Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid meminta pemerintah agar membentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Ad Hoc peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996.
Menurut Usman, Pengadilan HAM Ad Hoc penting agar kasus tersebut bisa diselesaikan secara tuntas.
Dia juga meminta seluruh partai politik (parpol) Parlemen untuk mendukung penyelesaian kasus ini.
Baca juga: Usman Hamid: Peristiwa Kudatuli Pelanggaran HAM Paling Brutal
"Mestinya kasus ini diusut kembali dengan mekanisme Pengadilan HAM dan saya kira partai politik punya tanggung jawab yang bisa mengambil peran untuk mendorong penyelesaian pelanggaran HAM berat melalui pembentukan Pengadilan HAM AD Hoc," kata Usman dalam diskusi bertajuk 'Refleksi Peristiwa 27 Juli 1996' di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Kamis (27/7/2023).
Usman mendorong fraksi di DPR RI untuk meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuat Keppres tentang Pengadilan HAM Ad Hoc Kudatuli.
Dia menilai bahwa peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 itu merupakan insiden pelanggaran HAM yang paling brutal di Indonesia.
BERITA REKOMENDASI"Peristiwa 27 juli kalau kita melihat sebenarnya ini satu bentuk pelanggaran HAM yang paling brutal di tahun 90-an," ucap Usman.
Menurut Usman, ketika itu intervensi kekuasaan sangat terlihat melalui upaya pengambilan paksa kantor PDI.
Dia meminta agar kasus tersebut dibongkar guna tragedi serupa tak kembali berulang pada partai-partai lain di tanah air.
"Kasus ini harus dibongkar kalau enggak dibongkar ini bisa berulang," ujar Usman.
Adapun dalam diskusi ini hadir sebagai pembicara Aktivis HAM/Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid dan sejarawan Bonnie Triyana.
Dalam diskusi ini terdapat pihak penanggap yaitu saksi peristiwa 27 Juli 1996 sekaligus politikus PDIP Ribka Tjiptaning. Diskusi ini dimoderatori oleh Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto.
Hadir dalam acara itu sejumlah Ketua DPP PDIP, antara lain Rokhmin Dahuri, Ahmad Basarah, dan Wiryanti Sukamdani. Hadir juga keluarga korban 27 Juli 1996 yang tergabung dalam Forum Komunikasi Kerukunan (FKK) 124.