TRIBUNNEWS.COM - Pakar hukum tata negara, Denny Indrayana dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait dugaan membocorkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem Pemilu.
Hal tersebut dikonfirmasi oleh Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho.
Sebelumnya, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM tersebut membocorkan informasi pribadi yang diterimanya soal putusan MK terkait sistem Pemilu Legistlatif.
Ia mendapatkan informasi, MK akan memutuskan gugatan Nomor 114/PPU/XX/2022 terkait sistem pemilu dengan putusan proporsional tertutup.
Pelapor tersebut diketahui berinisial AWW. Ia melaporkan Denny Indrayana yang memposting tulisan diduga mengandung ujaran kebencian (SARA) hingga pembocoran rahasia negara.
"Yang memposting tulisan yang diduga mengandung unsur ujaran kebencian (SARA), berita bohong (hoax), penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara," ucap Irjen Sandi, Jumat (2/6/2023).
Irjen Sandi mengatakan, kini pihaknya sedang melakukan pendalaman terkait hal tersebut.
Baca juga: Denny Indrayana Beberkan 5 Poin Arah Putusan MK soal Sistem Pemilu 2024, Ini Isinya
"Saat ini sedang dilakukan pendalaman oleh penyidik Bareskrim Polri," kata Irjen Sandi.
Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/128/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 31 Mei 2023
Pelapor AWW juga membawa sejumlah barang bukti, mulai dari tangkapan layar akun Instagram @dennyindrayana99 hingga sebuah flashdisk dalam membuat laporannya.
Atas perbuatannya itu, Denny dilaporkan melanggar Pasal 45 A ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU ITE dan/atau Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 15 UU No 1 tahun 1946 tentang peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP.
Respons Positif dari Partai NasDem
Sementara itu, Ketua Bidang Legislatif Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem, Atang Irawan merespons pernyataan dari Denny Indrayana mengenai MK yang memutuskan sistem Pemilu menggunakan proporsional tertutup.
Hal tersebut, dikatakan Atang merupakan bentuk dari kontrol sosial akibat kegamangan masyarakat terhadap putusan MK.
"Ini adalah sebuah kelaziman dalam negara demokrasi di mana otoritas negara dipantau oleh rakyat melalui wacana opini atau bahkan kritik di ruang publik," kata Atang dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (2/6/2023).
Penyataan Denny Indrayana itu, kata Atang juga bukan tindakan yang terkait dengan membocorkan rahasia negara.
Terlebih hakim MK belum melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) terkait dengan putusan tersebut.
"Sehingga terlalu berlebihan jika pendapat Denny Indrayana dituduh membocorkan rahasia negara," ucapnya.
Baca juga: Denny Indrayana: Pemilu 2024 Bisa Kacau Jika MK Putuskan Sistem Proporsional Tertutup
Atang juga menegaskan, dalam UU MK tidak mengatur mengenai apakah RPH termasuk dalam kategori rahasia, melainkan diatur dalam Pasal 19 ayat (3) UU Kekuasaan Kehamikan "RPH bersifat rahasia”.
Sehingga terlalu berlebihan dan tendensius jika Denny Indrayana diduga membocorkan rahasia negara padahal RPH Hakim Konstitusi belum diselenggarakan.
"Miris memang jika kebebasan berekspresi warga negara yang tidak berimplikasi terhadap tindakan pidana kemudian direspons secara berlebihan oleh pejabat negara."
"Bahkan terkesan intimidasi seolah ekpresi warga negara harus dibatasi dalam ruang yang merupakan urat demokrasi," ucap Atang.
"Padahal pandangan dalam ruang publik merupakan penyangga antara negara dan masyarakat, untuk melindungi dari keputusan sewenang-wenang," lanjutnya.
Mahkamah Konstitusi Sudah Terima 10 Berkas Kesimpulan Uji Materi Sistem Pemilu
Sementara itu, MK menyebutkan sudah menerima 10 berkas kesimpulan terkait Uji Materiil Sistem Pemilihan Umum (Pemilu) Proporsional Terbuka pada hari terkahir pengumpulan pada Rabu (31/5/2023).
