Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Prof Dr Ratna Wardhani, SE, Ak, MSi mengatakan penggunaan konsep Sustainability Performance Measurement Framework (SPMF) dapat menjadi alat ukur kontribusi perusahaan dalam mendukung pencapaian SDGs.
"Pengembangan SPMF diharapkan dapat membantu perusahaan untuk memetakan kinerja keberlanjutan secara lebih holistik. Kerangka ini dapat digunakan oleh perusahaan untuk memonitor pencapaian kinerja keberlanjutan, pencapaian target, dan memastikan strategi keberlanjutan telah berjalan dengan optimal," kata Ratna dalam konferensi pers di Balai Sidang UI, Depok Jawa Barat, Jumat (28/7/2023).
Baca juga: Kejar Target SDGs, IDSurvey Resmikan Sarana Air Bersih di Bogor
"Tentunya perusahaan perlu menyesuaikan dengan konteks industri, model bisnis, dan topik materialnya," sambungnya.
Prof Dr Ratna Wardhani menjadi satu di antara akademisi yang bakal dikukuhkan menjadi Guru Besar Tetap Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) UI, pada Sabtu (29/7/2023).
Ratna menuturkan, dalam pengukuhan gelar Guru Besar untuknya itu, ia akan menyampaikan pidato berjudul 'Evaluasi Kinerja Keberlanjutan melalui Pengembangan Sustainability Performance Measurement Framework (SPMF) dalam Mendukung Pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs)'.
Terkait pidatonya tersebut, secara garis besar, ia menjelaskan, pada tahun 2015 Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), yang juga dikenal sebagai Tujuan Global atau Agenda 2030 sebagai seruan universal untuk mencapai 17 tujuan dan 169 target.
Adapun target tersebut, yakni dengan mengakhiri kemiskinan, melindungi planet, dan memastikan bahwa pada tahun 2030 semua orang menikmati perdamaian dan kemakmuran.
Agenda 2030 tersebut kemudian diratifikasi oleh berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Baca juga: Otorita IKN Tegaskan Komitmen untuk Menyelaraskan Pembangunan sesuai Prinsip SDGs
Dalam mencapai target tersebut, sektor swasta sebagai sumber keuangan, pendorong inovasi dan pengembangan teknologi, serta mesin utama pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan, memainkan peran penting dalam mendukung pemerintah mencapai SDGs.
"Secara global, banyak perusahaan multinasional dan perusahaan besar telah memiliki kesadaran mengenai pentingnya keberlanjutan dan melaporkan kinerja keberlanjutan mereka kepada pemangku kepentingan," kata Ratna, dalam konferensi pers di Balai Sidang UI, Depok Jawa Barat, Jumat (28/7/2023).
Ratna mengatakan, berdasarkan survei KPMG pada tahun 2022 menyatakan, di antara 250 perusahaan terbesar di dunia, 96 persen telah menyampaikan laporan keberlanjutan atau laporan yang terkait dengan Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (Environmental, Social, and Governance atau ESG).
"Di Indonesia, kesadaran dan komitmen perusahaan terhadap kinerja keberlanjutan juga semakin meningkat dengan dikeluarkannya POJK 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik," ucapnya.
Menurutnya, dengan adanya aturan tersebut, Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik diharuskan untuk menyampaikan laporan keberlanjutan yang menuntut perusahaan untuk menetapkan strategi keberlanjutannya dan melaporkan progres kinerja keberlanjutannya.
Namun, Ratna mengungkapkan, pencapaian kinerja keberlanjutan sering kali sulit untuk diukur karena keberlanjutan merupakan isu yang multidimensional dan cenderung kompleks.
Sehingga, katanya, karena kompleksitas yang melekat pada konsep keberlanjutan dan orientasi jangka pendek dari manajemen di satu sisi, dan kebutuhan evaluasi kinerja serta meningkatnya tuntutan pemangku kepentingan terhadap kinerja keberlanjutan perusahaan di sisi lainnya, membuat perusahaan harus secara hati-hati mengembangkan indikator pengukuran kinerja yang tepat dan komprehensif.
"Secara implementatif, masih banyak perusahaan di Indonesia yang mengalami kesulitan dalam hal menetapkan strategi keberlanjutan, menerjemahkan strategi keberlanjutan dalam indikator kinerja yang lebih terukur, melakukan perencanaan, pencapaian, pemantauan, dan evaluasi kinerja keberlanjutan," ungkapnya.
Oleh karena itu, Ratna mengatakan, melalui konsep SPMF, dia berusaha untuk mensimplifikasi strategi keberlanjutan agar dapat menjadi tuntunan sektor swasta dan pihak lainnya untuk mencapai SDGs 2030.
Sustainability Performance Measurement Framework (SPMF) meliputi:
Lingkungan: Bahan baku, energi, air dan efluen (limbah cair), keanekaragaman hayati, emisi, limbah, dan penilaian lingkungan terhadap pemasok.
Sosial: Tenaga kerja, kesehatan dan keselamatan kerja (K3), pengembangan karyawan, pengembangan masyarakat, penilaian sosial pemasok, kebijakan publik, dan orientasi pelanggan.
Tata kelola dan ekonomi: Kinerja ekonomi, anti korupsi, perilaku anti persaingan, perpajakan, praktik pelaporan, dan governance.
Ratna menilai, evaluasi kinerja keberlanjutan menjadi hal penting bagi perusahaan.
Sehingga, menurutnya, perusahaan perlu melakukan identifikasi isu yang material bagi bisnisnya, melakukan benchmarking, membuat data base yang baik, dan mengukur progress pencapaian dengan menggunakan framework (tuntunan) yang sesuai.