Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Tim Penghitung Restitusi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdanev Jova hadir memberi kesaksian dalam sidang kasus penganiayaan dengan terdakwa Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (20/6/2023).
Dalam kesaksiannya Jova mengatakan belum ada aturan yang mengatur apabila seorang terdakwa menolak atau menyatakan tidak mampu membayar biaya restitusi kepada korban.
Adapun hal itu bermula pada saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya kepada Jova bagaimana mekanisme hukum apabila terdakwa Mario Dandy Cs tak bisa membayar restitusi.
"Katakanlah ketiga terdakwa menolak membayar restitusi atau menyatakan tiba-tiba tidak mampu untuk membayar. Mekanisme seperti apa untuk menindaklanjuti ketidakmampuan itu?" tanya Jaksa.
Jova mulanya menjelaskan, bahwa belum ada peraturan yang memaksa kepada seseorang terdakwa jika di kemudian hari tidak bisa membayar restitusi.
Baca juga: Jalani Sidang Pakai Kemeja Batik, Mario Dandy Kena Tegur Jaksa Penuntut Umum
"Pada praktiknya yang sering dilakukan adalah membebankan pidana subsider, pada praktiknya," jawab Jova kepada Jaksa.
Jaksa pun kembali bertanya kepada Jova, apakah dalam hal ini terdapat pidana pengganti apabila nantinya Mario Dandy Cs benar-benar tidak mampu membayar restitusi tersebut.
Jova menuturkan, berdasarkan kasus pidana penganiayaan yang saat ini menjerat Mario Dandy Cs belum diatur mengenai pengganti pidana pengganti apabila tak dapat membayar restitusi.
"Untuk tindak pidana ini apakah ada pidana pengganti restitusi?" tanya Jaksa.
Baca juga: Ibunda Amanda Ingin Temui Jaksa Agar Putrinya Tak Dihadirkan dalam Sidang Mario Dandy
"Dalam konteks peraturan ini tidak ada," saut Jova.
"Artinya kalau memang mereka tidak bisa (bayar) bagaimana cara hukum menjangkaunya? Menghukum mereka seperti apa?" tanya Jaksa.
Jova pun menjawab berdasarkan UU tentang tindak pidana penganiayaan memang belum ada aturan yang mengatur hal tersebut.
Namun, dirinya mengatakan, dalam praktiknya saat ini, LPSK kata Jova telah berkirim surat kepada Mahkamah Agung guna mendiskusikan hal tersebut.
"Kedua berangkat dalam praktek, ada beberapa hal yang juga pernah dipraktekan misalnya membebankan pihak-pihak lain untuk ikut membayar," ucap Jova.
"Ada kasus yang melalukan kekerasan fisik juga terhadap anak, kemudian ada juga membebankan kepada pemerintah yang lain untuk membayar restitusi," tambahnya.
Perihal biaya restitusi ini sebelumnya diberitakan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) membeberkan bahwa total restitusi yang diajukan terkait kasus penganiayaan David Ozora mencapai ratusan miliar rupiah.
Nilai tersebut diungkapkan dalam persdiangan lanjutan kasus penganiayaan atas terdakwa Mario Dandy dan Shane Lukas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (20/6/2023).
"Total penghitungan kewajaran LPSK Rp 120.388.911.030," ujar Abdanev Jova, Ketua Tim Penghitung Restitusi LPSK dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (20/6/2023).
Totao Rp 120 miliar itu terdiri dari tiga komponen, yakni: ganti rugi atas kehilangan kekayaan, pergantian biaya perawatan medis atau psikologis, serta penderitaan.
Di antara tiga komponen tersebut, penderitaan memperoleh nilai tertinggi, yaitu Rp 118 miliar.
"Terkait penderitaan 50 miliar (yang diajukan keluarga korban), tim menilai bukti kewajaran 118 miliar 104 juta sekian," ujar Jova.
Kemudian komponen ganti rugi atas kehilangan kekayaan yang dimohonkan Rp 40 juta, tim LPSK memberikan nilai kewajaran Rp 18.162.000.
Adapun komponen pergantian biaya perawatan medis atau psikologis dari Rp 1.315.545.000, tim menilainya menjadi Rp 1.315.660.000.
Komponen penderitaan memiliki nilai terbanyak karena kondisi David yang menderita difuse axonal injury yang tidak menyebabkan cacat permanen.
Berdasarkan proyeksi penghitungan rumah sakit nilai perawatan yanh diperlukan selama setahun mencapai Rp 2,18 miliar.
Kemudian mengingat hanya 10 persen yang sembuh, tim kemudian menghitung perkiraan jangka waktu.
"Merujuk dari umur, ini data BPS Provinsi DKI Jakarta, rata-rata hidup itu 71 tahun. Kemudian 71 tahun ini dikurangi dengan umur korban 17 tahun. Artinya ada proyeksi selama 54 tahun korban ini menderita," katanya.
Dari 54 tahun itu, kemudian tim LPSK mengalikan dengan Rp 2,18 miliar yang diperoleh dari Rumah Sakit Mayapada, tempat David dirawat.
"Dan hasilnya adalah 118.104.480.000 rupiah," ujarnya.