Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dirjen Dukcapil Kemendagri, Teguh Setyabudi mengatakan pihaknya saat ini terus berkoordinasi dengan sejumlah pihak guna mengusut dugaan kebocoran data Kemendagri di breachforums.
Adapun Kemendagri saat ini sedang berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Dia menyebut, koordinasi antar lembaga itu terkait audit investigasi dan mitigasi sebagai tindakan pencegahan.
Baca juga: Polda Metro Jaya Tepis Isu 26 Juta Data Bocor di Forum Hacker
"Kami Ditjen Dukcapil Kemendagri bersama-sama dengan BSSN dan Kemenkominfo serta stakeholder terkait telah melaksanakan dua agenda kegiatan, yaitu audit investigasi dan mitigasi preventif," kata Teguh kepada wartawan, Senin (17/7/2023).
Lebih lanjut, kata Teguh, temuan sementara data yang diduga bocor itu tak ada kaitannya dengan pangkalan data kependudukan milih Ditjen Dukcapil.
"Kedua kegiatan tersebut sudah dijalankan sejak kemarin dan sampai saat ini masih berproses secara cepat," ucap dia.
"Untuk sementara, yang bisa kami informasikan adalah bahwa data yang ada di breachforums dilihat dari format elemen datanya tidak sama dengan yang terdapat di database kependudukan existing Ditjen Dukcapil saat ini," sambungnya.
Baca juga: Kemendagri Angkat Suara Terkait Dugaan Kebocoran Database Dukcapil di Breachforums
Teguh juga menuturkan investigasi akan terus dilakukan secara mendalam untuk mengetahui polemik tersebut.
Dugaan kebocoran data ini diungkap pertama kali oleh akun Daily Dark Web di Twitter pada Sabtu (15/7/2023).
Disebutkan 337.225.465 baris data kependudukan yang dikelola Ditjen Dukcapil Kemendagri dijual di forum hacker.
Dalam tangkap layar laman forum hacker itu, si peretas dengan nama akun RRR mengklaim mencuri 337 juta baris data kependudukan tersebut dari laman resmi dukcapil.kemendagri.go.id. Ratusan juta data itu berisikan NIK, tempat tanggal lahir, agama, status kawin, akta cerai, nama ibu, pekerjaan, nomor paspor, hingga jenis disabilitas.
Si peretas tidak menjelaskan 337 juta baris data itu milik berapa banyak penduduk Indonesia.