Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Suamampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja membenarkan soal lemahnya pengawasan yang pihakanya lakukan terhadap sosialisasi yang dilakukan oleh bakal calon presiden Pemilu 2024, terkhususnya dalam wilayah di rumah ibadah.
Hal ini, kata Bagja, lantaran tempat ibadah dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) masih agak sulit didefinisikan.
"Dari zamannya pak Anies, Pak Ganjar, ada Pak Prabowo. Tidak boleh kemudian melakukan sosialisasi di tempat ibadah," kata Bagja saat ditemui awak media di hotel kawasan Jakarta Selatan, Senin (29/5/2023).
"Tempat ibadah, tempat pendidikan, SMA negeri misalnya, agak sulit memang ketika diundang ke pesantren, karena biasanya rumah kiainya di lingkungan pesantren, ini yang jadi persoalan kita di lapangan," tambahnya.
Sejauh ini Bawaslu masih terus melakukan pemantauan sosialisasi dengan turut terjun langsung ke lapangan bersama bakal calon presiden.
"Ya kami harus ikut, pasti ada yang ikut Panwascam, dan PPL ke dalam sosialisasi itu. Kami ingatkan, ngasih rambu-rambu. Kami jelaskan kami bukan melarang, kami mengimbau agar tidak terjadi pelanggaran di masa sosialisasi," ujarnya.
Baca juga: Sekjen PDIP: Elektabilitas Ganjar Tinggi Meski Baru Diumumkan Jadi Bacapres
"Bukan lemah, memang aturannya agak lemah dan juga misalnya dengan masa kampanye 75 hari dibanding tujuh bulan, maka ini kebanting," Bagja menambahkan.
Larangan kampanye di tempat ibadah diatur dalam Pasal 280 ayat 1 huruf h Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017.
Aturan itu menyebutkan, pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
Pihak yang melanggar aturan tersebut bisa dikenai Pasal 521 UU Pemilu, pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak 24 juta rupiah.