TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum menganggap perbuatan Irjen Teddy Minahasa dalam kasus peredaran narkoba telah mencoreng nama baik aparat penegak hukum.
Sebagai anggota Kepolisian Republik Indonesia, Teddy justru melangar ketentuan hukum yang berlaku.
"Sehingga Penuntut Umum telah tepat dalam memberikan tuntutan pidana mati kepada terdakwa," ujar jaksa penuntut umum, Iwan Ginting dalam sidang pembacaan replik kasus peredaran narkoba Irjen Teddy Minahasa di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa (18/4/2023).
Perbuatan tersebut juga dianggap jaksa berbanding terbalik dengan sejumlah prestasi yang digadang-gadangkan Teddy dalam pleidoi atau pembelaannya.
"Apalah gunanya segudang pestasi dan reputasi yang hanya bisa dirasakan untuk kepentingan dan pencitraan pribadi semata," kata Iwan.
Jaksa juga menganggap bahwa prestasi-pestasi yang ditorehkan Teddy tak sebanding dengan kejahatan yang telah dilakukannya.
"Tidak sebanding dengan perbuatan kejahatan narkoba yang telah menghancurkan berjuta sumber daya manusia atau generasi bangsa sebagai sendi-sendi dan pondasi kehidupan bangsa," ujarnya.
Menurut JPU, kejahatan narkoba telah mengubur cita-cita generasi penerus bangsa.
Cita-cita itu terkubur karena merajalelanya candu narkoba, "Akibat perbuatan penjahat narkoba yang tidak lebih dari pengkhianat bangsa dan pengkhianat rakyat Indonesia."
Sebelumnya, Teddy Minahasa membeberkan sejumlah jabatan dan prestasinya dalam pleidoi atau nota pembelaan yang dibacakan pada Rabu (13/4/2023).
"Wakapolda Lampung, Kapolda Banten, Kepala Biro pengamanan tinggal divisi propam Polri, staf ahli Wakil Presiden Republik Indonesia, kemudian ajudan Wakil Presiden Republik Indonesia dan 2013 sebagai Komandan satuan tugas pengamanan calon Presiden Joko Widodo," katanya dala persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Dia menyinggung, jabatan tersebut diraih itu bukan dari cara kolusi dan nepotisme.
"Segala jabatan tersebut secara alamiah, tanpa saya menggunakan cara-cara yang kolusi dan nepotisme," ujarnya.
Karena jabatan itulah juga, dia diganjar anugerah bintang Bhayangkara Nararya dan Bintang Bhayangkara Pratama dari Presiden Republik Indonesia.
"Maknanya adalah bahwa saya turut memajukan institusi Polri serta berdinas selama 25 tahun berturut-turut tanpa cacat artinya tidak pernah saya melakukan pelanggaran disiplin etik maupun tindak pidana majelis hakim yang mulia," katanya.
Teddy mengklaim, dengan jabatan dan penghargaan yang ia dapat selama berkarir di Polri terlalu gampang dirusak hanya karena uang sebesar Rp 300 juta.
"Perjuangan saya untuk pencapaian karir tersebut apakah mungkin saya akan merusak dan menghancurkannya hanya demi uang 300 juta rupiah," ujarnya.
Tuntutan Mati Bagi Irjen Teddy Minahasa
Dalam kasus peredaran 5 kilogram narkotika jenis sabu ini, Irjen Pol Teddy Minahasa telah dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU).
"Menuntut menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Teddy Minahasa Putra dengan hukuman mati," ujar jaksa dalam persidangan Kamis (30/3/2023).
JPU meyakini Irjen Teddy Minahasa bersalah melakukan jual-beli narkotika jenis sabu.
Kemudian JPU juga menyimpulkan bahwa Teddy terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP
Oleh sebab itu, JPU meminta agar Majelis Hakim menyatakan Teddy Minahasa bersalah dalam putusan nanti.
Baca juga: Tolak Pleidoi, Jaksa Minta Tetap Hakim Vonis Irjen Teddy Minahasa Hukuman Mati
"Menuntut, menyatakan terdakwa Teddy Minahasa Putra telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP sesuai dakwaan pertama kami," ujar jaksa.
Dalam tuntutan mati bagi Teddy, jaksa tak mempertimbangkan satu hal pun untuk meringankan.
"Hal-hal yang meringankan: tidak ada," ujar jaksa penuntut umum.
Sementara yang memberatkan, jaksa mempertimbangkan delapan hal dalam tuntutan Teddy Minahasa.
Pertama, Teddy dianggap turut menikmati keuntungan hasil penjualan narkotika jenis sabu.
Kedua, Teddy mestinya menjadi garda terdepan dalam memberantas peredaran narkoba karena merupakan aparat penegak hukum.
"Namun terdakwa justru melibatkan dirinya dan anak buahnya dengan memanfaatkan jabatannya dalam peredaran gelap narkotika," kata jaksa penuntut umum.
Ketiga, perbuatan Teddy dianggap merusak kepercayaan publik kepada institusi penegak hukum, khususnya Polri.
Keempat, Teddy dianggap telah merusak nama baik Polri.
Kelima, selama proses pemeriksaan, Teddy tidak mengakui perbuatannya.
Keenam, Teddy cenderung menyangkal dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan.
Ketujuh, sebagai Kapolda, Teddy dianggap mengkhianati perintah presiden dalam menegakkan hukum dan pemberantasan narkoba.
Kedelapan, Teddy dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran narkotika.