Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Deputi III Kemenko Polhukam sekaligus Ketua Tim Pelaksana Satgas TPPU, Sugeng Purnomo, mengatakan Direktorat Jenderal Bea Cukai terus mengumpulkan bukti-bukti lain terkait transaksi mencurigakan Rp 189 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
"Kawan-kawan Bea Cukai menyampaikan bahwa mereka terus melakukan pemeriksaan, pengumpulan bahan keterangan dan pengumpulan bukti-bukti lain," kata Sugeng di kantor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Jakarta, Senin (10/7/2023).
Menurut Sugeng, transaksi mencurigakan Rp 189 triliun tersebut tidak terkait dengan perkara importasi emas senilai Rp 49 triliun yang sedang ditangani Kejaksaan.
"Kawan-kawan Bea Cukai memastikan yang Rp 189 triliun ini tidak terkait langsung dengan yang sedang dilakukan Kejaksaan yang sudah tahap penyidikan," ujarnya.
Baca juga: Dugaan TPPU dalam Ratusan Rekening Afiliasi Panji Gumilang, Mahfud MD: Sedang Dianalisis PPATK
Dia menyebut kemungkinan pihaknya akan mengundang aparat penegak hukum (APH) lainnya untuk mengusut potensi tindak pidana lain dalam kasus itu.
"Kami akan mengundang Bareskrim, kami juga akan mengundang meskipun di internal Kemenkeu. Kami juga akan mengundang dari DJP (Direktorat Jenderal Pajak) untuk memastikan data keterangan dan dokumen yang sudah diperoleh Bea Cukai, yang menurut mereka belum bisa dinaikkan ke penyidikan," ujar Sugeng.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD memberi sinyal Satgas TPPU di bawah arahannya menemukan tindak pidana asal dari Laporan Hasil Analisis (LHA)/Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dengan nilai transaksi mencurigakan Rp 189 triliun.
Mahfud mengatakan kalaupun nantinya tidak ditemukan tindak pidana asalnya maka secara administratif nilainya tetap perlu dihitung ulang.
"Bahkan laporan yang terakhir dari PPATK dari satgas, rapat 3 hari yang lalu di kantor PPATK, dulu Rp189 T yang diributkan itu, kalau versi bea cukai dan perpajakan kan katanya sudah selesai, nggak ada masalah," kata Mahfud saat konferensi pers secara daring pada Kamis (8/6/2023).
"Dan rapat terakhir diakui bermasalah dan belum tuntas. Dan mungkin ditemukan tindak pidana asal. Tapi seumpama tidak ditemukan pun tindak pidana asalnya, perlu dihitung ulang secara administratif dari uang itu. Karena memang pecahan tindak pidana asalnya sudah ada ketika kami lakukan penyiaran terhadap publik sebagai bagian dari keterbukaan," sambung dia.