TRIBUNNEWS.COM - Menteri Kesehatan (Menkes), Budi Gunadi Sadikin membandingkan pendidikan Kedokteran di luar negeri dan dalam negeri.
Hal tersebut dikatakan Budi Gunadi saat berbicara soal tradisi bullying di dunia kedokteran di Indonesia.
Menkes mengatakan pendidikan kedokteran spesialis di luar negeri mendapatkan gaji karena mereka bekerja, sedangkan di Indonesia terjadi sebaliknya.
"Pendidikan dokter spesialis di luar negeri digaji, karena mereka bekerja. Kalau di sini (Indonesia) kenapa nggak digaji? karena dia nggak kerja, kerjaannya ngambilin starbucks, mesenin gojek, nyiapin sendok plastik," ungkapnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat (21/7 2023).
"Ya saya mengerti mengapa jadi tidak bekerja," imbuh Budi.
Budi pun mengungkapkan, beberapa temannya yang mengambil spesialis di luar negeri, kemudian merasakan perbedaan ketika mengambil spesialis di dalam negeri.
"Saya juga ada beberapa teman yang mengambil spesialisasi di luar negeri, kemudian mengambil spesialisasi di dalam negeri. Kalau di luar negeri, dia bilang ya kerja, kalau di dalam negeri kita tahun pertama jadi 'keset', istilah mereka itu," jelasnya.
Baca juga: Soal Tradisi Bullying di Kedokteran, Menkes Budi Gunadi Tak Setuju Karakter Dibentuk Lewat Kekerasan
Maka dari itu, Budi merasa hal tersebut perlu diperbaiki. Sehingga, pihaknya memutuskan untuk praktik perundungan di pendidikan spesialis kedokteran di rumah sakit vertikal di Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Ini saya rasa harus kita perbaiki, oleh karena itu kita memutuskan, untuk semua rumah sakit vertikal di Kemenkes yang juga merupakan rumah sakit pendidikan besar disiplin untuk memutus praktik perundungan pada program pendidikan spesialis kedokteran akan kita jalankan," ucapnya.
"Dan kita akan jalankan dengan tegas dan keras, kalau nggak, tidak bisa putus," tegas Budi.
Lebih lanjut, Budi juga telah memfasilitasi bagi siapapun yang ingin mengadukan kasus perundungan dokter pada pendidikan kedokteran spesialis melalui whatsapp 081299799777 dan website https://perundungan.kemkes.go.id/.
Aduan itu akan diterima oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan dan akan langsung ditelusuri oleh tim Inspektorat.
Kemenkes akan menjamin keamanan identitas pelapor.
Budi Buka Suara soal Tradisi Bullying di Pendidikan Kedokteran
Mengenai kasus bullying yang terjadi di Kedokteran dengan alasan untuk membentuk karakter dokter muda, Budi mengaku tidak setuju.
Lantaran, untuk pembentukan karakter para dokter muda tersebut, menurutnya tidak perlu melakukan bullying atau menggunakan kekerasan.
"Saya setuju karakter dokter-dokter harus dibentuk, tapi dibentuknya kan bukan hanya dengan kekerasan untuk bisa mencapai atau membentuk ketangguhan dari yang bersangkutan," ungkap Budi, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat.
Budi mengungkapkan, rasa empati dan simpati juga harus dibentuk, terlebih lagi cara berkomunikasinya yang sangat penting.
"Tapi juga kan harus dibentuk rasa empatinya, simpatinya pada pasien, cara komunikasi itu juga menurut saya penting," kata Budi.
"Bukan hanya bahwa dia harus nurut, harus kerja 24 jam," imbuhnya.
Perundungan yang terjadi tersebut, dikatakan Budi, tidak pernah dilaporkan oleh para junior.
Baca juga: Beri Masukan dalam RUU Kesehatan, IDI: Menkes Budi Gunadi Bukan Dokter
Menurutnya, hal tersebutlah yang menjadi faktor penyebab para junior melakukan hal yang sama ketika mereka menjadi senior nanti.
