TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konsititusi (MK) membeberkan beberapa kekurangan dari sistem Pemilhan Umum (Pemilu) proporsional terbuka.
Sebelumnya, MK resmi memutuskan sistem Pemilu 2024 tetap dilaksanakan menggunakan proposional terbuka.
Beberapa kekurangan tersebut diantaranya adalah mempunyai kelemahan soal pendidikan politik oleh partai politik (parpol) yang tidak optimal.
Hal tersebut dikarenakan, parpol dinilai cenderung berperan lebih rendah dalam memberikan pendidikan politik kepada pemilih.
"Akibatnya, parpol jadi kurang fokus memberi informasi dan pemahaman tentang isu politik," kata Hakim Konstitusi, Suhartoyo, ketika membacakan pertimbangan, di ruang sidang Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (15/6/2023).
Selain soal dalam pendidikan politik, sistem proporsional terbuka juga memiliki risiko tinggi terjadinya praktik politik uang.
Baca juga: Sistem Pemilu Tetap Coblos Caleg, MK: Jika Ingin Diubah Harus Dilakukan Sebelum Tahapan Dimulai
Di mana, kandidat yang memiliki sumber daya finansial lebih besar dapat memanfaatkannya untuk memengaruhi para pemilih.
Selain itu, sistem ini juga mengharuskan calon memiliki modal politik yang besar untuk proses pencalonannya.
Lantaran, harus memikirkan biaya iklan, promosi, transportasi, dan logistik lainnya yang diperlukan.
Sistem ptoporsional terbuka, disebutkan juga akan merugikan kandidat yang tidak mempunyai sumber daya finansial cukup atau mempunyai latar belakang ekonomi lebih rendah untuk berpartisipasi.
"Keberadaan modal politik yang besar dapat menjadi hambatan bagi kandidat yang tidak memiliki sumber daya finansial yang cukup."
"Sehingga merugikan kesempatan kandidat dari latar belakang ekonomi yang lebih rendah untuk berpartisipasi dalam proses politik," urai Suhartoyo.
MK Resmi Putuskan Sistem Pemilu Proporsional Terbuka
MK memutuskan sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka, Kamis (15/6/2023).
Dipimpin langsung oleh Ketua MK, Anwar Usman, keputusan tersebut dibacakan dalam sidag putusan gugatan Uji Materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Dalam putusan tersebut, MK tidak mengabulkan gugatan untuk mengganti sistem pemilu legislatif yang sebelumnya diajukan oleh enam penggugat yang menilai sistem proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi.
Para penggugat tersebut adalah kader PDIP, Demas Brian Wicaksono; kader NasDem, Yuwono Pintadi; Fahrurrozi; Ibnu Rachman Jaya; Riyanto; dan Nono Marijono.
Baca juga: Airlangga Hartarto Apresiasi Keputusan Mahkamah Konstitusi Terkait Sistem Pemilu 2024
Dengan begitu, sistem Pemilu 2024 akan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka seperti sebelumnya yang sudah diberlakuka sejak 2004 silam.
"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Anwar Usman, Kamis, dikutip dari TribunJogja.com.
MK menyatakan, berdasarkan pertimbangan terhadap implikasi dan implementasi sistem Pemilhan Legislatif (Pileg) daftar calon terbuka.
Serta, original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
(Tribunnews.com/Rifqah/Danang Triatmojo) (TribunJogja.com/Hari Susmayanti)