News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pengamat: Cuma PDIP yang Diuntungkan Presidential Threshold 20 Persen, Parpol Lain Kecewa Semua

Penulis: Rahmat Fajar Nugraha
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengamat politik dan enelitu utama BRIN Siti Zuhro.

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W. Nugraha

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro menilai bahwa saat ini seluruh partai politik selain PDIP kecewa dengan Presidential Threshold 20 persen.

"Kekecewaan dan penyesalan kita tentang Presidential Threshold pilpres yang tinggi 20 persen. Itu tidak hanya dirasakan oleh kita, tapi juga di luar kita," kata Siti Zuhro saat berbicara pada acara Forum Group Discussion Cabut Presidential Threshold 20 Persen di Gedung Joeang, Jakarta Pusat, Senin (31/7/2023).

"Menurut saya partai-partai selain PDI Perjuangan sudah sangat meresahkan dan kecewa dengan keadaan ini," jelasnya.

Kemudian Siti Zuhro meyakini setelah Pemilu 2024 akan ada revisi paket Undang-Undang Politik.

"Jadi Insya Allah segera setelah Pemilu 2024 akan ada revisi paket Undang-Undang Politik. Jadi itu harus direvisi, Undang-Undang itu sudah jadul sekali tahun 2011 sekarang 2023. Maka jauh sebelum Pemilu 2029 itu sudah terjadi revisi-revisi," tegasnya.

Tak hanya itu saja, Siti Zuhro juga menegaskan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT) sebesar 20 persen dinilai tidak relevan.

"PT Pilpres itu sangat tidak relevan, tidak signifikan, dan tidak urgen untuk kita laksanakan. Tidak punya landasan hukumnya, dan dampaknya sangat buruk terhadap Indonesia," ungkapnya.

Ia menuturkan bahwa presidential threshold dinilai membuat kerumitan dalam setiap pemilu ataupun pilpres.

Baca juga: Komentar Pengamat Soal Rencana Partai Buruh Ajukan Gugatan Presidential Threshold 20 Persen ke MK

"Partai-partai tidak hanya partai menengah dan kecil tetapi partai besar pun mumet dia. Ruwet. Karena harus melakukan koalisi," katanya.

Karena itu, kata Siti, Indonesia dinilai tidak beruntung lantaran masih memakai aturan presidential threshold sebesar 20 persen. Apalagi, judicial reviewnya pun selalu kalah meskipun telah diajukan berkali-kali.

"Kita sedang tidak beruntung untuk pemilu 2024 ini karena ternyata PT Pilpres masih seperti itu. Kita sudah usaha luar biasa. Dan kalau liat JR diusulkan semua lapisan masyarakat Indonesia, bahkan yang berdiaspora, tapi KO dia, kalah," jelasnya.

Baca juga: Tolak Presidential Threshold, Partai Buruh Akan Demo Besar-besaran dan Longmarch Bandung-Jakarta

Padahal, Siti mengungkapkan presidential threshold membuat partai politik tidak mandiri. Oleh sebab itu, partai politik diminta berani untuk melakukan revisi tersebut.

"Ini yang mungkin ke depan kita mintakan partai politik itu melakukan revisi karena kan mereka sendiri sudah merasakan. Golkar merasakan, Gerindra merasakan, PKB merasakan, semua partai menengah merasakan, tidak bisa mandiri dia," jelasnya.

"Baru kali ini kita bisa menyaksikan partai-partai politik tidak percaya diri untuk membangun koalisi tambahkan untuk mengusung calon-calonnya sendiri," sambungnya.

Baca juga: Peneliti BRIN Siti Zuhro Nilai Presidential Threshold 20 Persen Menjadi Masalah Setiap Pemilu

Ia meminta partai politik untuk berani segera merevisi aturan presidential threshold. Karena, setiap partai politik harus adanya indepedensi mengajukan capres sendiri dari partainya.

"Seharusnya itu ada independensi dan ada rasa percaya diri yang kuat tapi kok tidak. Kok ya nunggu cawe-cawe. Ini yang membuat jengkel kita. Partai ya jangan letoy begitu," pungkasnya.

Partai Buruh Keberatan Presidential Threshold

Partai Buruh akan mendaftaran Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat presidential threshold atau peraturan partai politik untuk mengusung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 20 persen.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal meminta agar presidential threshold tersebut diubah menjadi 0 persen. 

Said mengatakan, partainya berencana mendaftarkan gugatan JR presidential threshold 20 persen ini, pada tanggal 20 Juli 2023, pekan depan.

Ia juga mengatakan, pendaftaran gugatan JR ini akan dilakukan bersamaan dengan aksi dari ribuan para buruh.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal memberikan sambutan dalam acara Partai Buruh Focus Group Discussion (FGD) 'Menolak Presidential Threshold'. Diskusi ini membahas batas pencalonan presiden 20 persen di Mahkamah Konstitusi (MK) yang dilaksanakan di Gedung Joeang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (31/7/2023). Partai Buruh resmi mengajukan gugatan uji materi atas ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold ke MK. Warta Kota/YULIANTO (Warta Kota/YULIANTO)

"Apa yang membedakan? Pakai aksi, itu saja sudah titik. Besok 20 Juli, kita akan mengajukan (gugatan JR aturan presidential threshold 20 persen), kita aksi ribuan buruh," kata Said Iqbal, dalam konferensi pers, Jumat (14/7/2023).

"Jadi 20 Juli itu aksi mendaftarkan gugatan sekaligus kita sampaikan karena ada sidang uji formil UU Ciptaker, jadi kita jadikan satu," sambungnya.

Selanjutnya, ia menuturkan, akan menyuarakan bahwa demokrasi di Indonesia secara tidak disadari mengarah ke demokrasi terpimpin.

"Dalam presidential threshold 20 persen, kita akan kampanyekan juga bahwa tidak ada demokrasi di Indonesia. Demokrasinya ada, tapi demokrasi terpimpin," ujar Said.

Presiden Partai Buruh itu menilai, gugatan JR ke MK terkait aturan presidential threshold 20 persen ini sangat penting. 

Sebab, katanya, jika gugatan dimenangkan MK, maka akan ada 18 partai politik nasional yang bisa mengajukan calon presiden dan calon wakil presidennya sendiri.

"Sekarang 18 partai politik mengajukan capres, nanti putaran kedua tinggal 2 (pasangan calon). Tetap saja kan? Daripada sekarang tiga (pasangan capres dan cawapres) tapi tetap dua, mending 18 partai sekalian, tetap dua, jadi dengan pilihan yang banyak," jelas Said Iqbal.

Baca juga: Jusuf Kalla Berharap Presidential Threshold Turun Jadi 10 Persen: Agar Calon Tak Dikawin Paksa

Sehingga, menurut Said, akan tersedia lebih banyak pilihan pasangan calon untuk dipilih masyarakat sebagai pemimpinnya di Pilpres 2024 mendatang.

"Jadi apa yang keliru dari pandangan-pandangan sederhana ini? Sehingga kelas pekerja, buruh, nelayan, punya calonnya," lanjutnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini