TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam pemilu 2024, netralitas TNI, Polri dan Intelijen merupakan sesuatu yang mutlak.
TNI, Polri, dan Intelijen tidak boleh berpihak pada salah satu kandidat.
Aktor pertahanan dan keamanan itu tidak boleh mendukung salah satu kandidat baik dalam bentuk sarana dan prasarana, sumber daya manusia, pendanaan, data /informasi, dan hal lainya yang menunjukkan dukungan pada salah satu kandidat.
Demikian hal ini disampaikan Al Araf, Ketua Centra Initiative dan Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Demokratis, pada acara "Deklarasi Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Pemilu Demokratis, Jakarta Kamis (13/4/2023).
"Netralitas TNI, Polri dan Intelijen merupakan sesuatu yang harus dilakukan karena merupakan perintah undang undang. Jika terdapat keberpihakan pada satu kandidat dengan dukung mendukung maka itu bentuk pelanggaran hukum dan undang undang sehingga harus dihukum," katanya.
Ada sekitar 44 lembaga yang ikut dalam deklarasi tersebut antara lain Ghufron Mabruri (Imparsial), Al Araf (Centra Initiative), Wahyudi Djafar (Elsam), Julius Ibrani (PBHI Nasional), M Islah (Walhi Nasional), Titi Anggraeni (Perludem), daln lainnya.
Baca juga: Pengadilan Tinggi DKI Batalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pemilu 2024 Tak Ditunda
Al Araf melanjutkan, Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu dan lembaga pengawas lainnya, harus serius untuk mengawasi netralitas TNI, Polri dan Intelijen mengingat di masa lalu terdapat kejadian oknum polisi dan militer terlibat dalam dukung mendukung salah satu kontestan pemilu.
"Secara politik, tidak ada untungnya prajurit TNI maupun anggota Polri ikut dukung mendukung salah satu kandidat karena nanti kalau kandidatnya kalah jabatan mereka akan dipertaruhkan sehingga tidak ada untungnya anggota TNI dan Polri ikut dukung mendukung salah satu kandidat karena itu akan melemahkan profesionalisme mereka," tegasnya.
Baca juga: PT DKI Jakarta Batalkan Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu, Ketua KPU Tegaskan Nasib Verifikasi PRIMA
Menurut Al Araf Pemilu juga harus menghindari terjadinya politik kebencian atas dasar SARA karena akan menimbulkan polarisasi yang tajam dalam masyarakat sehingga membuka ruang potensi konflik horisontal di masyarakat.
"Pemilu harus menjual ide dan program untuk kemajuan rakyat, bukan menjual kebencian atas dasar Suku, Agama dan Ras (SARA)," katanya.