News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Legislator Komisi IX DPR Putih Sari Bicara Pentingnya Atasi Stigma dan Diskriminasi Pengidap TBC 

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi IX DPR RI Putih Sari.

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Gerindra, Putih Sari, mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan perlakuan stigma dan diskriminasi yang diterima penderita tuberkulosis (TBC)

“Langkah penyiapan tempat karantina khusus untuk orang dengan TBC sebenarnya memperlihatkan perhatian pemerintah terhadap upaya peningkatan perawatan. Namun, penting untuk memastikan agar upaya tersebut tidak meningkatkan stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan TBC itu di masyarakat,” kata Putih Sari kepada wartawan, Senin (31/7/2023).

Waketum Partai Gerindra itu menjelaskan beberapa orang dengan TBC tidak perlu dikarantina, dengan syarat mereka patuh dalam mengikuti jadwal minum obat dan memiliki pola hidup bersih dan sehat.

"Selain itu, penggunaan masker untuk mencegah penularan saat batuk atau bersin juga sangat disarankan," kata dia.

Meskipun begitu, dia menilai dalam beberapa situasi tertentu, karantina masih dapat menjadi pilihan terutama bagi orang dengan TBC dengan kondisi yang parah, termasuk yang resisten terhadap obat, tidak memiliki dukungan keluarga, atau menghadapi kesulitan ekonomi.

“Perlu dipahami bahwa stigma dan diskriminasi terhadap penderita TBC masih menjadi masalah serius di Indonesia. Banyak orang yang kurang memahami tentang penyakit ini dan cenderung menjauhi atau bahkan mendiskriminasi orang yang mengidapnya," kata dia.

"Stigma ini dapat membuat orang-orang enggan untuk mencari perawatan medis atau bahkan menyembunyikan status penyakit mereka, yang berpotensi memperburuk penyebaran TBC di masyarakat,” imbuh Putih Sari.

Putih Sari kemudian mengatakan mengatasi stigma dan diskriminasi perlu menjadi fokus utama dalam upaya penanggulangan TBC yang efektif.

Hal itu dapat dilakukan, lanjut Putih Sari, melalui berbagai cara, seperti kampanye edukasi untuk meningkatkan kesadaran tentang TBC, penyebarluasan informasi yang akurat tentang cara penularan dan pencegahan, serta melibatkan komunitas dalam mendukung orang dengan TBC. 

Selain itu, pelibatan media massa dan tokoh masyarakat dapat menjadi sarana untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap penderita TBC.

“Sinergi antara pemerintah, tenaga medis, masyarakat, dan penderita TBC sendiri adalah kunci keberhasilan mengatasi TBC. Diperlukan pendekatan yang holistik dan komprehensif, yang tidak hanya berfokus pada aspek medis tetapi juga mengakomodasi aspek sosial, psikologis, dan ekonomi. Selain itu, partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat dalam upaya pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi sangatlah penting,” pungkas Putih Sari.

Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan Menteri Kesehatan (Menkes) RI Budi Gunadi Sadikin untuk menyiapkan tempat karantina khusus bagi penderita Tuberkulosis (TBC).

Baca juga: Penderita TBC di Indonesia Didominasi Kelompok Usia Produktif

Langkah ini dilakukan mengingat penyakit TBC merupakan masalah kesehatan yang serius dan lama di Indonesia.

Diketahui beban TBC di Indonesia menempati ketiga di dunia setelah India dan Cina, yakni dengan jumlah kasus dan kematian sebanyak masing-masing 824 ribu kasus dan 93 ribu orang meninggal per tahun atau setara dengan 11 orang meninggal per jam.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini