Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mabes Polri buka suara soal pernyataan Denny Indrayana yang menyinggung terkait laporan polisi buntut dugaan kebocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan bentuk pembungkaman.
Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah menegaskan pihak kepolisian akan bekerja secara profesional dalam mengusut setiap perkara yang ada.
"Tidak hanya kasus ini. Polri komitmen untuk profesional dalam melaksanakan pengusutan setiap perkara," kata Nurul kepada wartawan, Senin (5/6/2023).
Nurul mengatakan hingga kini laporan tersebut masih didalami pihak Bareskrim Polri.
"Masih didalami Bareskrim. Jika ada update nanti kita sampaikan," ucapnya.
Dalam hal ini, Bareskrim Polri menerima laporan terhadap eks Wamenkumham RI, Denny Indrayana terkait dugaan membocorkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem Pemilu.
Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/128/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 31 Mei 2023 atas pelapor berinisial AWW.
Baca juga: Mahfud MD Akui Minta Denny Indrayana Jaga Anies Maju Capres, Tak Ingin Pemerintah Dituduh Mengganjal
Adapun AWW melaporkan pemilik dua akun media sosial yakni Twitter @dennyindrayana dan Instagram @dennyindrayana99.
Denny dilaporkan melanggar Pasal 45 A ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU ITE dan/atau Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 15 UU No 1 tahun 1946 tentang peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP.
Singgung Pembungkaman
Denny Indrayana merespons soal dia dilaporkan ke polisi terkait dugaan membocorkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem Pemilu.
Denny mengatakan, setiap orang memiliki hak untuk melaporkan ke polisi. Namun, katanya, hak tersebut perlu digunakan secara tepat dan bijak.
"Baiknya, tidak semua hal dengan mudah dibawa ke ranah pidana. Seharusnya, persoalan wacana dibantah dengan narasi pula, bukan memasukkan tangan paksa negara, apalagi proses hukum pidana," kata Denny Indrayana, melalui keterangan pers tertulis, Minggu (4/6/2023).
Baca juga: Denny Indrayana Tidak Takut Dipolisikan, Siap Hadapi Proses Hukum
Ia menyebut, pembicaraan terkait topik politik jelang Pemilu, sangat rentan dengan kriminaliasasi kepada lawan politik.
"Yaitu ketika instrumen hukum disalahgunakan untuk membungkan sikap kritis dan oposisi," ucapnya.
Kemudian, Denny juga menjelaskan, informasi yang disampaikannya kepada publik melalui akun sosial medianya terkait putusan Pemilu beberapa waktu lalu adalah upayanya untuk mengontrol putusan Mahkamah Konstitusi (MK), sebelum dibacakan.
Hal itu, Denny menerangkan, karena putusan MK bersifat final and binding, di mana tidak ada upaya hukum apapun dan langsung mengikat begitu dibacakan di sidang yang terbuka untuk umum.
Baca juga: Dilaporkan ke Polisi Dugaan Bocorkan Putusan MK, Denny Indrayana: Tidak Semua Mudah ke Ranah Pidana
"Putusan yang telah dibacakan harus dihormati dan dilaksanakan. Tidak ada pilihan lain. Tidak ada lagi ruang koreksi," jelas Denny.
"Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana masa jabatan Pimpinan KPK, makin melumpuhkan kredibilitas KPK, karena memperpanjang piminan yang problematik secara etika. Putusan itu juga menguatkan ada agenda strategi Pilpres 2024 yang dititipkan kepada perpanjangan masa jabatan Fili Bahuri Cs," sambungnya.
Karena itu, ia menjelaskan, dengan mengungkap informasi kredibel bahwa MK berpotensi memutus sistem proporsional tertutup, Denny mengundang khalayak luas untuk mencermati dan mengkritisi putusan yang akan dikeluarkan.
"Jangan sampai putusan terlanjut ke luar dan membuat demokrasi kita kembali mundur ke sistem Pemilu proporsional tertutup ala Orde Baru yang otoritarian dan koruptif," ujar Denny.
Ia berpendapat, sistem peradilan di Indonesia masih belum ideal. Terutama rentannya intervensi kuasa dan masih maraknya praktik mafia peradilan.
"(Sehingga) menyerahkan putusan pengadilan hanya pada proses di ruang sidang saja tidak cukup," katanya.
Denny menjelaskan, harus ada kontrol melalui kampanya publik dan kampanye media.
Sementara itu, Denny menyebut akan menghadapi proses hukum yang sedang berjalan.
"Dengan catatan proses itu tidak disalahgunakan untuk pembungkaman atas hak asasi kebebasan berbicara dan berpendapat, sebagaimana saat ini nyata-nyata dialami rekan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti," ujarnya.
Ia menegaskan, jika proses hukum yang berjalan bergeser menjadi kriminalisasi kepada sikap kritis.
"Maka saya akan menggunakan hak hukum saya untuk melakukan pembelaan melawan kedzaliman dan melawan hukum yang disalahgunakan," ucapnya.