Ia mengatakan, ada 14 pihak terkait serta pihak lainnya, yakni Pemohon, Presiden, dan DPR yang menyerahkan berkas kesimpulan.
"Tadi saya dapat informasi ada kurang lebih 10 kesimpulan sudah diserahkan dari sekitar 17, termasuk yang sudah masuk dari pemohon dan dari pemerintah, delapan pihak terkait," kata Juru Bicara MK, Fajar Laksono, saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (31/5/2023).
Meskipun batas waktu pengumpulan sudah berakhir, Fajar menyampaikan, MK masih akan menerima berkas di luar waktu yang sudah ditentukan.
"Tentu yang belum menyerahkan sampai deadline jam 11.00 WIB, tetap diterima tapi diberikan catatan diserahkan melebihi deadline," ucapnya.
Dikatakan Fajar lebih lanjut, nantinya MK akan menelaah berbagai masukan terhadap putusan soal gugatan sistem proporsional Pemilu. Namun, Fajar belum mengetahui kapan RPH tersebut akan digelar, tetapi pihak panitera MK akan segera menjadwalkan RPH atas gugatan yang teregister dengan nomor 114/PUU-XX/2022 itu.
Kemudian, MK akan menyampaikan pemberitahan tiga hari kerja sebelum sidang putusan sistem Pemilu.
Sidang putusan sistem Pemilu tersebut, dikatakan Fajar pasti akan dijadwalkan dan tidak diselenggarakan secara tiba-tiba.
"Kita upload di laman MK. Jadi nggak mungkin kemudian besok langsung diputus, nggak bisa. Itu gak sesuai dengan ketentuan hukum acara," kata Fajar, saat ditemui di Gedung MK, Rabu (31/5/2023).
"Jadi minimal tiga hari kerja. Misalnya hari Selasa, berarti hari ini sudah dikirimkan ini pemberitahuan. Dan di jadwal sudah ada," sambungnya.
Disorot Banyak Pihak
Pernyataan Denny Indrayana itu mengundang polemik berkepanjangan yang disorot sejumlah pihak, termasuk PDIP hingga Mahfud MD.
Ketua DPP PDIP, Said Abdullah sendiri mendesak pihak kepolisian agar memeriksa Denny.
Lantaran informasi yang diungkapkan Denny tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Di mana ia menyebut sebelum MK memutuskan sistem Pemilu, terlebih dahulu dilakukan sidang di antara para hakim konstitusi.
"Maka sejauh itu pula informasi yang beredar adalah isu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya," kata Said kepada wartawan, Senin (29/5/2023).
Informasi yang diterima Denny tersebut, dikatakan Said merupakan bentuk pelanggaran serius karena sudah membocorkan rahasia negara.
Maka dari itu, Said mendesak polisi agar segera memeriksa Denny atas pelanggaran pidana membocorkan rahasia negara.
"Oleh sebab itu polisi harus memeriksa kejadian ini sebagai delik pelanggaran pidana membocorkan rahasia negara," ujar Said.
"Maka saudara Denny Indrayana patut dipidanakan karena menyebarkan berita bohong dan meresahkan masyarakat," ucapnya.
Selain Said Abdullah, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD meminta kepada polisi agar segera memeriksa Denny Indrayana.
Baca juga: Kirim Surat ke Megawati, Denny Indrayana Minta Bantuan Cegah Gerakan Penundaan Pemilu
"Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara," kata Mahfud MD, Minggu (28/5/2023) melalui akun Twitter pribadinya, @mohmahfudmd.
"Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah."
Mahfud MD mengatakan, putusan MK mengenai sistem Pemilu 2024 itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan.
Maka dari itu, ia meminta MK harus menyelidiki sumber informasinya.
"Putusan MK itu menjadi rahasia ketat sebelum dibacakan, tapi harus terbuka luas setetalah diputuskan dengan pengetokan palu vonis di sidang resmi dan terbuka."
"Sy yg mantan Ketua MK sj tak berani meminta isyarat apalagi bertanya ttg vonis MK yg belum dibacakan sbg vonis resmi."
"MK hrs selidiki sumber informasinya," tulis Mahfud MD.
(Tribunnews.com/Rifqah/Abdi Ryanda Shakti/Chaerul Umam/Fersianus Waku)