TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memburu aset bernilai ekonomis tinggi milik mantan Kepala Kantor Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono (AP).
Dua saksi diperiksa pada Rabu (2/8/2023), untuk menelusuri aset milik Andhi Pramono.
Dua saksi dimaksud, Ali Faiz, wiraswasta dan Sudi, Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
"Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan kepemilikan beberapa aset bernilai ekonomis tinggi dari tersangka AP," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (3/8/2023).
Dalam kasusnya, eks Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Makassar Andhi Pramono dijerat dengan sangkaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Andhi diduga menerima fee dari pihak swasta setelah memberikan rekomendasi yang menyimpang terkait kepabeanan.
Selain itu, Andhi juga diduga bertindak menjadi broker atau perantara para importir.
Dalam temuan awal KPK, Andhi diduga menerima gratifikasi Rp28 miliar dari sejumlah pihak, termasuk para importir saat masih menjabat di Ditjen Bea Cukai.
Uang itu dikumpulkan dari hasil gratifikasi selama 10 tahun sejak 2012 hingga 2022.
Ia diduga mengumpulkan uang lewat orang kepercayaannya yang merupakan para pengusaha ekspor impor.
Kemudian uang ditampung dalam rekening sejumlah pihak, termasuk salah satunya rekening mertua Andhi.
Andhi Pramono diduga juga telah menyamarkan serta mengalihkan uang hasil penerimaan gratifikasinya ke sejumlah aset bernilai fantastis.
Di antaranya, dengan membelikan rumah mewah di Pejaten, Jakarta Selatan, berlian, hingga polis asuransi.
Baca juga: Andhi Pramono Salah Gunakan Jabatan di Bea Cukai untuk Beri Kemudahan ke Pengusaha Nakal
Atas perbuatannya, Andhi dijerat Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Kemudian, Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.