"Itu (perundungan) tidak pernah berani disampaikan oleh para junior. Akibatnya, begitu dia jadi senior dia melakukan hal yang sama," katanya.
Maka dari itu, Budi mengatakan, pihaknya ingin memutus praktik perundungan yang sudah ada sejak lama tersebut demi membangun lingkungan pendidikan yang aman.
"Dan dengan ini kita melihat, kita ingin putuskan praktik perundungan yang sudah berjalan puluhan tahun."
"Saya rasa, kita harus membangun lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan kondusif," pungkas Budi.
Sebelumnya, beredar di media sosial mengenai tindak kekerasan yang dilakukan oleh dokter senior kepada dokter peserta pendidikan kedokteran spesialis di salah satu rumah sakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Setelah dilakukan interview, ternyata korban mengalami stres karena mendapatkan tekanan pekerjaan yang tidak berhubungan dengan kedokteran.
Ada Sanksi Tegas untuk Pelaku Perundungan Dokter
Budi menegaskan, ada sanksi tegas bagi pelaku perundungan dokter karena menyebakan kerugian mental, fisik hingga finansial peserta didik.
“Praktik perundungan ini kalau saya tanya ke pimpinan rumah sakit selalu dijawab tidak ada, saya nggak tahu apakah ini denial."
"Tapi, kalau saya tanya ke dokter peserta didik selalu ada kasus perundungan,” ucapnya.
Terkait perundungan itu, Menkes Budi telah mengeluarkan Instruksi Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/Menkes/1512/2023 tentang Pencegahan dan Perundungan Terhadap Peserta Didik Pada Rumah Sakit Pendidikan di Lingkungan Kementerian Kesehatan yang akan berlaku mulai Kamis.
Diketahui, ada tiga jenis sanksi yang diberlakukan bagi pelaku perundungan berdasarkan hasil investigasi tim Inspektorat yang harus ditindaklanjuti oleh pimpinan Rumah Sakit Pendidikan dan juga unit terkait, sebagai berikut:
1. Bagi tenaga pendidik dan pegawai lainnya:
- Sanksi ringan berupa teguran tertulis;
- Sanksi sedang berupa skorsing selama jangka waktu 3 (tiga) bulan;
- Sanksi berat berupa penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah selama 12 (dua belas) bulan, pembebasan dari jabatan, pemberhentian sebagai pegawai rumah sakit, dan/atau pemberhentian untuk mengajar.
Baca juga: Menteri Budi Gunadi Sadikin Disomasi FDPKKB, Ini Tanggapan Kemenkes
2. Bagi peserta didik
- Sanksi ringan berupa teguran lisan dan tertulis;
- Sanksi sedang berupa skorsing paling sedikit 3 (tiga) bulan;
- Sanksi berat berupa mengembalikan peserta didik kepada penyelenggara pendidikan dan/atau dikeluarkan sebagai peserta didik.
3. Khusus kepada Pimpinan Rumah Sakit Pendidikan yang terjadi kasus perundungan di rumah sakitnya, dikenakan sanksi
- Sanksi ringan berupa teguran tertulis;
- Sanksi sedang berupa skorsing selama jangka waktu 3 (tiga) bulan;
- Sanksi berat berupa penurunan pangkat satu tingkat lebih rendah selama 12 (dua belas) bulan, pembebasan dari jabatan, dan/atau pemberhentian sebagai pegawai rumah sakit.
“Kita berharap bisa memutus puluhan tahun praktik perundungan yang dilakukan kepada PPDS yang selama ini tidak mau didiskusikan sekarang kita putus."
"Jadi buat teman-teman peserta didik bisa konsentrasi belajar, lebih kondusif suasananya, dan bebas dari perundungan,” ucap Budi.
(Tribunnews.com/Rifqah/Rina Ayu Panca Rini)