lebih baik tidak ada pemilu bila hanya ada dua pasangan Capres-Cawapres dengan ancaman keterbelahan di masyarakat.

"Menurut saya, ini terlalu mahal, lebih baik tidak ada Pemilu, Pemilu hanya lima tahunan, tapi kerusakaannya keterbelahannya merusak semua sendi-sendi berbangsa, munculnya cebong kampret, fitur-fitur demokrasi itu rusak," ujarnya.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini