TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa sekaligus aktivis HAM Haris Azhar menjalani sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait dugaan pencemaran nama baik terhadap Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Adapun sidang pembacaan nota keberatan itu digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur Senin (17/4/2023) pukul 10.00 WIB.
Anggota tim kuasa hukum Haris, Asfinawati menuturkan bahwa pihaknya menilai dakwaan yang dijatuhkan terhadap Haris dianggap prematur.
Lanjut Asfinawati, seharusnya aparat penegak hukum terlebih dahulu melakukan penyelidikan terkait adanya dugaan tindak pidana gratifikasi yang diklaim melibatkan Luhut Binsar Pandjaitan.
"Dakwaan prematur karena penyelidikan atau penyidikan dugaan pelanggaran HAM dan tindak pidana korupsi gratifikasi dan atau suap yang diduga melibatkan Luhut Binsar Panjaitan seharusnya didahulukan penegakan hukumnya," ucap Asfinawati dalam pembacaan nota keberatan tersebut.
Terkait dugaan gratifikasi itu dijelaskan eks Ketua YLBHI tersebut bahwa Luhut diduga menerima pemberian saham sebesar 30 persen dari perusahaan bernama West Wits Minning kepada PT Tobacom Del Mandiri.
Mengenai PT Tobacom Del Mandiri itu Asfinawati menyebut bahwa perusahaan tersebut merupakan anak perusahaan dari PT Toba Sejahtera yang dimiliki dan dikuasai oleh Luhut.
Hal itu lah yang jadi pembahasan Haris dan Fatia dalam diskusi di akun Youtube milik Haris berjudul "ADA LORD LUHUT DIBALIK RELASI EKONOMI OPS MILITER INTAN JAYA!!JENDERAL BIN JUGA ADA" dan menjadi alat bukti atas dakwaan pencemaran nama baik yang menjerat Direktur Lokataru tersebut.
"Bahwa dugaan gratifikasi yang diduga diterima oleh saksi Luhut Binsar Pandjaitan merupakan permasalahan utama yang muncul dan dibahas dalam podcast karena dampak dari dugaan gratifikasi tersebut dapat membuat kerugian Negara" jelasnya.
Asfinawati juga menilai, atas dasar kepentingan itu lah sudah selayaknya laporan atas dugaan gratifikasi menjadi prioritas dari kepolisian guna melakukan pemeriksaan.
"Namun laporan dugaan gratifikasi tersebut tidak berjalan hingga saat ini dan masih dalam proses penyelidikan," tegasnya.
Jaksa Sebut Luhut Tak Punya Saham di PT Tobacom Del Mandiri
Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Jakarta Timur mengungkapkan bahwa Luhut Pandjaitan tidak memiliki saham di PT Tobacom Del Mandiri
Adapun hal itu diungkapkan JPU dalam sidang perdana kasus pencemaran nama baik terdakwa Haris Azhar terhadap Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (3/4/2023).
"Saksi Fatiah telah menuduh saksi Luhut Pandjaitan sebagai pemegang saham di PT Toba Sejahtera yang seolah-olah digambarkan memiliki usaha pertambangan yang berlokasi di Kabupaten Intan Jaya, Papua," kata jaksa di persidangan.
Jaksa melanjutkan padahal saksi Luhut Pandjaitan sama sekali tidak memiliki usaha pertambangan yang berlokasi di Kabupaten Intan Jaya, Papua maupun wilayah Papua lainnya.
"Bahwa saksi Luhut Pandjaitan memang memiliki saham PT Toba Sejahtera tapi bukanlah pemegang saham PT Tobacom Del Mandiri yang merupakan anak perusahaan PT Toba Sejahtera," tegasnya.
Baca juga: Tak Puas Dengan Dakwaan Jaksa, Kubu Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti Akan Ajukan Eksepsi
Jaksa mengungkapkan bahwa PT Tobacom Del Mandiri pernah melakukan penjajakan kerja sama dengan PT Madinah Quarrata'ain namun tidak dilanjutkan lagi hingga saat ini.
"Dan PT Madinah Quarrata'ain hanya memiliki kerjasama konkret atas perjanjian pengelolaan Derewo Project dengan PT Byntech Binar Nusantara pada tanggal 23 Maret 2018 yang ditandatangani oleh Saksi Paulus selaku Direktur dan pemegang saham mayoritas PT Byntech Binar Nusantara," kata jaksa.
Jaksa melanjutkan yang bukan merupakan anak perusahaan dari PT Toba Sejahtera serta tidak pernah ada perjanjian maupun kerja sama konkret maupun tidak ditemukan adanya dokumen mengenal keikutsertaan.
"Dari PT Toba Sejahtera, PT Tobacom Del Mandiri dan PT Tambang Rasa Sejahtera dalam pengembangan Derewo Project yang dilakukan bersama PT Madinah Quarrata'ain," kata jaksa.