News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Suparji Nilai Penagihan Janji Gantung di Monas ke Anas Perlu Dikaji Secara Objektif

Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anas Urbaningrum mantan terpidana kasus korupsi Wisma Atlet Hambalang menyampaikan sambutan usai tiba di rumah orangtuanya di Desa Ngaglik, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Rabu (12/4/2023). Anas Urbaningrum sungkem dan minta doa kepada ibundanya, Hj Sriati setelah menjalani hukuman penjara 8 tahun karena terjerat kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang 2010-2012. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum telah bebas dari Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Pada Selasa (11/4/2023). SURYA/PURWANTO

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum bebas murni pada Juli mendatang.

Meski telah keluar dari Lapas Sukamiskin, namun Anas masih harus menjalani wajib lapor.

Usai bebas dari lembaga pemasyarakatan, Anas belum pernah berbicara politik termasuk membicarakan partai yang pernah ia pimpin, Partai Demokrat. 

Bebas dari tahanan, publik kembali menagih pernyataan "Kalau ada satu rupiah saja Anas korupsi Hambalang, gantung Anas di Monas." Hal itu pernah disampaikan Anas pada Jumat 9 Maret 2012.

Profesor hukum Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad mengatakan, penagihan janji kepada Anas perlu dikaji secara objektif dan kredibel. 

"Membangun keyakinan bahwa Anas tidak bersalah tidak boleh secara subjektif, harus terstruktur dan teruji objektif dengan eksaminasi dan standar objektif norma teori dan filsafat hukum, sehingga pendapat kita pendapat objektif," kata Suparji dalam bedah buku 'Halaman Pertama Anas Urbaningrum karya Tofik Pram dengan topik utama diskusi "Mengapa Anas Tak Jadi Digantung di Monas," Senin (26/6/2023).

Menurut Suparji Anas masih memerlukan keadilan secara hukum dan sosial. Pasalnya dengan fakta-fakta hukum yang ada, sangat mungkin Anas batal digantung di Monas.

"Secara hukum Anas sudah menjalani hukuman delapan tahun. Meski masih ada kemungkinan melakukan upaya hukum peninjauan kembali 2. Bukan tidak mungkin PK 2. Kedua memperjuangkan Anas secara sosiologis karena sudah terstigma. Buku mas Tofik Pram ini salah satu upaya memperjuangkan itu," ujar Suparji.

Dari fakta persidangan, sambung Suparji Anas diputus malah tidak ada bukti-bukti melakukan korupsi Hambalang.

"Karena syarat digantung di Monas tidak dipenuhi, Anas divonis tidak korupsi, tidak terima korupsi Hambalang sampai tingkat kasasi oleh belasan orang hakim mengadili sejak tingkat pertama," ujarnya.

Senada dengan Suparji, penulis buku 'Halaman Pertama Anas Urbaningrum' Tofik Pram mengatakan kasus Anas sarat kejanggalan sejak awal. Mulai dari sprindik yang bocor hingga dugaan intervensi kekuasaan kala itu.

Ia menambahkan, Anas juga dipersepsikan oleh kekuatan tertentu kala itu agar ia harus dinyatakan bersalah.

"Inilah dampak jangka panjang dari konstruksi opini tentang sosok Anas di masa lalu. betapa narasi dan wacana yang dibangun kala itu benar-benar membungkus Anas dalam stigma negatif, sehingga dia sudah 'divonis' bahkan jauh sebelum ditetapkan sebagai tersangka. Segala bentuk informasi yang bisa meringankan Anas seolah tidak disajikan secara adil kepada publik. Apa pasal? sebab konstruksi narasi yang dibangun waktu itu adalah Anas harus salah. Dia harus pergi," paparnya.

Baca juga: Disinggung Janjinya Gantung di Monas, Anas Urbaningrum: Saya Tidak Melakukan yang Dituduhkan

"Buku ini coba menghadirkan narasi alternatif tentang Anas, menghadirkan sisi lain perjalanan kasusnya, untuk mengajak pembaca agar mau mencoba adil sejak dalam pikiran. Sekaligiu mengingatkan agar hati-hati, bahwa politik berbiaya tinggi itu bisa menyebabkan kontroversi hati," ujar Tofik.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini