TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut agar mantan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan (P2) pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan periode 2016-2019, Angin Prayitno Aji, dihukum 9 tahun bui.
Angin juga dituntut membayar denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan, serta uang pengganti sebesar Rp29.505.167.100.00 (Rp29,5 M).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Angin Prayitno Aji dengan pidana penjara selama 9 tahun serta pidana denda Rp1 miliar subsider pidana kurungan pengganti selama 6 bulan," kata jaksa KPK dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (27/6/2023).
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap Angin Prayitno Aji untuk membayar pidana pengganti Rp29.505.167.100.00," imbuhnya.
Apabila Angin tidak membayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan inkrah atau berkekuatan hukum tetap, maka harta benda dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk mengganti uang pengganti tersebut.
"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun," kata jaksa.
Dalam tuntutannya, penuntut umum memiliki hal memberatkan dan meringankan.
Untuk hal memberatkan, Angin disebut tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi.
Angin juga disebut tidak mengakui perbuatannya dan berbelit-belit memberikan kererangan.
"Hal meringankan, terdakwa bersikap sopan di persidangan," ujar jaksa.
Jaksa meyakini Angin Prayitno Aji bersalah menerima gratifikasi Rp29,5 miliar dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp44 miliar.
Jaksa meyakini Angin Prayitno terbukti bersalah melanggar Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP junto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dakwaan Angin Prayitno Aji
Angin Prayitno Aji didakwa menerima gratifikasi senilai Rp29.505.167.100 dan TPPU.
"Terdakwa Angin Prayitno Aji selaku Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat II tahun 2011-2016 dan Direktur Pemeriksaan dan Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak tahun 2016-2019 bersama-sama dengan Dadan Ramdani, Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar dan Febrian menerima uang seluruhnya sejumlah Rp17,5 miliar dan yang khusus untuk terdakwa adalah Rp3,737 miliar serta penerimaan lain sejumlah Rp25.767.667.100," kata jaksa KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa.
Dadan Ramdani saat peristiwa pidana berlangsung menjabat sebagai Kepala Sub Direktorat Kerja sama dan Dukungan Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak sedangkan Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar dan Febrian merupakan Tim Pemeriksa Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak pada 2014-September 2019.
"Setelah menjabat sebagai Direktur P2 untuk mendapatkan keuntungan dari pemeriksaan wajib pajak, terdakwa memerintahkan para kasubdit dan supervisor tim pemeriksaan pajak untuk menerima 'fee' dari wajib pajak yang hasilnya dibagi untuk pejabat struktural yakni untuk terdakwa selaku direktur dan para kasubdit sebesar 50 persen sedangkan 50 persen untuk jatah tim pemeriksa," ungkap jaksa.
Penerimaan tersebut berasal dari pertama, wajib pajak PT Rigunas Agri Utama (RAU). Pada Februari 2018, Alfred Simanjutak, Yulmanizar dan Febrian menerima dari PT RAU di Mal Grand Indonesia Jakarta sebesar Rp1,5 miliar. Uang tersebut dibagi untuk Angin dan Dadan Ramdani sebesar Rp675 juta sedangkan Rp675 juta lagi dibagi rata kepada Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanziar dan Febrian. Sisanya Rp150 juta diserahkan kepada Gunawan Sumargo.
Baca juga: Sidang Tuntutan Eks Direktur Pajak Angin Prayitno Tunggu Pembacaan Dakwaan Johny G Plate Rampung
Kedua, penerimaan dari wajib pajak CV Perjuangan Steel (PS). Pada 26 Juni 2018, Yulmanizar menerima uang dari CV PS dalam bentuk dolar AS yang nilainya setara Rp5 miliar. Uang dibagi untuk Angin dan Dadan Ramdani sebesar Rp2,5 miliar dan sisa Rp2,5 miliar dibagi rata kepada Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar dan Febrian.
Ketiga, penerimaan dari wajib pajak PT Indolampung Perkasa. Pada Juli 2018 Yulmanizar menerima uang dolar Singapura setara Rp3,6 miliar kemudian dibagi untuk Angin dan Dadan Ramdani setara Rp800 juta, sebesar Rp2,5 miliar dibagi rata kepada Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar dan Febrian yang masing-masing menerima 62.500 dolar Singapura dan sisa Rp300 juta digunakan untuk kas pemeriksa.
Keempat, penerimaan dari wajib pajak PT Esta Indonesia. Pada 2 November 2018 Yulmanizar menerima Rp4 miliar dari PT Esta Indonesia. Uang dibagi untuk Angin dan Dadan Ramdani sebesar Rp1,8 miliar dan Rp1,8 miliar lain dibagi rata untuk Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar dan Febrian. Sisa Rp400 juta untuk konsultan pajak PT Esta Indonesia
Kelima, penerimaan dari wajib pajak Ridewan Pribadi. Pada 19 November 2018 Yulmanizar menerima sebesar Rp1,5 miliar dari Ridwan Pribadi. Uang Rp750 juta dibagi untuk Angin dan Dadan Ramdani sedangkan Rp750 juta dibagi rata untuk Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar dan Febrian.
