News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Denny Indrayana dan Cuitannya

Kasus Payment Gateway yang Tersangkakan Denny Indrayana Diungkit Lagi? Berikut Kronologi Kasusnya

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto dok./ Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan korupsi payment gateway atau pembayaran secara elektronik pembuatan paspor kembali mencuat.

Kasus ini menyeret Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana.

Pada 2015, Denny Indraya telah ditetapkan tersangka oleh Polri dalam kasus dugaan korupsi payment gateway.

Denny diduga memiliki peran sentral dalam kasus tersebut.

Kasus ini mencuat di tengah Denny Indrayana jadi sorotan publik terkait kritikannya yang tajam terhadap pemerintah akhir-akhir ini.

Adalah Andi Syamsul Bahri yang mengungkit kembali kasus itu.

Dia merupakan pelapor kasus payment gateway pada 2025 lalu.

Andi menanyakan perkembangan kasus ini yang  kini jalan ditempat.

"Seharusnya perkara ini dilanjutkan ke ranah Pengadilan Tipikor Jakarta, tapi sampai saat ini perkara tersebut belum pernah didaftarkan oleh Kejaksaan RI sebagai Perkara Korupsi dan disidangkan sebagaimana mestinya," kata Andi Samsul Bahri kepada Tribunnews.com, Rabu (16/3/2023).

Baca juga: Kasus Korupsi Payment Gateway yang Seret Denny Indrayana Sejak 2015 Mandek, Pelapor Minta Kejelasan

Lalu seperti apa sebenarnya duduk perkara kasus payment gateway itu? Dan bagaimana kelanjutannya? Berikut dirangkum  Tribunnews.com, Jumat (16/6/2023):

Kronologi Kasus

Kasus ini mencuat di era  Kapolri dijabar Jenderal Badrodin Haiti.

Pada tahun 2015 itu, Kepala Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Anton Charliyan menjelaskan kepada pers soal peran Denny Indrayana dalam kasus payment gateway hingga ditetapkan tersangka.

Polisi menganggap Denny berperan menginstruksikan penunjukan dua vendor payment gateway.

Denny juga diduga memfasilitasi kedua vendor itu untuk mengoperasikan sistem tersebut. Dua vendor yang dimaksud yakni PT Nusa Inti Artha (Doku) dan PT Finnet Indonesia.

"Satu rekening dibuka atas nama dua vendor itu. Uang disetorkan ke sana, baru disetorkan ke Bendahara Negara. Ini yang menyalahi aturan, harusnya langsung ke Bendahara Negara," ujar Anton di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu 25 Maret 2015, seperti dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Populer Nasional: Dugaan Kasus Korupsi Seret Denny Indrayana Diungkit - Usulan Sandi Cawapres Ganjar

Penyidik sudah memperkirakan dugaan kerugian negara atas kasus itu mencapai Rp 32.093.692.000.

Polisi juga menduga ada pungutan tidak sah sebesar Rp 605 juta dari sistem itu.

Anton mengatakan, manuver Denny dalam kasus ini sebenarnya kurang disetujui oleh orang-orang di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM. Namun, Denny tetap bersikukuh agar program tersebut harus berjalan.

Anton menyebutkan bahwa penyidik masih dalam penyelidikan lebih lanjut tentang dugaan aliran dana dari rekening tersebut ke rekening pribadi Denny.

Begitu juga soal apakah ada keterkaitan antara dua vendor tersebut dan Denny secara pribadi. Anton juga mengatakan bahwa kemungkinan akan ada yang dijadikan tersangka selain Denny.

Denny diduga kuat menyalahgunakan wewenangnya sebagai Wakil Menkumham dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik.

Penyidik mengenakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama.

Bagaimana Kelanjutan Kasusnya?

Kejaksaan Agung buka suara soal kasus dugaan korupsi payment gateway.

Menurut Kejaksaan Agung, kasus yang menyeret Denny Indrayana sebagai tersangka itu masih terus bergulir.

"Saya belum dapat info menghentikan (kasus payment gateway)," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana saat dihubungi, Selasa 13 Juni 2023.

Kasus yang mangkrak sejak tahun 2015 itu rupanya masih mentok di tim penyidik pada Bareskrim Polri.

Oleh sebab itu, pihak Kejaksaan Agung sebagai penuntut umum enggan berkomentar lebih banyak.

"Tanyakan saya ke penyidik. Kalau sudah lama-lama, tanya Bareskrim," katanya.

Ketut pun membantah bahwa berkas perkara telah diterima oleh Kejaksaan.

Dia justru meminta tanda terima berkas perkara sebagai bukti penerimaan.

"Mana tanda terimanya," ujarnya.

Pernyataan demikian bertolak belakang dengan ucapan Kapuspenkum Kejaksaan Agung kala itu, yakni Tony Spontana.

Tony sempat menyatakan bahwa berkas perkara sudah diterima pada Kamis (6/8/2015) dan sedang diteliti jaksa peneliti.

"Berkas Denny sudah diterima Kamis sore kemarin, sekarang masih diteliti," katanya pada Minggu (9/8/2015).

Atas pernyataan itulah pelapor meminta kejelasan pada beberapa waktu belakangan ini kepada Kejaksaan Agung.

Bahkan berdasarkan informasi yang diterima pihak pelapor, berkas perkara ini disebut-sebut telah lengkap atau P21.

"Bahwa Perkara tersebut telah selesai diperiksa Bareskrim dan telah dianggap P-21 memenuhi syarat Penuntutan oleh Kejaksaaan Agung," kata pelapor Andi Syamsul Bahri dalam surat permohonannya ke Kejaksaan Agung, Kamis (8/6/2023).

Karena sudah P21, Andi pun heran perkara ini tak dilanjutkan hingga persidangan di Pengadilan Tipikor.

Padahal menurutnya, hingga kini tak ditemukan alasan hukum untuk tak melanjutkan proses perkara ini.

Oleh sebab itu, dia meminta agar Kejaksaan Agung tetap melanjutkan perkara Payment Gateway in

Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini