TRIBUNNEWS.COM - Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) menduga ada penyalahgunaan perangkat Spyware Pegasus.
Sebagai informasi perangkat lunak berbahaya Pegasus ini merupakan buatan perusahaan Israel.
Diduga software ini digunakan beberapa di seluruh dunia untuk memata-matai ponsel para aktivis, jurnalis, eksekutif perusahaan, bahkan juga politisi.
Alat sadap Pegasus saat ini menjadi perangkat yang disebut-sebut dapat mengancam sistem demokrasi suatu negara.
Direktur SAFEnet Damar Juniarto mengatakan, alat sadap yang biasanya dimanfaatkan oleh Polri dan Badan Intelijen Negara ini justru menyasar ke masyarakat sipil, termasuk jurnalis.
Sehingga alat sadap Pegasus ini dinilai juga membahayakan dunia pers.
Baca juga: Kerja Jurnalis Terancam, AJI Indonesia Soroti Dampak Alat Penyadap Pegasus Terhadap Demokrasi
"Alat ini kami duga dengan serius untuk menargetkan termasuk di dalamnya adalah jurnalis," kata Damar saat konferensi pers, Selasa (20/6/2023) dikutip dari youTube AJI Indonesia.
Teknologi ini diklaim digunakan untuk menanggulangi kejahatan dan meningkatkan keamanan publik.
Namun, menurut Damar, teknologi ini justru tak menyasar pelaku kejahatan.
"Target-target mereka yang diawasi atau diintai secara digital sebetulnya tidak masuk dalam kategori mereka yang dianggap pelaku kejahatan dan orang yang tidak menciptakan keamanan politik," kata Damar.
Damar mengatakan, pengawasan digital ini merupakan pengawasan yang tidak pada tempatnya.
"Pengawasan ini tidak pada tempatnya, atau disebut secara hukum unlawful surveillance," kata Damar.
Menurut Damar, hal ini merupakan bentuk pelanggaran yang serius terhadap hak asasi.
"Adalah pelanggaran hak asasi dalam hal ini adalah pelanggaran hak digital yang sangat serius," ujarnya.
Damar menjelaskan, unlawful surveillance merupakan bentuk pelanggaran digital yang serius jika dilakukan secara sengaja dan ditargetkan untuk perampasan hak privasi dan merusak sistem demokrasi.
Ia pun mendorong pemerintah melakukan pengawasan termasuk mengevaluasi payung hukum terkait penyadapan.
"Mendorong pengawasan, yang ujungnya mekanisme hukum yang harus kita dorong."
"Dalam hal ini negara harus melakukan penyelidikan lebih lanjut," ujarnya.
Kerja Jurnalis Terancam
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) juga menyebut ada dugaan penyalahgunaan alat sadap bernama Pegasus ini.
Hal tersebut berdasarkan laporan dari Forbidden Stories dan Amnesty International.
AJI Indonesia menyoroti ancaman alat penyadap pegasus terhadap jurnalis dan berbagai kelompok kritis lainnya.
"Di dalamnya (laporan) berhasil mengungkap penyalahgunaan pegasus ini oleh 18 negara."
"Ditemukan alat ini menargetkan 50 ribu nomor," kata Ika, dalam konferensi pers di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (20/6/2023).
Ika menjelaskan, sebagian besar nomor-nomor telepon tersebut bukan milik orang-orang yang terlibat kejahatan.
"Tapi sebagian besar adalah justru human right defender, kemudian para oposisi politik, jurnalis, dan juga kelompok kritis lainnya," ungkapnya.
Bahkan, ia menyebut, ada sekitar 18 jurnalis dari berbagai negara yang menjadi target penyalahgunaan alat intai pegasus.
Oleh karena itu, menurutnya, penyalahgunaan alat penyadap pegasus memberikan konsekuensi dan ancaman besar terhadap demokrasi di Indonesia.
"Itu tidak sekadar mengintai, tidak sekadar memata-matai kelompok kritis yang ditargetkan."
"Tapi itu memberikan konsekuensi yang cukup besar terhadap demokrasi kita," tegas Ika.
Ika mengungkapkan, alat sadap ini bukan hanya mengancam keselamatan dari jurnalis itu sendiri.
Tapi juga memberikan konsekuensi terhadap keluarga, kolega, ataupun teman kolega jurnalis yang ditargetkan untuk disadap.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Ibriza Fasti)