Keenam, penerimaan dari wajib pajak PT Walet Kembar Lestari (WKL). Pada 17 Januari 2019, Yulmanizar menerima Rp1,2 miliar dari PT WKL. Uang sebesar Rp600 juta dibagi untuk Angin dan Dadan Ramdani sedangkan Rp600 juta sisanya untuk Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar dan Febrian .
Ketujuh, penerimaan dari wajib pajak PT Link Net. Pada Mei 2019, Yulmanizar menerima uang dalam bentuk dolar Singapura setara Rp700 juta dari PT Link Net. Uang Rp350 juta dibagi untuk Angin dan Dadan Ramdani sementara Rp350 juta lainnya dibagi rata Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar dan Febrian.
"Dari para wajib pajak tersebut, terdakwa telah menerima Rp1.912.500.000, dolar Singapura setara Rp575 juta, dolar AS setara Rp1,25 miliar sehingga jumlahnya Rp3.737.500.000. Selain dari wajib pajak di atas, terdakwa juga melakukan penerimaan yang berkaitan dengan jabatannya dengan total Rp25.767.667.100 sehingga total seluruhnya yang diterima sejumlah Rp29.505.167.100," tambah jaksa Yoga.
Terhadap penerimaan gratifikasi tersebut, Angin Prayitno tidak melaporkan kepada KPK dalam tenggang waktu 30 hari sehingga harus dianggap suap karena berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajjban atau tugasnya.
Angin didakwa dengan pasal 12 B jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Dalam dakwaan kedua, Angin Prayitno disebut melakukan TPPU. Pencucian uang itu untuk menutupi uang yang berasal dari penerimaan gratifikasi periode 2014-2019 senilai Rp29.505.167.100 dan suap sejumlah Rp14.628.315.000.
Untuk menyamarkan asal usul harta hasil penerimaan gratifikasi dan suap tersebut, Angin membeli 3 bidang tanah di Serpong Tangerang Selatan; 2 bidang tanah dan bangunan di kota Bandung; 60 bidang tanah di Desa Kalong II kabupaten Bogor; 8 bidang tanah di Desa Babakan, Majelengka; 11 bidang tanah tanah di Bukit Rhema kecamatan Borobudur, Magelang; 6 bidang tanah di Desa Wanurejo, Boroborudur, Magelang; 4 bidang tanah dan bangunan di Depok, Sleman; 1 bidang tanah dan bangunan di Desa Sinduadi, Sleman; 4 bidang tanah dan bangunan di Mantrijeron, Yogyakarta; 1 apartemen di Jatinangor, Sumedang serta 1 unit mobil VW Polo 1.2 warna hitam.
Tanah dan bangunan tersebut dibeli dan diatasnamakan H Fatoni, Sulthon (anak ketiga H Fatoni), Luqman (anak kedua H Fatoni), Faisal Khadafi (anak kelima H Fatoni), Joko Murtala (menantu H Fatoni), Risky Saputra (keponakan H Fatoni), Achmad Fatahilan (adik ipar H Fatoni), Syaefani (anak pertama H Fatoni), Herawati (adik ipar H Fatoni), Fiqih (anak keempat H Fatoni), Rumiyati Puji Lestasi (menantu H Fatoni).
Selanjutnya Angin juga membeli tanah dan bangunan melalui Ragil Jumedi untuk sejumlah tanah kecamatan Borobudur, kabupaten Magelang.
"Untuk menyamarkan dan menyembunyikan transaksi, Ragil Jumedi meminta Rachmad Budiono dan Kelik Dwijatmiko mengambil uang tunai pembayaran ke rumah terdakwa Angin di Kelapa Gading, Jakarta Udara lalu Ragil Jumedi membayarkan uang tersebut kepada para pemilik tanah," ungkap jaksa.
Masih ada pembelian tanah dan bangunan melalui Agung Budi Wibowo pada 2014-2016 di kecamatan Kertajati, kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Pada 2017 masih melalui Agung Budi Wibowo, Angin Prayitno juga membeli sejumlah tanah di Desa Caturtunggal dan Desa Sinduadi, kabupaten Sleman, DI Yogyakarta.
Terakhir, Angin Prayitno membeli mobil VW Polo 1.2 warna hitam melalui H Fatoni pada 19 Agustus 2017 senilai Rp237,5 juta di pameran mobil GIIAS dengan diatasnamakan Risky Saputra, keponakan H Fatoni padaham mobil tersebut digunakan oleh anak Angin Prayitno.
Atas perbuatannya, Angin Prayitno didakwa dengan pasal 3 UU No 8 tahun 2019 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 65 ayat 1 KUHP.
Angin sendiri adalah terpidana kasus penerimaan suap terkait pemeriksaan pajak yang sudah dijatuhi vonis 9 tahun penjara ditambah denda sebesar Rp300 juta subsider 2 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp3,375 miliar.