Dalam Pasal 2 disebutkan pengelolaan hasil sedimentasi di laut dilakukan untuk menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung dan daya tampung ekosistem pesisir dan laut serta kesehatan laut.
Kemudian mengoptimalkan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.
Pengelolaannya pun dikecualikan di beberapa lokasi salah satunya di zona inti kawasan konservasi kecuali untuk kepentingan pengelolaan kawasan konservasi itu sendiri.
"Selama ini banyak pihak melihat kebijakan ini sepotong-potong serta membiaskan tujuan dari PP yang ingin meningkatkan daya dukung laut untuk aktivitas ekonomi masyarakat. Selama ini narasi yg dibicarakan di publik soal ekspor, padahal itu bukan tujuan utama, karena yang utama adalah kepentingan lingkungan dan pembangunan nasional," tegas Doni.
Baca juga: KKP Pastikan Hasil Sedimentasi Layak untuk Dukung Pembangunan Nasional
Doni melanjutkan, PP 26/2023 pun mengamanatkan pelaksanaan tata kelola hasil sedimentasi di laut melibatkan banyak pihak melalui pembentukan Tim Kajian yang terdiri dari unsur pemerintah, lembaga hidro oseanografi, perguruan tinggi, hingga pegiat lingkungan.
Dengan demikian, pemerintah mengedepankan keterbukaan dan sinergi dalam melaksanakan kebijakan pengelolaan hasil sedimentasi di laut.
"Pak Trenggono sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan sudah mengajak partisipasi aktif semua pihak mengawal aturan turunan yang tengah disusun. Dengan keterlibatan banyak pihak, kekhawatiran-kekhawatiran yang muncul seperti eksploitasi atau ancaman kerusakan ekologi, dapat kita kawal bersama," pungkasnya.