Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI fraksi PKB Moh. Rano Alfath meminta PT Aneka Tambang Tbk (Antam) memenuhi kewajibannya mengembalikan emas senilai Rp1,1 triliun ke pengusaha Budi Said dalam kasus jual beli emas.
Antam diwajibkan mengembalikan emas senilai Rp1,1 triliun setelah kasasi Budi Said dikabulkan Mahkamah Agung (MA).
Tak terima dengan putusan MA, Antam pun langsung mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Baca juga: Pejabat Antam dan Surveyor Indonesia Diperiksa Terkait Korupsi Impor Emas
“BUMN memiliki kewajiban hukum untuk mematuhi perjanjian dan akad jual beli yang telah mereka sepakati dengan konsumennya, siapapun itu. Jika perusahaan tersebut tidak memenuhi kewajiban ini, bisa menjadi pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang mengatur transaksi perdagangan dan perjanjian," kata Rano kepada wartawan, Sabtu (15/7/2023).
Rano menjelaskan pengusaha adalah komponen masyarakat dan juga warga negara.
"Oleh karena itu berhak mendapatkan pemulihan hak-hak mereka, termasuk ganti rugi yang sesuai dengan kerugian yang diderita,” ujarnya.
Di sisi lain, dirinya mengaku prihatin dengan kondisi yang ada di PT Antam, terlebih di tengah kasus dugaan korupsi yang sedang didalami Kejaksaan Agung (Kejagung).
Rano meminta perlunya ada evaluasi menyeluruh dan reformasi birokrasi pada internal PT Antam.
“Misal pada skandal impor emas yang muncul ke permukaan tahun 2021 lalu, Antam diduga menggelapkan produk emas dengan cara menukar kode impornya. Di sisi lain, ada juga indikasi kerugian negara Rp5,7 triliun akibat penambangan ilegal di konsesi PT Antam Konawe Utara," ucapnya.
Dia pun meminta Kejagung untuk mengusut tuntas kasus pada perusahaan plat merah tersebut.
Menurut Rano, evaluasi pada PT Antam penting dilakukan secara komprehensif guna perbaikan.
Dia menegaskan hal itu penting dilakukan demi mengembalikan citra dan wibawa perusahaan milik negara itu.
Rano menilai reformasi birokrasi yang tepat pada tubuh BUMN tersebut menjadi kunci penting dalam mewujudkan tata kelola yang baik, transparansi, dan akuntabilitas.
“Ini melibatkan perbaikan dalam pengawasan, kebijakan, prosedur, dan pemantauan internal, serta penegakan aturan dan etika bisnis yang ketat," imbuhnya.