Pasalnya, waktu UU TNI dibuat tahun 2004, badan-badan ini belum ada. Jadi tidak banyak yang baru,” kata Julius.
Baca juga: KSAD Wanti-wanti Prajurit dan Keluarga Waspadai Upaya Benturkan TNI dengan Polri
Menanggapi rancangan perubahan UU TNI, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative Al Araf mengatakan, ketika revisi UU TNI memberikan lebih banyak ruang untuk TNI menduduki jabatan di instansi sipil kementerian dan lembaga, hal itu membuat Dwi Fungsi ABRI kembali lagi.
Di sisi lain, menempatkan militer di luar fungsinya sebagai alat pertahanan negara juga akan memperlemah profesionalisme militer itu sendiri.
”Profesionalisme dibangun dengan cara meletakkan dia (militer) dalam fungsi aslinya sebagai alat pertahanan negara dan bukan menempatkannya dalam fungsi dan jabatan sipil lain yang bukan kompetensinya,” kata Al Araf.
Al Araf mengingatkan, di masa lalu dengan dasar doktrin Dwi Fungsi ABRI, militer di masa itu terlibat dalam politik praktis dan salah satunya dapat menduduki jabatan sipil di kementerian, DPR, dan kepala daerah. Doktor di bidang hukum ini berpendapat, perluasan jabatan dalam draf revisi UU TNI itu akan dapat membuka ruang baru bagi TNI untuk berpolitik.
”Ini jadi kemunduran jalannya reformasi dan proses demokrasi di Indonesia yang telah menempatkan militer sebagai alat pertahanan negara,” katanya.
Ia mengatakan, di negara demokrasi, fungsi dan tugas utama militer adalah sebagai alat pertahanan negara. Militer dididik, dilatih, dan dipersiapan untuk perang. Militer tidak dirancang untuk menduduki jabatan-jabatan sipil yang tanpa batas itu sebagaimana tertuang dalam draf rencana revisi UU TNI.
Menanggapi anggapan bahwa Dwi Fungsi ABRI bisa kembali lagi, Julius mengajukan pertanyaan sebaliknya. ”Apakah selama ini kehadiran TNI di lembaga dan badan itu membuat dwi fungsi kembali?” kata Julius.
Menurut Julius, spektrum ancaman juga tidak lagi secara militer, tetapi juga banyak yang nirmiliter. Prajurit TNI sejak awal dilatih untuk cepat tanggap dan memiliki kedisplinan organisasi yang baik.
Julius mengatakan, masyarakat bisa melihat bahwa dalam penanganan Covid-19 yang lalu, peran aktif para prajurit TNI sangat signifikan dalam upaya penanggulangnya. Banyak juga TNI hadir di rumah sakit untuk pengobatan Covid-19, seperti di Wisma Atlet, juga dalam sosialisasi dan pelaksanaan vaksinasi.
”Ini tidak bisa dinilai sebagai Dwi Fungsi seperti zaman Orba dulu, tetapi hubungan sipil-militer yang lebih maju,” kata Julius.