Mereka datang untuk melakukan audiensi sekaligus penyerahan laporan dugaan pelanggaran etik kepada Propam Polda Jateng.
Tak hanya itu, keluarga Oki juga menuntut kasus itu dibuka secara gamblang.
Sebab, penetapan 10 tersangka dirasa belum cukup. Keluarga meminta, bilamana ada dugaan anggota polisi terlibat segera ditindak secara tegas.
"Keluarga almarhum OKI paham antara oknum dan lembaga, maka kami mendukung kepolisian ketika ada oknum yang tidak benar, kotor, berbuat jahat segera diselesaikan," beber kakak sepupu Oki, Purwoko, kepada Tribun Jateng.
Menurut Purwoko, ada beberapa kejanggalan kematian korban sehingga keluarga berusaha mencari jawaban dari teka-teki tersebut.
Berdasarkan bukti rekam medis Instalasi Laboratorium Pemerintah Provinsi Jawa Tengah RSUD Margono Soekarjo, korban diduga sudah meninggal sejak 19 Mei 2023, tetapi baru diberitahukan kepada keluarga pada 2 Juni 2023.
"Kami diberitahu polisi bahwa Oki meninggal tanggal 2 Juni, kami butuh rekam medis selama 14 hari korban dirawat di ruang Asoka.
Kami sudah bersurat ke rumah sakit, dua minggu lalu, untuk menanyakan hal itu, sampai sekarang belum ada jawaban," ungkapnya.
Kondisi itu, kata Purwoko, membuat keluarga curiga dengan dugaan adanya perawatan korban yang disembunyikan dari pihak keluarga.
Ditambah lagi, kata dia, terdapat kejanggalan ketika keluarga melihat jasad almarhum yang penuh luka.
"Kami butuh rekam medis itu untuk menguatkan surat kematian Oki yang bertanggal 2 Juni 2023," tuturnya.
Keluarga juga mencari tahu lewat autopsi yang dilakukan di RS Margono, pada 8 Juni 2023. Namun, hasil autopsi secara resmi belum diketahui oleh pihak keluarga.
"Informasi dari Polres Banyumas, surat hasil autopsi di Polda Jateng sudah keluar dan kami minta, tetapi belum diberikan," ujarnya.
Selain surat hasil autopsi, kata Purwoko, pihak keluarga meminta melihat rekaman CCTV sewaktu korban turun dari mobil Polsek Baturraden hingga masuk ke ruang tahanan titipan Polres Banyumas. Hingga hari ini permintaan keluarga belum dipenuhi.