Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung kembali memeriksa sejumlah saksi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan dari beberapa bank yang dilakukan oleh PT Waskita Karya dan PT Waskita Beton Precast.
Hari ini, Rabu (14/6/2023), Kejaksaan Agung memeriksa mantan Direktur Utama PT Jasa Marga Japek Selatan, Dedi Krisnariawan Sunoto.
Namun dalam rilis Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Dedi Krisnariawan Sunoto disebut masih menjabat Dirut PT Jasa Marga Japek Selatan.
Padahal saat ini, posisi Dirut Jasa Marga Japek Selatan sudah tak dijabat olehnya.
"Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus memeriksa DKS selaku Direktur Utama PT Jasa Marga Japek Selatan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangannya, Rabu (14/6/2023).
Selain itu, Kejaksaan Agung juga memeriksa pejabat dari dua bank plat merah, yakni BNI dan BSI.
Dari BNI, Kejaksaan Agung memeriksa AR selaku Manager Financial Trade Solution.
Sementara dari BSI, Kejaksaan Agung menggali keterangan dari BM selaku Regional Comersial Bisnis Manager.
Sementara dari pihak swasta, Kejaksaan Agung meemeriksa empat saksi, yaitu RRD, ARA, AA, da DA.
Sayangnya, Kejaksaan Agung enggan membeberkan perusahaan keempat saksi tersebut.
Baca juga: Kejaksaan Agung Periksa Pejabat Bank BUMN Terkait Kasus Dugaan Korupsi Waskita Karya
Keempatnya hanya diatribusikan sebagai wiraswasta tanpa ada penjelasan lebih lanjut.
Namun dipastikan bahwa para saksi diperiksa untuk digali keterangannya terkait dugaan korupsi yang dilakukan mantan Dirut Waskita Karya, Destiawan Soewardjono.
"Ketujuh orang saksi terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi atas nama Tersangka DES," katanya.
Dalam perkara ini, tim penyidik Kejaksaan Agung menemukan adanya pemalsuan dokumen dalam pengajuan dana untuk proyek-proyek Waskita Karya.
Pemalsuan itu diduga dilakukan oleh Direktur Utama Waskita Karya, Destiawan Soewardjono serta beberapa jajaran direksinya.
Selain itu, turut pula pihak swasa dalam pemalsuan dokumen tersebut.
Pemalsuan dokumen itu bisa dilakukan karena adanya kelonggaran-kelonggaran untuk mengajukan pembiayaan melalui mekanisme supply chain financing (SCF).
"Ya misalnya berdasarkan ada kontrak kerja, macam-macamlah. Enggak perlu terlalu rigidlah," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksaan Agung, Kuntadi.
Kemudian dokumen-dokumen tersebut juga dikeluarkan oleh otoritas berwenang yang membenarkan ada proyek, padahal fiktif.
Oleh sebab itu, pihak bank yang memberikan pembiayaan mempercayai adanya proyek yang membutuhkan dana.
"Masalahnya, dokumen ini kan dikeluarkan oleh otoritas yang mengaku bahwa benar ada proyek, ya selesailah," katanya.
Dalam pendanaan SCF ini, Waskita Karya memperoleh Rp 1,3 triliun yang dicairkan dari beberapa bank.
Dari total Rp 1,3 triliun itu, tim penyidik pun turut mendalami alirannya. Termasuk apakah ada penggunaan untuk kepentingan pribadi atau tidak.
Jumlah itu pun disebut Kuntadi menyumbang kerugian negara cukup banyak.
"Kan 1,3 Triliun (rupiah) itu banyak. Coba bayangkan, 1.000 miliar kita nutup," ujarnya.
Hingga kini tim penyidik sudah menetapkan lima tersangka dalam kasus korupsi Waskita Karya ini. Mereka ialah: Direktur Utama Waskita Karya, Destiawan Soewardjono; Direktur Operasional II PT Waskita Karya, Bambang Rianto; Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko periode Juli 2020 sampai Juli 2022 Waskita Karya, Taufik Hendra Kusuma; Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko periode Mei 2018 sampai Juni 2020 Waskita Karya, Haris Gunawan; dan Komisaris Utama PT Pinnacle Optima Karya, Nizam Mustafa.
Para tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.