News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bareskrim Kawal Deportasi 52 WN China Sindikat Penipuan Online Modus Polisi Gadungan

Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Penyidik Bareskrim Polri mengawal proses pemulangan atau deportasi 52 warga negara (WN) Cina pelaku penipuan online (fraud) jaringan Internasional, Kamis (25/5/2023).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bareskrim Polri mengawal proses deportasi atau pemulangan 52 warga negara (WN) China yang ditangkap terkait kasus penipuan (faud) online jaringan Internasional.

Untuk informasi, dalam kasus itu ada 55 WN China yang ditangkap dalam kasus ini dengan sejumlah modus yang satu di antaranya menjadi polisi gadungan untuk memeras korbannya.

“Kami telah melakukan pengawalan proses pemulangan atau deportasi 52 warga negara asing asal China yang terlibat jaringan penipuan internasional,” kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, dalam keterangannya, Jumat (26/5/2023).

Djuhandhani menyebut baru 52 orang yang dideportasi pada Kamis (25/5/2023) kemarin. 

Sementara itu untuk tiga orang lainnya masih belum dilakukan deportasi dalam kasus ini karena masih tahap pengurusan dokumen.

“Tiga orang WNA belum dideportasi karena masih proses pengurusan dokumen perjalanan,” ungkapnya.

Djuhandhani menyebut pendeportasian yang dilakukan pihak imigrasi itu dibagi menjadi tiga kloter. 

Kloter pertama yakni delapan orang yang diberangkatkan, selanjutnya di kloter kedua ada 13 orang dan 31 orang pada kloter ketiga.

“Deportasi ini merupakan ranah dari Imigrasi, Bareskrim hanya melakukan pengawalan untuk memastikan proses pemulangan 52 pelaku fraud ini berjalan lancar,” jelas Djuhandhani.

“Anggota memastikan paspor WNA telah dicap stempel deportasi oleh Imigrasi dan sampai masuk pesawat sesuai tujuan,” sambungnya.

Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menangkap 55 Warga Negara Asing (WNA) terkait kasus sindikat penipuan daring jaringan internasional di DKI Jakarta. 

Adapun seluruh WNA tersebut ditangkap lantaran diduga melakukan penipuan telecomunication fraud. Aksi tersebut dilakukan para pelaku di Indonesia.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan para korban yang menjadi sasaran para pelaku justru berada di luar negeri.

"Yang dilakukan para pelaku ini semacam kalau di kita menipu dengan telepon, mengaku sebagai polisi. Kadang-kadang minta tebusan, perbuatan seperti itu yang dilakukan," ujar Djuhandani di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (5/4/2023).

Tak hanya menipu, kata Djuhandani, para pelaku juga meminta agar para korban dapat mengirimkan uang tebusan kepada rekening penampungan yang berada di luar negeri. 

Selama menjalankan aksinya, kata dia, para pelaku diperkirakan dapat meraup keuntungan hingga miliaran rupiah setiap bulannya. 

Di sisi lain, Ia menambahkan bahwa pihaknya belum dapat memastikan asal kewarganegaraan para pelaku penipuan tersebut. Sebab, para pelaku itu tidak tidak dapat menunjukkan paspor selaku identitas kewarganegaraannya.

Baca juga: DPR Minta Bareskrim Polri Selidiki Dugaan Dana Jaringan Narkoba untuk Pemilu 2024

"Kita belum bisa memastikan ini warga negara mana. Karena mereka ada yang menyampaikan dari Taiwan dan lain sebagainya," jelasnya.

Djuhandhani menambahkan bahwa pihaknya tidak dapat melakukan penyelidikan lanjutan karena tidak ada satupun korban yang berada di Indonesia. 

Namun begitu, dirinya telah berkoordinasi dengan pihak Imigrasi maupun Hubinter Polri untuk menjalin komunikasi police to police dengan negara asal para pelaku.

"Langkah yang selanjutnya kita laksanakan karena tidak mungkin kita melaksanakan penyidikan lebih lanjut, kami akan berkoordinasi tindakan berikutnya dengan imigrasi," tukasnya. 

Dalam penangkapan ini, penyidik juga turut menyita sejumlah barang bukti yang digunakan para pelaku. Di antaranya, 51 unit iPad, 68 handphone, 7 unit laptop, dan 1 box headset.

Dalam kasus ini, pasal yang dilanggar berupa UU No 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah menjadi UU No 19 Tahun 2016 tentang ITE kemudian UU No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!

Berita Populer

Berita Terkini